Seide id -“Jangan pernah menyerah. Nasib seseorang itu ditentukan oleh diri sendiri. Kita yang harus berjuang untuk mengubahnya agar hidup ini bermartabat.”
Ingin hidup bermartabat itu yang memotivasi Sudarjo nekat merantau, meninggalkan desanya di Boyolali, 1989, untuk mengikuti jejak kakaknya.
“Kerja apa saja saya jalani, yang penting halal,” ungkap Sudarjo saat ditemui di rumahnya di bilangan Joglo. Ramah, bersahaja, dan sederhana itu penampilannya, meski pun ia telah sukses.
Pengalaman pahit awal bekerja di konfeksi membuat ia yang jebolan es-de ini, sadar akan tanggung jawab. Ia salah menjahit celana. Sehingga harus menggantinya. Gaji mingguannya pun dipotong oleh bos.
Ia lalu ke luar dari tempat kerjaan, untuk jualan sayuran di pasar mengikuti tetangga kampung.
“Sebenarnya jualan sayuran di pasar itu untungnya lumayan, tapi bekerjanya malam hari. Hal itu yang membuat usaha itu lalu saya tingggalkan. Saya jualan kue kering ke luar masuk kampung,” ungkapnya.
Ia jualan menggunakan gerobak tradisional, bukan yang dikayuh atau bermotor, melainkan yang didorong!
Awal perjuangan yang berat, tapi dijalaninya dengan tabah dan pantang menyerah. Kegigihannya itu akhirnya berbuah manis, ketika ia berhasil masuk ke perumahan Puri Indah, Kembangan, Jakarta yang tengah dibangun. Jualannya laris manis.
“Saya lalu kontrak kios untuk pengembangan usaha. Kios itu dijagai istri,” jelasnya yang pernah ngojek motor di pasar Ciledug ini. Dari pernikahannya dengan Sri Wahyuni, 1995, itu mereka dikaruniai 2 anak, puteri dan putera.
Setia menekuni profesi, bertekun, dan atas ridho-Nya, pelan tapi pasti usahanya makin berkembang.
Memandirikan Karyawan
Hal yang menarik dan penting untuk diungkap dari sukses usaha Sudarjo adalah, motivasinya yang ingin mengentaskan karyawannya agar hidup mandiri dan sukses.
Karyawan itu ditawari membuka toko snack eceran. Modal dibantu dan kue keringnya dipasok. Jumlah outlet yang lebih dari 50an itu diajak untuk arisan bulanan. Tujuannya, selain untuk silaturahmi, yang memperoleh arisan disarankan membeli rumah, ketimbang kontrak (arisan tahun 2009, di mana harga rumah perpetak berkisar 60-90 juta).
“Dari rezeki untuk keluarga saya itu, juga ada rezeki yang Allah titipkan untuk orang-orang kurang beruntung,” kata laki-laki dermawan yang kelahiran 1973 ini menutup pembicaraan.
Mas Redjo