Api Abadi Mrapen ini pernah padam total pada September 2020. Yang kemudian hidup lagi dan penyalaan api awal dilakukan oleh Gubernur Ganjar Pranowo pada 20 April 2021. Ini semua berkat kerja keras Dinas ESDM, dalam wawancara di radio Idola Semarang, Agus Sugiharto ST MT Kepala Bidang Minerba selaku koordinator team
Oleh RIRIZ SENO
JAWA TENGAH wilayah utara, banyak menyimpan kekayaan wisata sejarah. Bila sekali waktu kita sampai Semarang, anda bisa meneruskan perjalanan untuk traveling ke arah timur, menuju kota Purwodadi lalu kemudian bisa terus lanjut ke Pati – Rembang atau ke Cepu – Tuban.
Di kota Purwodadi yang menjadi ibu kota kabupaten Grobogan, bila anda mengawali perjalanan dari Semarang, sekitar 40 kilometer kearah timur atau kisaran kurang satu jam perjalanan, anda akan membaca papan nama API ABADI MRAPEN, yang letaknya disebelah kanan jalan.
Obyek wisata Api Abadi Mrapen yang terletak di desa Manggarmas kecamatan Godong ini, mencatat sejarah yang panjang. Pada event olahraga Asian Games 2018 nyala api obornya, diambil dari Api Abadi Mrapen yang kala itu pengambilan nyalanya dilakukan salah seorang Menteri. Kemudian pada obor api Pesta Olahraga Ganefo 1 November 1963, juga di event Pekan Olah Raga Nasional (PON) serta di acara penyalaan obor saat upacara Hari Waisak bagi umat Budha di Jawa Tengah.
Namun demikian, Api Abadi Mrapen ini pernah padam total pada September 2020. Yang kemudian hidup lagi dan penyalaan api awal dilakukan oleh Gubernur Ganjar Pranowo pada 20 April 2021. Ini semua berkat kerja keras Dinas ESDM, dalam wawancara di radio Idola Semarang, Agus Sugiharto ST MT Kepala Bidang Minerba selaku koordinator team, “Semaksimal terus mengupayakan dengan team ESDM untuk menemukan dan menyalakan kembali Api Abadi Mrapen”. Dan finalnya, pada 20 April 2021 Api Abadi Mrapen itu menyala lagi, bahkan lebih besar dari sebelumnya.
Cerita sejarah yang sampai sekarang menjadi acuan masyarakat. Api Mrapen itu berawal saat rombongan ekspedisi dari Majapahit ke Demak yang dipimping oleh Sunan Kalijaga beristirahat disebuah hutan yang kini menjadi desa Manggarmas. Saat itu Sunan Kalijaga dengan rombongan untuk keperluan memasak berusaha mencari sumber air, ditancapkanlah tongkatnya kedalam tanah, setelah dicabut ternyata yang keluar adalah api yang membara. Namun tak lama kemudian, saat menancapkan tongkatnya yang kedua kali, lalu keluar sumber air yang letaknya tidak jauh dari sumber api.
Dari Mrapen, ke timur lagi sekitar 45 kilometer kita akan sampai ke makam Ki Ageng Selo yang terletak di desa Selo kecamatan Tawangharjo kabupaten Grobogan. Ki Ageng Selo yang dari cerita turun temurun mempunyai kesaktian menangkap petir, adalah keturunan langsung dari Raja Brawijaya. Dalam perkawinan Brawijaya dengan Wandan Kuning mempunyai keturunan Bondan Kejawan (Lembu Peteng), yang oleh Raja Brawijaya kemudian dititipkan kepada Ki Ageng Tarub (makamnya juga terletak di kecamatan yang sama Tawangharjo).
Bondan Kejawan kemudian jatuh cinta kepada Dewi Nawangsih, anak dari Ki Ageng Tarub, olehnya kemudian dikawinkan dan lahirlah Ki Ageng Getas Pendowo. Dari perkwainannya Getas Pendowo berputra diantaranya Ki Ageng Selo. Dalam perjalannya, Ki Ageng Selo yang seperti menjauhkan diri dari pusaran pemerintahan Kerajaan Demak ini menjadi jujugan para pencari ilmu linuwih, diantaranya adalah Joko Tingkir.
Ki Ageng Selo menikah dengan Nyai Bicak punya keturunan diantaranya Ki Ageng Enis, yang kemudian menurunkan anak bernama Ki Ageng Pemanahan. Semua yang pernah ke Jogja mengunjungi situs situs Mataram Islam, tentu tahu dan tak asing dengan nama Ki Ageng Pemanahan. Karena beliaulah ayah dari Danang Sutowijaya yang terkenal dengan Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram Islam.
Dalam sejarahnya, kerajaan Mataram Islam memulai masa kejayaan, setelah Joko Tingkir ya Sultan Hadiwijoyo raja Pajang wafat. Ditarik garis sejarah, hubungan antara Sultan Hadiwijoyo, Ki Ageng Pemanahan, Ki Juru Martani, Danang Sutowijoyo memang sangat terkait erat.
*Ririz Seno, penulis, pengamat dan praktisi seni budaya Jawa, alumni Universitas UPN Veteran Yogyakarta.