Jika anda pernah belajar sedikit saja tentang budaya Jawa, anda akan mengerti betapa sejarah Jawa dipenuhi oleh simbol dan gambar naga. Lihatlah bangunan-bangunan, rumah dan pintu gerbang, bahkan patung-patung naga di warisan budaya Jawa. Naga dianggap sebagai penyangga bumi. Itu sebabnya dianggap simbol yang baik. Banyak kisah dan dongeng tentang Naga ini.
Syahdan, doeloe, di Pancala Utara, sebuah negeri yang makmur sentausa, Sang Raja dikenal sebagai pemimpin yang penuh welas asih. Kerajaannya damai, harmonis. Melihat ini semua, seekor Naga tertarik datang dan tinggal di danau dekat istana sang Raja. Kehadiran Naga menjadi lebih baik. Ladang-ladang sekiar keerajaan dialiri air dengan baiknya.
Polemik Patung Naga: Menunggu Keberanian PKS Mengajari Rizieq Cs
Melihat ini, irilah RajaPancala Selatan. Raja memberi hadiah siapapun yang mampu membawa naga ke Kerajaan Pancala Selatan. Seoang dukun tertarik hadian dan mulai mengirim mantra kepada Sang Naga yang merasakan mantra itu dan sulit membebaskan diri. Seperti dililit seluruh tubuhnya.
Seorang pemburu, Halaka yang tinggal dekata danau, melihat naga dalam kesulitan dan membebaskannya. Sebagai imbalan, Sang Naga memberinya kemampuan ajaib, Pemburu itu akan selalu memperoleh mangsanya.
NAGA CANDI BOROBUDUR
Jika anda seorang yang mencintai negeri ini dan pernah menapaki Candi Borobudur, akan melihat pahatan tentang naga itu yang membuka kisah angeran Sudhana dan Bidadari Manihara dalam relief Avadana di sana.
Baca juga Borobudur; Golden Tales of the Buddhas ( John Miksic). Dalam tradisi Budaha dan Hindu Naga dikenal sebagai hewas mistis. Bahkan sampai sekarang. Tentang ini, John menulis bahwa di Borobudur, Naga diugambarkan dalam bentuk manusia sementara di temat lkaun akan muncuk dalam bentuk Naga asli.
Naga adalah basa Sanskreta dari ular. Di Jawa, Naga adalah Dewa Ular. Dalam banyak kutipan, bukti penampakan patung dan karya-karya sastra, Naga sering dihubungkan dengan air dan kesuburan. Naga bisa baik, bisa jahat.
Ada begitu banyak kisah naga di Jawa, jika seseoerang ingin belajar memahami tradisi lokal.
Dalam arsitektur Jawa Kuno, Naga bisa ditemukan pada era kerajaan di Jawa Timur. Sudah ada sejak abad ke-10 sampai 16. Yang tertua ada di lereng gunung Penanggungan. Di sana anda yang taka tahu bahwa di Jawa ini ada begitu banyak peninggalan artifek atau situs berakitan dengan Naga, akan tampak melilit bagian lingga-lingga yang ada di kolam. ni ada kaitan dengan kisah Naga Basuki yang melilitkana tubuhnya pada Gunung Mandara dalam cerita Dewa dan Asura yang berebut air amtra, di mana gunung Mandara dililit ekor Naga.
CANDI NAGA DISANGGA 9 DEWA
Pernah plesir ke Candi Panataran, Blitar ? Disebut Candi Naga lantaran memiliki relief seekor naga besar yang menghiasinya. Naga ini disangga sembilan dewa yang berpakaian mewah.
Masih di komplek itu, ada 3 bangunan yang disangga Naga. Ukurannya besar. Setiap bangunan itu disangga delapan ekor Naga besar. Bahkan, ketrkaitan kisah Samudramanathana, sselain bangunan disangga Naga, pada kaki candi eras ketiga juga ada arca Garuda dan kepala Naga Bersayap berselang-seling, sekeliling candi.
Di Candi Kidal, ada jug ahiasan spasang naga jantan dan betina ada di ujung tangga candi. Arca kepala naga juga pernah ditemukan sebagai penjaga pintu bangunan masuk Gua Selamangleng di Kediri. Di tangga bangunan teratas Candi Penampihan di Gunugn Wilis, juga ada sepasang kepala naga yang dijadikan jaladwara atau pancuran air.
“ Ular naga dalam beberapa mitologi Jawa dianggap sebagai lambang air dan dunua bawah,” tulis Hariani Santiko dalam Ragam Hias Ular Naga di Temat Sakral Periode Jawa Timur.
Naga digambarkan bertubuh besar, panjang luar biasa. Sering digambarkan mengenakan mahkota dan perhiasan. Kadang juga berkaki empat. Beberapa naga malah dianggap setengah dewa. Dipresentasikan sebagai penyangga bumu. Seperti Uar Anantabhoga, Ular Sesa atau Ular Basuki.
NAGA TIDAK SEMENA-MENA
Untuk lebih memahami tentang naga, bacalah Kitab Udypgaparwa, Agastyaparwa, Tantu Panggelaran dan juga Kirawassrama. Semua menceriterakan tenang kehadiran naga. Bahkan, percaya atau tidak, Pulai Jawa itu disangga oleh dua hewan Anantabhoga ( ular naga) dan Badawang Nala ( kura-kura).
Hampir semua keris, luk ( lengkungannya) berupa Naga. Semua hiasan pada gamelan gong Jawa berbentuk Naga. Pernah baca kisah Naga Sasra Sabuk Inten ? Pernah dengar Naga Baruklinting di Ponorogo ?Pernah lihat Candi Waji di Mojokerto ?
Budaya Minangkabau mengenal dongeng Ngarai Sianok. Masyarakat Dayak menggambarkan Naga sebagai penguasa bawah tanah. Naga di peradaban timur mendapat temapt terhormat, karena meski memiliki kekuatan dasyat, namun tidak semena-mena.
Dalam upacara adat Erau, Kalimantan Timur, Naga versi Suku Kutai sangat memikat. Penampakannya beda dengan Naga versi Suku Banjar di kalimantan Selatan. Naga suku Dayak disebut Naga Lipat Bum
Akh, mesti dibanyakin pikinik, kalau begitu.
Jika ada orang yang menyebut bahwa Naga bukan simbol yang akran dengan budaya Indonesia, dia tidak akrab dengan budaya Indonesia.
- penulis MAS SOEGENG sumber JAVANESE NAGA, HISTORIA – foto TRAVELINGYUK