Catatan akhir tahun 2021
Gadis kecil penjual bunga itu menerimanya (2000 rupiah yang disodorkan si orang muda), tetapi bukan untuk disimpan melainkan diberikan kepada pengemis yang duduk didekatnya. Tak disangka, uang itu ditolak oleh pengemis itu. Gadis itu kaget. Mengapa om?
Apa yang ada dibenak pengemis itu dan mengapa ia menolak uang dari si gadis kecil itu?
Dari banyak jawaban yang saya terima, yang umumnya memberi argumen si gadis kecil lebih membutuhkan, ada satu jawaban yang sangat berbeda.
Ini yang ada dibenak orang yang tampil seperti pengemis itu :
” I know how it feels hidup jadi keluarga mepet miskin. Saya berasal dari desa yang mencari peruntungan kerja di kota. Bapak ibu saya dulu kawin muda, pendidikan rendah. Di usia muda, bapak pindah kerja ke Jakarta, jadi penjaga gudang. Sebulan sekali pulang. Kami tetap tinggal di kampung bersama ibu dan dua adikku.
Kondisi mepet miskin keluargaku membuatku tidak cukup terdidik, aku tumbuh dewasa dan akhirnya menikah seolah mewarisi kondisi mepet miskin keluargaku itu.
Bersama teman senasib, aku mengembara ke jakarta, bekerja di PT Multi Bangun Abadi sebagai tukang gali tanah, untuk kabel listrik atau tilpon.
Saat ini , tanggal 30 desember 2021, saya sedang duduk di emperan toko, menunggu jemputan untuk bersama teman pulang kampung.
Benar saya miskin, pekerjaan membuatku tampil kumuh, tetapi saya bukan pengemis. Saya bekerja keras agar anakku di kampung bisa makan cukup, tumbuh sehat, sekolah yang pintar dan tidak sampai di jalanan seperti gadis kecil penjual bunga ini.”
Hidup adalah sebuah perjalanan. Tetapi tidak cukup hanya dijalani. Harus diperjuangkan agar perjalanan itu membuat kita bahagia, walaupun tidak mudah.
Jemputan sudah datang. Permisi dulu. Selamat Tinggal 2021 yang penuh kenangan. Selamat Datang Tahun Baru 2022. Wishing you all the best.
Salam sehat dan tetap setia berbagi cahaya. (Jlitheng).