Seide.id – “Berani mengambil resiko itu baik, asal dengan data perhitungan yang matang, cermat, dan akurat agar hasilnya tidak berakibat fatal dan jeblok.”
Selalu meminimalkan resiko itu yang biasa saya lakukan, ketika saya hendak memutuskan suatu hal penting. Apalagi dalam bisnis. Tujuannya, sekalipun tidak untung, asal balik modal alias impas.
Sebagai contoh, ketika saya mulai usaha plastik kemasan. Bisnis plastik dipilih, karena plastik tidak mudah rusak, awet, dan tahan lama. Berbeda jika kita berjualan sayuran, buah-buahan, atau makanan matang yang mudah rusak atau basi.
Begitu pula, saat saya ingin invansi atau pengembangan usaha, yakni pinjam uang ke bank. Saya hitung ulang secara cermat agar tidak gagal bayar. Tapi penjualan harus meningkat dan untung pun berlipat.
Sama halnya, ketika memutuskan untuk menikah, saya dituntut siap mengambil resiko, ketidakcocokan, perselisihan, bahkan yang terburuk adalah pisah hubungan alias cerai.
Sesungguhnya, mengambil resiko yang terburuk lalu putus hubungan itu tidak mendidik, mendewasakan, dan tidak menyelesaikan masalah. Kita melarikan diri dari kenyataan pahit, padahal seharusnya masalah itu untuk dihadapi, diatasi dan diselesaikan dengan baik.
Sesungguhnya suatu pernikahan itu bernilai, ketika kita memberi makna untuk menghidupinya dengan rela berkorban dan saling mengasihi satu dengan yang lain demi keutuhan rumah tangga.
Sesungguhnya, apa pun bidang pekerjaan dan profesi yang ditekuni itu bernilai, jika kita tidak sekadar mencari keuntungan semata. Tapi, orientasi hubungan yang didasari untuk saling menguntungkan dan memberi manfaat timbal balik.
Dalam berbisnis, saya juga senang berbagi ilmu pada siapa pun yang ingin berkembang maju untuk tingkatkan taraf hidup yang lebih baik.
Berbagi ilmu itu tidak rugi. Saya juga tidak takut disaingi. Karena, sesungguhnya sukses itu tidak untuk diri sendiri. Sukses itu bernilai, jika kita mampu membuat orang lain meraih sukses pula.
Selalu bersinergi, sukses membangun negeri.
…
Mas Redjo / Red-Joss
