Seide.id – Jelang reuni SMPN LXX angkatan 79 Jakarta, saat bongkar-bongkar dokumen mencari raport jaman SMP, ternyata saya masih menyimpan tanda penerimaan uang kuliah di Fakultas Sastra UI dari semester satu sampai semester sembilan. Lengkap.
Dan saya baru menyadari kalau uang kuliah dari semester ke semester bukan tambah naik tapi makin turun. Bahkan di semester delapan dan terakhir, tinggal 15 ribu perak. Coba lihat
Semester 1 (1983) – Rp. 70.000
Semester 2 (1984) – Rp. 65.000
Semester 3 (1984) – Rp. 41.000
Semester 4 (1985) – Rp. 40.500
Semester 5 (1985) – Rp. 40.000
Semester 6 (1986) – Rp. 41.000
Semester 7 (1986) – Rp. 41.000
Semester 8 (1987) – Rp. 15.000
Semester 9 (1987) – Rp. 15.000
Nah. Kalau ditotal, kuliah selama empat setengah tahun, cuma keluar duit 368.500 rupiah. Semurah itu?
Ya iyalah. Gaji pertama saya saja tahun 1989 di Gramedia Rp. 250.000. Sayang tidak ketemu kuitansinya, eh malah nemu foto awal-awal kerja di Monitor.
Paslah tampang jelek saya sama besaran gajinya. Gaji sarjana UI yang tidak ada apa-apanya dibandingkan gaji bos saya yang cuma lulusan SMA.
Tapi karena bos saya memang pinter banget, ya tidak masalah. Saya tidak pernah gengsi jadi anak buahnya dan malah belajar banyak dari dia.
Jadi kalau kemarin ada pelamar kerja yang ngomel-ngomel di sosmed karena perusahaan PT PAL lebih memilih lulusan SMK daripada dia yang lulusan Fakultas Teknik UI, ya mestinya tidak usah sebel.
Dulu boleh banggalah bisa kuliah di UI. Karena akses ilmu pengetahuan masih sulit. Sekarang orang bisa belajar apa saja lewat Google atau Youtube, misalnya.
Tidak jamannya lagi bangga dengan lulusan darimana.
Jadi kalau PT PAL butuh tukang las ahli, dan kebetulan ada lulusan SMK, usia 30 tahun, punya sertifikat welding (pengelasan) dan pengalaman kerja di Italia, ya perusahaan milih dialah daripada 15 fresh graduate yang belum bisa apa-apa.
Menurut pengusaha Raymond Chin, dalam mencari tenaga kerja, secara global sekarang pengusaha sudah tidak lagi melihat Anda lulusan dari mana, tapi Anda punya keahlian apa.
Anak saya kebetulan juga lulusan Fakultas Teknik UI. Tapi dia tidak belagu. Tidak mentang-mentang. Semoga saja dia siap bertarung di dunia kerja tanpa takut siapa pesaingnya.
“Tapi aku lebih suka bikin kerjaan sendiri daripada kerja sama orang lain.” Katanya waktu saya tanya, kapan mulai melamar kerja.
Dulu kalau ngomong kayak begini sama bapak saya, pasti saya diomelin. “Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau mau manggaleh (jualan) juga.” Kira-kira begitulah kalau orang Padang ngomel.
Sekarang ketika anak saya yang balik ngomong begini, saya Padang modern yang tahu apa itu start up, apa itu jualan online tidak perlu ngomong apa-apa yang bisa mematahkan tekadnya.
Jawaban saya cuma satu, silakan. Langsung dijabarkan dan dijalankan. Jangan cuma banyak gagasan doang tapi kerja belepotan. Kayak…. asu dahlah.
Ramadhan Syukur