Kitab Bisa Sama, Manusia yang Berbeda

1
Seorang sahabat, sebutlah sebagai Si-Satu, membuat tulisan panjang pada 13 Juli 2021 dengan judul “Apakah Hidup Anda Cukup Bermakna?” Tapi, walaupun ada kata “Anda” dalam judulnya, tulisan itu tidak membahas orang lain melainkan dirinya sendiri.

Dengan mengutip beberapa ayat Quran di alinea pertama, sahabat saya itu sampai pada kesimpulan, bahwa tujuan Allah menciptakan “saya” adalah agar “saya” memberi makna pada hidup “saya”. Dan makna itu bertumbuh, lewat penciptaan kebaikan-kebaikan yang dilakukan “diri saya” pada sesama dan alam sekitar.

Dalam kolom komentar, beberapa teman menyebutkan bahwa tulisan sahabat saya itu sangat menginspirasi. Pada akhirnya saya melihat, ketika Quran digunakan sebagai “petunjuk”, ketika Quran dipakai untuk becermin, bisa tercipta pribadi yang menginspirasi.

2
Teman saya yang lain, sebutlah Si-Dua, juga cukup sering mengutip ayat Quran. Hal itu dilakukan ketika mengomentari berbagai keburukan yang terjadi di sekitar dirinya. Bagi teman saya yang satu ini, Quran itu luar biasa, karena secara tepat memotret keburukan dan kejahatan yang dilihatnya sehari-hari.

Lewat ayat Quran yang dikutipnya, dia menunjukkan keburukan-keburukan seorang pemimpin, sambil berbagi beragam cerita buruk. Dengan mengutip ayat Quran pula, dia menunjukkan keburukan lawan diskusinya, yang kadang disebutnya munafikun, dll.

Beberapa teman mengomentari balik komentar Si-Dua, kadang dengan kata-kata yang lebih buruk lagi. Pada akhirnya saya melihat, ketika Quran digunakan untuk “nunjuk nunjuk” orang lain, maka tercipta lingkaran setan kata-kata buruk dan cerita-cerita keburukan.

3
Fenomena ini tidak terlalu kentara sebelum ada media sosial. Fenomena ini adalah fenomena khas kehidupan, yang baru muncul dan disadari setelah ada media sosial seperti Facebook, Twitter, Whatsapp, dll. Mengapa?

Ketika belum ada medsos, tentu saja teman kita yang seperti Si-Satu atau Si-Dua sudah ada. Tapi ketika kita berhubungan sosial pertemanan dengan Si-Satu bersama teman lain, kita tidak terbiasa menyampaikan langsung ke Si-Satu: “Kata-kata Anda barusan sangat menginspirasi”. Reaksi kita hanyalah rasa nyaman ketika berada di dekatnya.

Demikian pula ketika Si-Dua hadir. Hanya terlintas selewat saja di pikiran kita, mengapa ya kata-kata Si-Dua sering nyelekit seperti itu. Kita lebih sering TIDAK memberitahukan, bahwa kata-katanya menyakitkan teman lainnya. Kalaupun suatu saat kita hendak mengkritiknya, eh ybs sudah tidak ada di samping kita. Dan ketika bertemu lagi, sudah hilang emosi marah yang mendorong kita untuk berkata.

Saya cukup sedih juga melihat teman saya yang seperti Si-Dua, karena beberapa teman lain menyerang dirinya, kadang dengan kata-kata yang tidak pantas dituliskan. Itulah dampak buruk media sosial. Seorang yang terbiasa menggunakan Quran sebagai “petunjuk”, akan memperoleh penguatan untuk menjadi semakin baik. Sebaliknya, seorang yang terbiasa menggunakan Quran untuk “nunjuk nunjuk” keburukan orang lain atau kelompok lain, akan merasa menghadapi dinding terjal untuk bertumbuh.

4
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Bagaimana kita bisa membantu Si-Dua, agar bisa memperoleh dukungan untuk menjadi lebih baik? Kadang Si-Dua hanya membutuhkan waktu saja untuk akhirnya bertumbuh menjadi pribadi yang menyenangkan, dan mampu menyumbang pada kebaikan. Kehidupannya di medsos, bukan membantunya, malah bisa menghancurkannya.

Pertama, kalau ada teman kita yang menuliskan kata-kata yang buruk, cobalah menahan diri untuk tidak menyerangnya. Tapi tidak juga meninggalkannya, karena ybs membutuhkan kita untuk bertumbuh ke arah yang baik, dan untuk menyelesaikan masalah dirinya.

Kalaupun ada kebohongan, pelintiran, hoaks, atau fitnah bersama kata-kata buruk yang disampaikannya, berfokuslah pada usaha meluruskan kebohongan itu, tanpa menyerang pribadinya. Tetaplah hargai dirinya sebagai manusia, yang pada dasarnya tetap punya fitrah kecondongan pada kebenaran, kebaikan, ketulusan, kejujuran, keadilan, dan keluhuran budi.

Setiap orang membutuhkan waktu untuk mencerna kebenaran. Berikan waktu itu kepada mereka. Setiap orang juga membutuhkan suasana yang nyaman untuk bertumbuh ke arah yang baik. Berikan suasana nyaman itu kepada mereka.

MAM

Avatar photo

About Muhamad Abdulkadir Martoprawiro