Ki Bambang Djojo Atmodjo bersama Andy F. Noya di acara PeSOnas
Seide.id – Eksistensi musik tradisional belakangan ini makin redup. Karena dampak globalisasi yang memberi ruang bagi budaya luar negeri masuk ke Indonesia.
Padahal, kesadaran untuk melestarikan musik tradisional sebagai warisan budaya itu sangat dibutuhkan.
Seni karawitan merupakan sebuah seni musik tradisional yang eksis di luar negeri seperti Amerika Serikat dan Inggris. Sayangnya, kurang mendapat perhatian di mata generasi muda masa kini.
Keberadaan ahli karawitan diperlukan untuk mendidik dan menghasilkan calon-calon pengrawi /niyaga yang diharapkan bisa melestarikan seni karawitan di Indonesia.
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah jumlah ahli karawitan yang mengalami kelangkaan.
Hal ini disebabkan oleh sedikitnya kuantitas ahli karawitan, jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan penduduk di Jawa
Sebagai contoh di Kudus. Ki Bambang Djojo Atmodjo adalah
maestro yang aktif melatih generasi muda untuk belajar seni karawitan.
Ia yang akrab disapa Bambang (60) ini mulai aktif mengembangkan kebudayaan di Kudus sejak 1980-an hingga saat ini.
Kepiawaiannya dalam dunia karawitan atau gamelan tidak diragukan lagi. Hampir semua sekolah di Kudus yang memiliki kegiatan ekstrakulikuler karawitan menunjuknya sebagai pelatih.
Belum lama ini, Ki Bambang Djojo Atmodjo terpilih menjadi pelatih karawitan bagi anak berkebutuhan khusus pada ajang PeSOnas di Semarang (4/7/2022), sebagai perwakilan SLB dari Kudus.
Alasan terpilihnya Ki Bambang Djojo Atmodjo sebagai pelatih karawitan dengan peserta anak berkebutuhan khusus yakni karena ia satu-satunya maestro karawitan yang memiliki kapasitas dan jam terbang tinggi dalam mengajar.
“Kendala dalam melatih anak berkebutuhan khusus itu tentu ada. Salah satunya, respon anak-anak itu dalam memahami instruksi yang saya sampaikan,” ujar Ki Bambang Djojo Atmodjo (18/7/2022).
Di samping itu, Ki Bambang juga menyebut aspek motorik sangat mempengaruhi cara anak memainkan alat musik gamelan. Tapi ia memahami kapasitas dan kemampuan mereka.
Di daerah tempat tinggalnya, Ki Bambang juga jadi penggerak aktivitas kebudayaan. Ia mendirikan komunitas “Kembang Sore” yang memilki program pelatihan kebudayaan seperti belajar seni macapat, tari dan karawitan.
Besar harapan Ki Bambang terhadap generasi muda, khusunya di Kudus agar senantiasa melestarikan budaya Jawa. Salah satunya dengan mengikuti pelatihan seni karawitan, sehingga lahir bibit-bibit maestro seni karawitan di Jawa.
Mbah Rogo Moyo, Maestro Rumah Adat Kudus Joglo Pencu Tumpang Songo