Panci

Panci adalah sesuatu yang unik di dapur kita khususnya atau di ranah perkulineran Indonesia pada umumnya


Di dapur kita, tentu ada banyak perkakas yg fungsinya untuk memasak dan menikmati sesuatu yang sudah dimasak. Peralatan makan seperti piring dan ‘rekan-rekannya’, sendok dan garpu misalnya. Di kebudayaan lain biasanya ‘rekan-rekan’ piring masih ditambah dengan pisau untuk memotong daging. Dalam bahasa Inggris sendok disebut spoon. Entah kenapa di bahasa Betawi jadi: tesi. Orang Betawi juga menyebut porok untuk: garpu. Itu pasti ‘dicomot dari bahasa Inggris: fork. Tapi…tesi ?

Piring, sendok, garpu, gelas, cangkir, teko, baskom, talenan, pisau, kuali, celemek, adalah perkakas yang ‘menggiring’ benak kita langsung ke arah: dapur.

Kembali ke panci. Panci adalah sesuatu yang unik. Mulai dari bentuk, ukuran, bahan dasar, posisi dan kegunaannya.

Dulu, ibu atau kakak perempuan kita -jika sejarang, sekarang istri- jika sedang tak jauh dari sekitar dapur, sedang meracik sesuatu untuk dimasak, ketika memerlukan sesuatu di dapur tak terjangkau tangan, sesuatu untuk wadah, maka akan berteriak meminta tolong kepada kita. Jika itu: sendok, garpu, piring atau pisau, kita tak akan bertanya lagi. Tapi jika dia berteriak: “Tolong ambilkan panci”. Naah, barulah ada pertanyaan lanjutan yang kita sodorkan. Kita pasti membutuhkan bertanya lebih spesifik: panci yg mana?

Panci, memang unik. Dalam bahasa Inggris disebut pot atau saucepan. Mungkin dari ‘pan’ itulah kita menyebut panci. Sebab jika kita mencomot dari kata ‘pot’,…kok kita malah berfikir ke hal lain,…knalpot atau…hiiii…pispot.

Ukuran panci beragam. Mulai dari setengah liter, 1 liter, 2, 3, 4,…terus sampai 10 liter. Jika di atas 10 liter kita akan menyebut: ember. 100 liter kita tak lagi menyebut panci, atau ember,…tapi mungkin…drum.

Bahan dasar panci, atau panci bisa terbuat dari logam, alumunium, stainless, tembaga, seng, melamin, enamel atau terakota. Tapi jika dari bahan terakota, bukan disebut panci, tapi belanga.

Orang Melayu, sebagian orang Jawa, India, Pakistan dan Srilangka menggunakan belanga sebagai panci untuk memasak. Konon, memasak dengan wadah terakota -apalagi- dengan pemanasan menggunakan tungku dan bahan bakar kayu, masakan akan lebih mak’nyuusss.

Orang Sumatra pada umumnya atau Sumatra Barat khususnya (lebih khusus lagi), ibuku dulu, menanak nasi di atas panci terbuat dari bahan dasar pelat besi tebal, kuat sekali yang disebut periuk. Periuk umumnya berkapasitas 2-3 liter. Tak bertangkai atau ‘berkuping’ seperti umumnya panci alumunium atau tembaga. Periuk berbentuk cantik, diberi semacam ring besi, sebagai alat alat untuk mengangkat, menenteng seperti ember. Mungkin dari sana, lalu ada ungkapan ‘periuk nasi’, sebagai perumpamaan untuk mata pancarian.

Panci, serbaguna. Selain untuk memasak, jika darurat, juga bisa digunakan sebagai…gayung untuk mandi. Tapi gayung -apalagi jaman sekarang- terbuat dari plastik. Sementara panci tak ada. ‘Kan digunakan untuk memasak?. Atau jika ada juga panci yang terbuat dari plastik, digunakan sebagai wadah makanan matang, kita menyebutnya rantang. Tepatnya rantang susun.

Panci, pada umumnya tidak diletakkan di atas meja makan seperti piring. Sayuran, tumisan atau gulai, setelah dimasak di panci, jika ingin dihidangkan di meja makan biasanya masakan matang dipindahkan ke dalam wadah lain. Seperti piring besar agak cekung, mangkuk besar berbentuk oval. Orang Minang menyebut piring cambung.

Apakah panci bisa sakit?

Wah, kalok panci pantatnya hitam, gosong atau bocor sih ada.

Tapi…panci sakit, belum pernah dengar. Mungkin perlu klarifikasi. Wuiiih,…klarifikasi. Kata ini belakangan kerap terdengar.

Klarifikasi…terdengar sangat intelek, elit dan sangat sekolahan, bukan?…


Ilustrasi: “panci”…(aku gambar tadi malam, akrilik di kertas bekas kalender, 40x30cm)

Aries Tanjung

Pembeli Adalah Raja

Ditetapkan Sebagai Tersangka Meme, Roy Suryo Sakit