Foto : Pixabay
Konon, seorang maharaja hendak berkeliling ke seluruh pelosok negeri untuk berjumpa dengan rakyatnya.
Namun, saat sang maharaja berjalan beberapa langkah, kakinya terantuk dan terluka.
Maka, diperintahkannya agar semua jalan di dalam wilayahnya harus segera dilapisi dengan kulit sapi terbaik.
Ketika program siluman itu baru saja digulirkan, ternyata ada seorang yang paling bijaksana di dalam negeri itu menghadap sang maharaja dan berkata:
“Wahai Paduka, mengapa Paduka harus membuang banyak biaya, cukuplah menyiapkan dua potong kulit sapi untuk melapisi telapak kaki Paduka raja.”
Saudara, konon sejak itu, dunia pun mulai membudayakan memakai “alas kaki” alias “sandal.”
Saudara, sisi filosofi yang ditimbulkan lewat kisah ini, bahwa “agar dunia ini menjadi tempat yang nyaman, maka sang manusia itu harus rela mengubah “cara pandangnya,” (mindset), dan bukan dengan mengubah dunia.
Ternyata, misteri terbesar “kemalangan sang manusia” di jagad hidup ini, justru di saat sang manusia tidak rela melepaskan topeng mindsetnya, cara pandangnya, paradigma lamanya.
Permasalahan laten di atas bumi maya ini, yang senantiasa menggerogoti hidup dan kehidupan manusia, ialah “sikap ketakrelaan” sang manusia untuk ikhlas “mengubah paradigma berpikirnya, mindsetnya, cara pandangnya.”
Kita selalu doyan untuk membuang “peluang emas,” hanya dengan rajin membuka keran “mengeluh, menggerutu, mengutuki” pihak lain serta aspek sikon, hanya karena kepicikan kita. Dan pada saat yang sama, kita pun beramai-ramai erat merangkul “sang mindset” kita.
Mindset, oh sang mindset, mengapa engkau senantiasa sudi memenjarakan sang manusia di bawah ketiak kekerdilanmu!
Kediri, 26 November 2022