Yang Tewas Gadis Remaja, yang ‘Disantuni’ Polisi

Tewas OD

Alih alih menyantuni gadis FA yang over dosis dan tewas mengenaskan, pihak keluarga pelaku justru “menyantuni” para polisi yang mengusut kasusnya agar pelaku terbebas dari jerat hukum. Angkanya pun miliaran rupiah.

OLEH DIMAS SUPRIYANTO

PEREMPUAN belia AF berusia 16 tewas mengenaskan di hotel setelah diduga dicekoki narkoba oleh anak boss jaringan klinik Prodia. Kasus yang begitu gamblang jadi terkatung katung, lantaran ada uang suap yang diduga mengalir deras kepada para polisi yang menanganinya, melalui pengacara keluarga boss.

Meski sudah disogok miliaran rupiah – dari transfer cash maupun penjualan mobil mewah – pihak kepolisian, ternyata, tetap melanjutkan perkaranya, dan tetap menetapkan sebagai tersangka. Sehingga dua pelaku yang ditahan – dan sudah menyogok – minta uang kembali. Kasusnya terbongkar saat polisi yang menangani kasusnya dimutasi oleh Polda Metro Jaya.

Ini cerita yang sangat tragis dimana orang kaya dan polisi bersengketa, atas kematian gadis malang yang tewas lantaran dicekoki narkoba.

Alih alih menyantuni gadis FA yang over dosis dan tewas mengenaskan, pihak keluarga pelaku justru “menyantuni” para polisi yang mengusut kasusnya agar pelaku terbebas dari jerat hukum.

Rasanya kita setuju pada gagasan untuk langsung menyebut polisi – dan bukan ‘oknum’ lagi . Karena praktik pemerasan oleh penegak hukum yang satu ini semakin ‘umum’ dan dianggap sebagai ‘kewajaran’. Bahkan menyogok polisi jadi ‘keharusan’. Penyebutan ‘oknum’ kini justru untuk mereka yang menjalankan tugas dan menegakkan hukum yang benar. Karena mereka kini minoritas. Polisi yang langka.

AKBP Bintoro selaku Kasat Reskrim Polres Jaksal – yang menangani kasus ini – telah diperiksa Propam Polda Metro Jaya – setelah dimutasi. Pemeriksaan itu terkait kasus dugaan pemerasan senilai miliaran rupiah terhadap dua tersangka kasus pembunuhan yakni Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto.

Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartanto (MBH) lah – melalui pengacara – melakukan gugatan secara perdata di PN Jakarta Selatan dan meminta AKBP Bintoro agar mengembalikan uang sogokan yang dikirim melalui secara transfer sebanyak tiga kali.

Selain AKBP Bintoro, nama polisi lain yang digugat adalah AKP Mariana, AKP Ahmad Zakaria, Evelin Dohar Hutagalung, dan Herry.

Peran EDH adalah meminta AN menjual mobil mewahnya untuk mengurus perkara hukum yang sedang menjerat AN pada April 2024 lalu. Hasil penjualan mobil itu, senilai Rp.3,5 miliar, belum diterima AN dan tak jelas apakah disampaikan ke AKBP Bintoro

AN dikabarkan sebagai anak dari pemilik Prodia – jaringan klinik dan lab yang memiliki 276 gerai pelayanan kesehatan yang tersebar di 75 kota dan 79 kabupaten di seantero Indonesia – dengan total aset Rp 2,670 triliun (per 2022).

Namun, PT Prodia Widyahusada Tbk menegaskan bahwa direksi perusahaan tak terlibat dalam kasus yang melibatkan anak bos jaringan klinik laboratorium Prodia, Arif Nugroho (AN) dan Muhammad Bayu Hartanto (MBH) maupun pemerasan oleh mantan Kasatreskrim Polres Metro Jaksel, AKBP Bintoro. “Tidak ada kaitan Direksi dan Dewan Komisaris Prodia saat ini dengan kasus tersebut,” kata Sekretaris Perusahaan Prodia, Marina Amalia kepada awak media di Jakarta, Senin, 27 Januari 2025.

KASUSNYA berawal dari pesta dan hura hura yang berakhir dengan tragedi itu terjadi pada 22 April 2024 lalu di sebuah hotel yang berada di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Para pelaku berkenalan dengan korban melalui perantara temannya yang merupakan Ladies Companion (LC) di sebuah tempat karaoke. Lalu, mereka menyewa korban untuk bercumbu dengan tarif senilai Rp 1,5 juta. Di hotel, mereka bersetubuh dan pelaku juga mencekoki korban dengan narkoba.

Korban diduga meninggal dunia karena overdosis. Usai kejadian, polisi melakukan penyelidikan dan menangkap kedua pelaku. Anak boss Arif Nugroho dan Bayu Hartanto bersenang senang tapi mengakibatkan tewasnya remaja putri FA yang masih berusia 16 tahun itu.

“Baik korban yang meninggal ataupun yang hidup, diberikan obat jenis inex dan juga minuman yang di dalamnya dicampur sama sabu,” kata AKBP Bintoro selaku Kasatreskrim Jaksel saat konferensi pers tak lama setelah kejadian.

Keduanya pun ditetapkan jadi tersangka dan dijerat Pasal 338 atau Pasal 359 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara. Selain itu, kedua pelaku juga dikenakan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena memiliki tiga pucuk senjata api ilegal.

“Kami amankan ada 3 pucuk senjata api genggam, selanjutnya 5 butir peluru. Satu unit mobil BMW yang digunakan oleh pelaku mengantar dan menjemput korban. Selanjutnya juga kami sita 3 buah alat bantu seks,” ucap AKBP Bintoro dalam jumpa pers.

Kasusnya menjadi ramai karena setelah “tergantung” – “dipeti-eskan”- “jalan di tempat” dan “sengaja direndam” – entah apa namanya lagi – selama berbulan bulan! Kejadian berlangsung April namun tak ada kabarnya hingga Januari 2025. Diduga ada proses diganjal suap.

Proses hukum berlanjut dan kasusnya dibuka kembali, setelah Polda Metro Jaya melakukan mutasi besar besaran di antaranya, Kasat Reskrim Polres Jaksel yang menangani kasus tersebut dipindah.

AKBP Bintoro yang mantan Kasatreskrim itu, melalui rekaman video, membantah melakukan pemerasan terhadap anak bos Prodia itu. “Saya sangat membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan handphone saya keterkaitan dengan ada tidaknya hubungan saya dengan saudara AN karena selama ini saya tidak pernah berkomunikasi secara langsung dengan yang bersangkutan,” ungkapnya.

AKBP Bintoro semasa masih jadi Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan. Digugat ke pengadilan agar mengembalikan uang sogokan. (ist).

PEMERASAN oleh polisi kepada mereka yang terlibat kasus hukum memang semakin marak saja. Levelnya dari jutaan hingga miliaran. Kisah nyata yang saya dapat dari kerabat yang berurusan dengan polisi, menegaskan dan modus mereka biasa meminta “paket”

Dikisahkan, anak kerabat yang nongkrong tengah malam bersama teman temannya kena garuk razia patroli polisi malam dan ditahan lantaran ada yang membawa senjata tajam. Polisi menggaruk semua yang sedang nongkrong dan menjadikan mereka “paket” bernilai Rp. 20 juta.

Angka itu sangat kecil bagi anak anak yang punya mobil. Masalahnya yang nongkrong beberapa di antaranya anak penjual gorengan dan tukang kueh yang jualan pagi hingga siang – yang ikut ikutan. Rakyat jelata yang mencari remah remah rezeki sepuluh dua puluh ribu per hari.

Yang meminta “paket 20 juta” itu bukan polisi atau oknum, melainkan makelar yang biasa nongkrong di (salahsatu) Polsek (di Jakarta Pusat). Sang Makelar menyebut uang itu untuk Kasat Reskrim dan menyebut Rp.20 juta untuk 5 anak itu sangat murah.

“Saya kenal Kasat Reskrim-nya, orangnya baik, soleh, santun, dan taat agama. Tolong, ya, carikan Rp.20 juta aja supaya anak anak bebas dan sekolah lagi, ” kata Markus dengan nada (sok) menolong kepada para orangtua para remaja yang ditahan.

Jika sekelas Polsek saja, ada makelar kasus dan penghubung, maka untuk level Polres agak mustahil polisi turun sendiri. Tak heran bila AKBP Bintoro gagah berani meminta agar rumahnya digeledah dan hapenya diperiksa.

SUGENG TEGUH SANTOSA SH selaku Ketua Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi Kapolres Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal yang memproses hukum secara tegas kasus pembunuhan atas korban FA yang dilakukan oleh anak pemilik Klinik Kesehatan Prodia setelah adanya pergantian Kasatreskrim dari AKBP Bintoro ke AKBP Gogo Galesung pada bulan Agustus 2024 lalu.

Berdasarkan informasi yang diterima IPW terhadap AKBP Bintoro akan dilakukan proses pidana pemerasan dalam jabatan yang termasuk dalam korupsi.

“AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 5 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley Davidson dengan janji untuk menghentikan penyidikan,” jelas Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso – yang memonitor kasus ini.

Selain eks Kasatreskrim dan anak buahnya yang terlibat, advokat yang yang menyogok juga perlu diproses karena aliran dana tersebut dilewatkan melalui advokat yang diduga kuasa hukum tersangka.

IPW menegaskan, proses hukum yang transparan dan tegas perlu dilakukan kepada para pelaku pemerasan dan penyuapan sebagai cermin bagi 450 ribuan anggota Polri. . ***

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.