Saya heran-seherannya, di mana sulitnya untuk bicara terus terang dan jujur. Padahal dengan berkata,
bersikap jujur, dan apa adanya itu membuat dada ini serasa plong. Hidup tanpa beban itu nyaman.
Anehnya, saya pernah dikomplain, bahwa berperilaku jujur itu dibilang cenderung kaku dan tidak ada basa basinya.
“Basa basi itu bau, Bro. Lamis. Kita tidak perlu kamuflase, pakai topeng, atau bermanis-manisan. Padahal hati ini menyimpan iri, benci atau dendam,” kilah saya sambil terbahak. “Dengan ngakak begini, wajah saya tidak seriusan dan kaku, kan?!”
Padahal, berkata terus terang dan jujur itu tidak lukai hati. Faktanya, mencari pribadi yang jujur itu sulit. Buktinya, banyak di antara kita yang bersikap tidak jujur, sehingga permalukan diri.
Orang pinter yang keblinger. Kaum cerdik pandai yang mentuhankan diri. Bahkan, ketika pacaran kita biasa menyembunyikan kekurangan diri di hadapan pacar. Kenapa malu bersikap jujur?
Bersikap jujur itu tidak mengenal kata terlambat. Tapi harus diniati dan dilatih sejak saat ini. Bersikap jujur itu tidak sulit, asalkan kita miliki komitmen, konsisten, dan harus dihidupi sepanjang hidup ini.
Dengan bersikap jujur, baik lewat pikiran, kata, dan tindakan berarti kita tidak menipu diri sendiri dan orang lain. Katakan ya, jika hal itu benar. Katakan tidak, jika itu salah. Lebih daripada itu datangnya dari si jahat.
Sekiranya kita tidak mau dikatakan jahat, ya, kita juga jangan memilih abu-abu. Orang yang bersikap abu-abu itu cenderung egois, cari amannya, dan plin plan.
Bersikap terbuka, terus terang, dan jujur itu harus dihidupi dan dijadikan kebiasaan baik dalam keluarga. Kebiasaan baik yang didisiplinkan dalam keseharian agar semangat hidup jujur terus bertumbuh, dan mengajar kuat di hati.
Bersikap jujur pada diri sendiri juga modal utama kita untuk melihat kekurangan dan kelemahan diri agar kita mudah memperbaiki diri untuk berkembang ke arah yang baik, dan lebih baik lagi.
Berani jujur itu hebat!
Foto : Pixabay