Kejanggalan yang Telanjang dalam Adu Tembak Bharada Vs Brigadir di Rumah Dinas Polri

Brigadir Joshua - Irjen Pol Ferdy Sambo

Brigadir Joshua (kiri) tewas dalam peristiwa adu tembak di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo. Bagaimana bisa seorang yang berpangkat rendahan (Brigadir) nekad datang ke rumah atasannya yang berpangkat jendral bintang dua untuk melakukan pelecehan? Dugaan saya, kalau benar terjadi pelecehan, sangat mungkin ada prakondisi. (Foto: Ist.)

Penulis: Syah Sabur

SAYA bukan ahli kriminologi, bukan ahli hukum, juga bukan ahli masalah kepolisan. Apa yang saya tahu tentang ketiga hal itu hanyalah serba sedikit, sejauh yang saya baca sedikit di sini, sedikit di sana. Tapi, pikiran saya tergelitik membaca penjelasan polisi tentang kasus polisi tembak polisi yang terjadi di rumah (singgah) Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Mabes Polri, Irjen Pol. Ferdy Sambo.

Sebagai orang awam, saya merasa ada beberapa kejanggalan yang sangat telanjang dalam kasus yang merenggut korban Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan, sebelumnya mengatakan bahwa peristiwa berdarah ini terjadi di rumah Kadiv Propam antara Brigadir J dengan Bharada E pada Jumat (8/7/2022) sekitar pukul 17.00 WIB.

Menurut Ramadhan, Brigadir J diduga melakukan pelecehan dan menodongkan pistol kekepala istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi,  di  dalam kamar pribadinya. Namun tidak ada penjelasan, pelecehan seperti apa yang dilakukan.

Saat istri Ferdy berteriak, Brigadir J panik dan keluar kamar. Bharada E yang ada di lantai atas menanyakan soal teriakan itu. Namun, Brigadir J mengeluarkan tembakan sehingga terjadi aksi saling tembak yang menewaskan Brigadir J.

Nekad Melecehkan

Pertanyaan pertama, bagaimana bisa seorang yang berpangkat rendahan (Brigadir) nekad datang ke rumah atasannya yang berpangkat jendral bintang dua untuk melakukan pelecehan? Dugaan saya, kalau benar terjadi pelecehan, sangat mungkin ada prakondisi.

Prakondisi ini macam-macam, bisa bersifat resiprokal (saling mempengaruhi). Tapi bisa jadi, tanpa dipengaruhi atau dipancing, sang Brigadir punya perasaan khusus dan merasa syur setelah dua tahun menyopiri istri bosnya.

Putri Chandrawati, dokter gigi, isteri Irjen.Pol Ferdy Sambo. Kunci kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Joshua di komplek Polri Duren Tiga – Pancoran, Jakarta Selatan . foto ist

Sebab, rasanya aneh, tidak lazim, janggal ada seorang Brigadir sengaja mendatangi rumah jendral untuk melecehkan istrinya tanpa ada prakondisi. Apalagi dia tahu betul bahwa rumah sang jendral dijaga polisi.

Untuk melakukan pelecehan terhadap istri boss aat berdua di mobil saja perlu nyali yang sangat besar apalagi melakukannya di kamar pribadi sang jenderal. Perilaku seperti itu sangat mungkin jika (terduga) pelaku pelecehan sedang mabuk berat, baik mabuk minuman /obat atau mabuk cinta sehingga dia kehilangan kontrol.

Polisi Terlambat

Pertanyaan kedua, masih kata polisi, peristiwa terjadi Jumat sore 8 Juli 2022 namun baru diumumkan hari Senin. Apa yang dilakukan polisi pada Jumat sore hingga Sabtu dan Minggu? Menanggapi hal itu, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Budhi Herdi Susianto mengatakan, peristiwa tersebut tidak segera disampaikan ke media karena saat itu awak media tengah fokus meliput seputar perayaan Idul Adha.

Ini juga sangat janggal; polisi menunda tiga hariuntuk mengumumkan peristiwa yang sangat penting hanya dengan alasan media sedang focus meliput Idul Adha. Sebeb, selama ini, polisi tidak mengenal waktu untuk menyampaikan peristiwa penting ke media, tak peduli hari kerja, weekdays atau weekend, siang, pagi maupun malam.

Selama ini polisi juga tak peduli apakah hari libur keagamaan atau hari libur nasional saat ada informasi penting untuk media. Maka, lagi-lagi pertanyaanya, mengapa kali ini polisi mengabaikan kecepatan dalam menyampaikan informasi yang sangat penting?

Yang juga menjadi pertanyaan, bagaimana duel tersebut akhirnya menewaskan Brigadir J? Apakah Bharada E sama sekali tidak tertembak dan tidak mengalami luka serius?

Memang polisi beralasan, Bharada E yang disebut jago tembak  memiliki keuntungan karena posisinya di atas. Pertanyaannya, apakah Bharada E terlindung tembok sehingga tak satu pun peluru Brigadir J mengenainya.

CCTV Mati

Kejanggalan lain, mengapa seluruh CCTV di rumah Sang Kadiv Propam dibiarkan mati selama dua pekan. Padahal bagi orang yang bekerja di institusi kepolisian, CCTV merupakan sarana standar untuk pengamanan, apalagi untuk rumah pejabat tinggi polisi di bidang yang strategis.

Ada juga keanehan yang disampaikan ayah Brigadir J, Samuel Hutabarat. Sebelum kejadian, Brigadir J dan keluarganya masih intens berkomunikasi. Namun tiba-tiba saja saat itu Brigadir J tidakbisa dihubungi. Semua kontak di keluarganya telah diblokir. Tidak berselang lama, mereka mendapat kabar bahwa Brigadir J telah meninggal dunia.

Pihak keluarga almarhum juga sempat tidak diizinkan untuk melihat atau membuka pakaian korban. Keluarga juga dilarang untuk mendokumentasikan kondisi Brigadir J saat pertama kali tiba di rumah duka.

“Awalnya kita dilarang, tapi mamaknya maksa mau lihat dan pas dilihat, saya langsung teriak lihat kondisi anak saya badannya lebam, mata kayak ditusuk dan ada luka tembak,” ujar Samuel.

Di luar berbagai kejanggalan tersebut, polisi juga harus member penjelasan yang meyakinkan dan ilmiah tentang adanya sejumlah luka di tubuhalmarhum, termasuk dua jari yang putus. Betulkah semua luka itu semata akibat pecahan proyektil peluru yang ditembakan Bharada E atau luka akibat senjata tajam seperti yang ada di pikiran banyak orang awam?

Semoga Tim khusus bentukan Kapolri yang  melibatkan Kompolnas maupun tim Komnas HAM yang bergerak independen bias menjawab berbagai kejanggalan di atas. Jangan biarkan public terus memelihara kecurigaannya.***

Avatar photo

About Syah Sabur

Penulis, Editor, Penulis Terbaik Halaman 1 Suara Pembaruan (1997), Penulis Terbaik Lomba Kritik Film Jakart media Syndication (1995), Penulis berbagai Buku dan Biografi