Bedakan Bunuh Diri dan Mati dalam Perang

Oleh KAJITOW ELKAYENI

Mulut Somad kadang memang lancang. Mentang-mentang mancung, bukan berarti boleh offside. Dalam sebuah ceramahnya, Somad membenarkan bom bunuh diri. Dan bodohnya, kata-kata Somad diyakini sebagai hujah, dalil, kebenaran. Analogi yang diambil Somad adalah ketika perang Uhud, seorang Sahabat maju dan mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan yang lain.

Hal itu kemudian dijadikan pembenaran oleh Somad dan orang-orang yang lemah iman dan akalnya, terhadap aksi bom bunuh diri. Bunuh diri tidak dibenarkan dalam Islam. Dalam kondisi apapun. Hanya ustad dan guru tolol yang berfatwa sebaliknya. Ustad dan guru yang otaknya lemah, imannya lemah. Syahwatnya saja yang besar.

Pembenaran bom bunuh diri juga sebuah tindakan imoral. Bodoh. Ciri khas umat yang lemah. Meskipun itu dilakukan di Palestina atau Irak. Bunuh diri tidak dibenarkan. Itu ajaran setan. Bentuknya saja ustad atau ulama. Ajarannya sesat dan menyesatkan. Dalil mereka diambil secara tekstual, keluar dari konteks. Dan seringkali hanya cocoklogi ala Somad. Ya karena mereka bodoh. Penalarannya lemah.

Bedakan bunuh diri dengan maju perang, kemudian mati di tangan musuh. Meskipun kemungkinan untuk selamat sangat kecil, tapi itu bukan bunuh diri. Itu perang, ada kehendak untuk hidup dan menang.

Kemudian yang diperangi itu musuh, tentara, bukan masyarakat sipil. Membunuh masyarakat sipil dan berfantasi jihad itu kelakuan ahli neraka. Saya akan demo di hadapan Tuhan kalau sampah-sampah itu dimasukkan surga. Karena itu mengingkari ajaran Islam. Mendustakan kenabian Muhammad yang welas asih.

Orang-orang tolol itu melakukan demikian karena hidup mereka susah. Secara ekonomi lemah. Pendidikan rendah. Sudah begitu, bodoh dan malas pula. Akhirnya menjadikan agama sebagai tameng. Bunuh diri dijadikan tiket emas.

Video ceramah Somad itu memang video lama. Tapi ia dijadikan salah satu hujah bagi pendukung teroris. Untuk membenarkan tindakan teror. Dan orang seperti ini bebas berkeliaran. Hukum tumpul. Sudah begitu, perang terhadap terorisme dan radikalisme dilakukan setengah hati. Dana penanggulangan teror disunat setiap tahunnya. Mentang-mentang situasi aman. Padahal radikalis itu bekerja dalam senyap. Tapi mereka terus tumbuh.

Orang-orang tidak berpikir, dana untuk memupuk radikalisme itu lancar jaya. Sementara kelompok moderat hidup dengan tangan dan kakinya sendiri. Para pejuang toleransi itu masih pula harus memikirkan kerukunan, melawan radikalisme.

Memang ada segelintir orang kaya yang peduli pejuang toleransi. Tapi sifatnya tidak mendanai secara menyeluruh. Sekadar seremoni. Sekali-kali bikin kegiatan. Bagaimana mungkin bisa membendung radikalis yang terus menggurita?

Mereka ini saling menguatkan. Membeli barang dari sesama mereka. Kecuali terpaksa. Saling mengumpulkan infaq untuk menggerakkan perjuangan. Alasannya dakwah. Belum lagi adanya kucuran petrodolar dari Timur tengah. Dari sisi ini saja kelompok moderat sudah kalah langkah. Untuk saat ini dari segi jumlah memang masih menang. Tapi tidak saling menguatkan. Banyak, tapi mirip buih di lautan.

Contohnya dalam kasus bom bunuh diri barusan di Makasar, ada saja kelompok moderat yang membenarkan ucapan Somad. Mereka tidak berani tegas mengatakan, bunuh diri itu haram, apapun bentuknya. Termasuk jika itu dilakukan di Palestina.

Kalau mau perang, lakukan dengan jantan. Tentara lawan tentara. Roket lawan roket. Jangan pakai bom bunuh diri. “Tapi kan kami lemah, miskin dan bodoh?” Itu kan salah kalian, kenapa miskin, lemah dan bodoh? Katanya agamanya paling benar, paling disayang Tuhan, kok baru urusan ekonomi dan pengetahuan sudah kalah? Apalagi soal militer. Pipis kalian di celana.

Kemudian kebodohan itu dijadikan pembenaran, orang kafir memang ditakdirkan kaya, sebab bagi mereka dunia ini dan seisinya. Sedangkan bagi kami akhirat dengan keindahan sorganya. Ini kan yang sering terdengar dari para penceramah tolol itu? Pantas Islam mengalami kemunduran. Ustadnya saja bodoh, apalagi umat yang mengagungkannya.

“Makanya Mad, jangan hanya mulut yang dimancungin, otak juga,” kata Kang Samin, sambil nge-close video Somad yang bikin kecerdasannya sebagai manusia merasa terhina.

Avatar photo

About Kajitow Elkayeni

Novelis, Esais, lahir di dusun kecil bernama di Grobogan, tinggal di Jakarta. Beberapa karyanya Medhang Kamulan (novel), Rajasa Wilwatikta (kumpulan cerpen), Dua Kelana Mencari Cinta (kumpulan puisi).