Mendengarkan Suara Alam – Menulis Kehidupan 329

Foto : Mollyroselee/pixabay

Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata ada relasi alamiah antara manusia dan alam lingkungan. Makluk hidup lain juga mempunyai kepekaan serta reaksi terhadap perilaku manusia.

Yang menjadi persoalan adalah apakah manusia masih peduli pada alam lingkungan, masih mau mendengar suara alam dan tanda-tanda lainnya. Tanda seperti suara burung malam, reaksi tumbuhan hutan, juga suhu udara pada tempat dan waktu tertentu. Ketika ada yang istimewa, di luar dari kebiasaan normal, ada suara makluk alam seperti Burung Malam berteriak histeris, maka perlu ada kepedulian manusia. Mencoba berefleksi atas suara alam itu, saya tuliskan dalam sajak:

Burung Malam dan Cahaya Purnama

Coba kuikuti langkah purnama
Sambil kagumi pesona wajahnya
kami berkelana susuri gulita
menjelajah padang gunung lembah
menyusuri pasir pantai samudera
Dan
saat lintasi pasir pantai
Langkah kami tertahan
kawanan burung malam berarak
sambil berteriak histeris
sedang lara derita menangis
merobek keheningan malam
menuju perkampungan dan dusun

Debur ombak bercerita bahwa
rintihan histeris burung malam
Karena
saksikan mayat bergelimpangan
akibat banjir bandang melanda
Karena
mabuk darah mengalir
dari aneka pembunuhan kejahatan
Karena merebaknya bunuh diri
dalam kebingungan akan nasib
Karena
kengerian akan bencana kelaparan
yang sedang melanda dunia
“Mereka prihatin dan sedih
hendak mengingatkan manusia
ingin sadarkan segenap insan
akan brutalnya tingkah perbuatannya
yang semakin lupa hakekatnya”

Lalu,
Kubisik tanya pada purnama
mengapa wajahmu penuh pesona
mengapa engkau tenang saja
Saat dengar cerita ombak
Ketika saksikan jerit histeris
kawanan burung malam menangis
Dan
tak terduga kudapat jawaban
“Tanyakan pada diri pribadimu
Tanyakan pada sesama saudaramu
Tanyakan pada tokoh agamamu
Tanyakan tokoh adat budaya
Tanyakan pada pejabat negaramu
Tanyakan pada pemilik senjata
Tanyakan pada para politisi
Tanyakan pada para pebisnis
Tanya pada para jurnalis
Tanyakan para cerdik pandai
Mereka semua tahu jawabannya”

Karena kebingungan
kuberpisah dan pulang saja
Kukembali ke pondok nalarku
kuajak rasa dan pikiran
duduk ceritakan jawaban purnama
tentang jeritan burung malam
Dan
masih terdengar menyeramkan
suara rintihan kawanan burung malam
melintasi kampung dan dusunku
Menyobek keheningan malam
menyibak pesona indah purnama

Kisah keresahan alam
Cerita duka lara insani
gejolak dinamika zaman ini
dan berbagai banjir informasi
Semakin menguras pikiran
Terus menghantui rasa
Sungguh menggugat hati nurani
menghentak iman diri pribadi
“adakah Tuhan dalam jiwaku
masikah berarti ajaran agama
dimana kearifan para leluhur
Masihkah kasih sayang persaudaraan bersemi dan membias
Apa yang menjadi andalanku
menghadapi fakta tantangan zaman”

Aku larut bersama gulita
antara pesona wajah Purnama
dan jawaban tak terduganya
Dengan
histeris teriakan burung malam
dan aneka informasi fakta
tentang tantangan zaman ini
seperti yang diceritakan ombak
Lalu,
kubertahan melewati malam
dengan secercah keyakinan diri
‘Besok fajar masih bersinar
Udara masih dapat kuhirup
Nafasku kini masih berdesah
Jantungku masih boleh berdebar’

Kurangkai sebait doa pribadi
“Kepada-Mu Sang Pemilik Semesta
Sempirnakanla keyakinan dan imanku
agat dapat lakukan terimakasih
selalu mampu untuk bersyukur
kepadaMu Sang Pemilik Kehidupan
Karena
tak mampu aku mengatur
keputusan diri pribadiku
apalagi sesama saudaraku
Kasihanilah kami semua umat-Mu
tuntun kami lakukan kehendakMu”

Menyadari Kehadiran Manusia di tengah Alam Semesta – Menulis Kehidupan 327