Juliari Batubara bukan satu satunya Menteri Sosial yang terjerat kasus korupsis. Dua Mensos sebelumnya, Idrus Marham dan Bachtiar Chamsyah juga terjerat kasis korupsi. Oleh DIMAS SUPRIYANTO
KITA semua layak senang mendengar vonis 12 tahun penjara yang dijatuhkan pada politisi PDI Perjuangan dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (23/8/2021) kemarin.
Juliari juga dituntut membayar uang pengganti Rp 14,5 miliar serta hak politik untuk dipilih dicabut selama 4 tahun.
Jaksa meyakini, Juliari Batubara menerima uang suap Rp 32,4 miliar berkaitan dengan bansos Corona di Kemensos.
Saya – dan kiranya kita semua – lega mendengarnya.
Meski demikian sesuai prosedur pengadilan, Juliari berhak mengajukan banding dan kasasi. Bagaimana hasilnya, nanti, entah. Bisa lebih ringan, bisa ditambah hukumannya.
Sejak Artidjo Al Kostsar pensiun, Hakim Agung yang melipatgandakan vonis koruptor yang merugkan negara, tak ada lagi. Hakim yang meringankan malah banyak. Hukum jadi bisnis miliaran rupiah. Pasaran sogokan untuk hakim di MA, Mahkamah Agung – menurut bisik bisik makelar kasus – di atas Rp.5M!
JULIARI Peter Batubara (JBP) bukan satu satunya Menteri Sosial yang korupsi saat menjabat. Setidaknya sudah ada tiga menteri sosial yang korupsi dan diadili. Bachtiar Chamsah dan Idrus Marham, dua menteri sebelumnya juga dibui karena kasus korupsi.
Bachtiar Chamsyah, politisi PPP berdarah Aceh, terbukti melakukan tindak pidana korupsi saat menjadi menteri sosial (2001 – 2009), dengan menyetujui penunjukan langsung pengadaan mesin jahit, sapi impor, dan kain sarung yang merugikan negara hingga Rp 33,7 miliar.
Pada Selasa, 22 Maret 2011, laman KOMPAS.com memberitakan, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah dengan hukuman satu tahun delapan bulan penjara dengan denda Rp 50 juta.
”Jika tidak dibayar, diganti kurungan 3 bulan,” ujar ketua majelis hakim Tjokorda Rae dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (22/3/2011).
Idrus Marham, politisi Golkar asal Pinrang – Sulawesi Selatan, dinyatakan terbukti menerima suap Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1. Dia divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Hukuman Idrus, Menteri Sosial RI (Januari – Agustus 2018), yang menggantikan Kofiffah Indar Parawangsa, kemudian diperberat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi 5 tahun penjara. Namun, Idrus membela diri. Dia kemudian mengajukan kasasi ke MA.
MA pun mengabulkan kasasi Idrus dan menyunat hukumannya menjadi 2 tahun penjara. Idrus pun telah membayar hukuman denda yang dijatuhi oleh majelis hakim.
Politisi, yang pernah jadi anggota DPR RI , dosen terbaik dan aktifis masjid ini bebas11 September 2020 dari Lapas Kelas I Cipinang, sebagaimana disampaikan Kabag Humas dan Publikasi Ditjen PAS, Rika Aprianti kepada wartawan, Jumat (11/9/2020). ‘Denda sudah dibayarkan pada tanggal 3 September 2020,” ungkap Rika.
Kementrian Sosial yang pernah dibubarkan Gus Dur telah menjadi sarang koruptor. Bantuan untuk rakyat ditilep dan untuk kemakmuran pejabatnya.
Tri Risma Harini yang menjabat kini menyatkan di akun instagramnya, telah menyelamatkan Rp.10 triliun duit negara akibat data ganda bantuan sosial di kementriannya.
Boleh jadi korupsi atas nama bantuan rakyat sudah melembaga di instansi yang satu ini.
KITA sama sama tahu, ada tiga kejahatan besar sekaligus ancaman nyata bagi NKRI, 50 tahun terakhir yaitu Korupsi, Narkoba dan Terorisme. Semua sudah digolongkan sebagai kejahatan luar biasa.
Semuanya terjadi karena, antara lain, pengadilan menghukum ringan mereka. Karena penegak hukum lembek dan korup! Jaksa dan hakim mudah disogok. Pengacara dan panitera menjadi pengatur sogokan. Bagi bagi hasil korupsi.
Para penegak hukum dan aparat merosot moralnya karena atasan mereka korup. Pejabat dan politisi korup. Sehingga bawahan dan masyarakat ikut meniru.
Krisis politik di Afganistan yang mengakibatkan eksodus rakyatnya ke luar negeri – sedang jadi sorotan dunia hari hari ini – terjadi, karena tentara kehilangan moral dan keyakinan bisa memenangi perang melawan Taliban. Karena pimpinan mereka korup.
Presiden Afganistan Ashraf Ghani kabur membawa uang bermobil mobil dengan dalih menghindari pertumpahan darah – tapi sebenarnya hilang nyali untuk berhadapan dengan militansi kaum radikal yang sudah tercuci otak hidup dan mati.
Para penegak hukum, ketahuilah, negara ini bisa rusak, NKRI bisa pecah, bila hukum tidak ditegakkan. Bila koruptor dihukum ringan.
Apa yang dilakukan majelis hakim Tipikor Jakarta kepada politisi PDIP Juliardi Batubara kemarin itu sudah benar.
Semoga hakim hakim di pengadilan lain memberikan vonis yang sama kerasnya kepada para pelaku koruptor umumnya, selain kepada bandar narkoba dan teroris.
Semoga di pengadilan lebih tinggi memberikan dukungan, sehingga tak ada kesan sandiwara hukum. Vonis di Pengadilan Negeri tegas dan keras – sedangkan di Pengadilan Tinggi dan di Mahkamah Agung merosot. Dapat diskon. Tak ada efek jera bagi koruptor. Menjadi drama hukum yang menipu rakyat, dan berurat berakar serta melembaga selama ini.
Ketahuilah para penegak hukum, rakyat menyaksikan. ***