Pandemi itu jalan menuju resesi. Ujian berat bagi kita untuk menyikapinya agar tidak jatuh dan terpuruk.
Pandemi itu tidak hanya menguras pikiran dan enegi, tapi bahkan mampu memorakporandakan sendi-sendi ekonomi. Hal itu yang harus segera diatasi agar kita segera ke luar dari badai resesi.
Bukan hal yang mudah di saat ekonomi sulit, banyak perusahaan gulung tikar, dan jumlah pengangguran terus bertambah. Kita juga tidak cukup sekadar bertahan, melainkan kita harus berani mencari jalan ke luar dan solusi.
Pertanyaannya, kita harus berbuat apa dan bagaimana?
Diam, menunggu, dan tidak berbuat apa-apa itu yang sering kita lakukan, jika menghadapi masalah.
Kebiasaan kita yang kagetan, grogi, dan menunda untuk menentukan sikap, membuat masalah itu tidak segera terurai, sebaliknya menjadi semakin sulit dan rumit. Lebih suloyo lagi, jika kita mudah mengeluh dan putus asa. Kita lalu stres dan sakit, karena dibebani masalah yang semakin berat itu.
Berbeda hasilnya, jika kita terbiasa bersikap tenang, berpikir jernih, dan selalu bersyukur. Seberat dan serumit apapun masalah itu tidak membuat kita grogi atau berkecil hati.
Dengan berpikir jernih, kita melihat akar masalah. Kita tidak fokus pada masalahnya, tapi kita mencari jalan ke luar dan solusinya.
Dengan selalu bersyukur, kita menjadi pribadi yang sabar, tabah, dan tangguh.
Begitu pula saat kita menghadapi pandemi panjang seperti saat ini.
Di balik pandemi dan resesi, ada peluang bisnis yang tersembunyi. Dan, ketika bersyukur sebagai gaya hidup, tak ada masalah yang tidak terpecahkan. Sebesar apapun masalahnya, kita mempunyai Allah yang Maha Besar. (MR)