HUMOR PASUTRI: Resep Istri Tertawa

DUDUK BERDUA

Oleh HARRY TJAHJONO

KETOMBEmemang menjengkelkan. Tapi, ketombe pula yang ternyata berhasil membuat Dona tertawa selama lebih dari dua minggu. Padahal, semenjak usia perkawinan Dona-Doni menginjak tahun ke-15, Dona lebih sering cemberut. Lebih sering nyap-nyap.

            Maklumlah, siklus kenaikan gaji Doni terus berpacu dan jelas selalu ketinggalan dengan laju meningkatnya kebutuhan hidup. Apalagi selama hampir dua tahun terlibas pandemi Covid-19, beban yang ditanggung Dona semakin bikin uring-uringan.  Sebagai ibu rumah tangga dengan dua anak, Dono-Dini, yang sepenuhnya menggantungkan nafkah cuma dari suami, beban pikiran Dona saya tentu tambah jadi berat. Maka, maklumlah jika Dona lebih sering cemberut.

Boni bahkan pernah merasa bersalah karena tak bisa menjadi suami yang mampu membelikan perhiasan emas, gaun keluaran butik, apalagi mengajak istri melancong ke luar negeri. Diam-diam Doni sering menyesali nasib dan mengadu pada diri sendiri: “Oh, mengapa saya bukan suami yang punya gaji sangat besar, atau terlahir sebagai keturunan orang kaya?”

Namun, berkat ketombe, Doni berhasil membuat Dona tertawa (dan mudah-mudahan juga bahagia) selama dua minggu. Ceritanya begini:

Setahun setelah menikah, kepala Doni langsung berketombe. Segala daya sudah dikerahkan untuk mencari penyembuhan. Memakai macam-macam shampo antiketombe, sudah. Ke dokter,sudah. Tapi ketombe tetap membandel.

Menurut seorang teman, Budiman, ketombe ada hubungannya dengan beban pikiran.  “Pria yang sudah menikah cenderungan berketombe. Beban pikrannya jadi tambah banyak. Berbeda dengan yang masih bujangan, yang pikiran dan gerak hidupnya lebih bebas,” katanya.

Mungkin benar. Tapi, apakah gara-gara ingin tidak bertombe saja orang lantas tidak menikah?  Atau bagi yang sudah menikah harus bercerai? Ketika kemudian beban ekonomi rumah tangga kian berat, usaha memberantas ketombe itu  makin berkurang akibat terbentur masalah biaya. Sebab, Doni tak ingin mengurangi jatah nafkah istri hanya untuk membeli shampo antiketombe. Akibatnya, kulit kepala jadinya menjadi lebih tebal karena dilapisi ketombe. Hari ini keramas dan digaruk, besok sudah menumpuk.

Sebagai jalan keluar yang mudah dan irit, Doni berpaling pada cara tradisional: gundul! Dengan menggunduli kepala sampai pelontos, tentu bisa dilakukan pengobatan secara lebih efektif. Misalnya, diolesi air rendaman daun kangkung. Atau digosok dengan buah mengkudu ranum yang baunya sengit itu.

Begitulah. Pulang kantor, saya mampir ke tukang cukur dan minta digundul. Ketika tiba di rumah dalam keadaan pelontos, Dona-Dono-Dini kaget!

“Habis kena razia? Ditangkap polisi?” tanya Donasaya was-was.

Saya jelaskan masalah dengan sabar, sehingga kekagetan istri dan anak saya berganti tawa.

“Papa culun,” kata Dono.

“Lucu!” kata Dini.

“Iya, lucu bingit…,” sahut Dona terpingkal-pingkal.

Doni tidak sewot, malah merasa senang dan bahagia. Karena berada di dekat anak dan istri yang tertawa gembira, sungguh merupakan obat lelah yang manjur lagi murah.

Malamnya, bahkan setiap malam selama dua minggu penuh, saat berduaan di tempat tidur, Dona sering tertawa secara tiba-tiba.

“Kenapa?” tanya Doni saat melihat istrinya cekikikan menahan tawa.

“Kalau gundul begitu, kepalamu mengkilap mirip semangka,” kata Dona sambil tertawa lepas.

Malam berikutnya, Dona tertawa lagi sambil bilang, “Saya merasa tidur dengan buah melon….”

Malam berikutnya, setelah rambut Doni mulai tumbuh sepersekian mili, istri saya tertawa dan nyeletuk,”Mirip buah pear.”

Kelak, setelah rambut saya tumbuh sekitar dua sentimeter, istri saya tentu akan menyangka kepala Doni seperti buah duren. Tak apa. Doni justru merasa bahagia. Sebab, sudah lama Doni tidak pulang kantor sambil membawa oleh-oleh bua-buahan. Maklum, harga buah sungguhan tak terjangkau isi kantong.

Selain itu sambil tiduran, Dona juga pernah bertanya  geli, ”Lho ternyata kamu pitak, ya?”

“Ya. Ini peninggalan masa kecil saya. Akibat kejedot daun jendela,” kata Doni menjelaskan asal usul pitak itu.

“Syukurin!” kata Dona, tertawa gembira.

Pendeknya, semenjak Doni gundul, Dona jadi sering tertawa. Itu membuat Doni merasa bahagia. Bahkan lantas terlintas pikiran, kelak Doni akan gundul lagi.  Tidak plontos. Tapi, separo gundul, separo lagi ada rambutnya. Dengan penampilan seperti itu, Dona tentu akan makin sering tertawa (dan mudah-mudahan) bahagia.

Satu-satunya hal yang terasa kurang sreg setelah gundul, hanyalah bila Dona- Doni berhubungan intim. Tak seperti biasa, selama Donia gundul, jika berhubungan intim Doni minta lampu dipadamkan. Sebab, Doni tak ingin Dona mendadak tertawa pada saat aktivitas itu berlangsung.

Resep jitu membuat istri tertawa itulah yang kemudian Doni sarankan agar dilaksanakan Budiman, saat ia mengeluhkan tabiat istrinya yang gemar cemberut akibat menanggung beban tekanan ekonomi rumah tangga.

Budiman menjawab, “Kalau saya gundul, istri saya mungkin memang akan sering tertawa. Tapi bagaimana dengan Dewi?”

“Dewi siapa?” tanya saya heran. Sebab, setahu saya, nama istri Budiman adalah Budiwati.

            “Dewi itu lho…, the other woman gue, yang sangat mengagumi rambut ikal gue,” kata Budiman santai.

            “Oo….” *

Avatar photo

About Harry Tjahjono

Jurnalis, Novelis, Pencipta Lagu, Penghayat Humor, Penulis Skenario Serial Si Doel Anak Sekolahan, Penerima Piala Maya dan Piala Citra 2020 untuk Lagu Harta Berharga sebagai Theme Song Film Keluarga Cemara