William P Syahbandar melihat, salah satukuncisukses Korea dalam membangun jaringan subway karena mereka menyiapkan sumber daya manusia sejak lama. Hal ini sejalan dengan penuturan Leo, guide yang selalu mendampingi rombongan wartawan Indonesia.
Leo mengatakan, berkali-kali presiden Korea Selatan yang menjabat berakhir di penjara karena kasus korupsi. “Tapi pembangunan jalan terus, karena kami sudah memiliki SDM yang baik di berbagai bidang,” ujar Leo.
Karena SDM yang sangat terdidik, jalur khusus bus juga berfungsi dengan maksimal. Menurut Leo, mobil pribadi yang coba-coba memasuki jalur bus, bisa langsung kena tilang.
Bandingkan dengan di Jakarta, jalur khusus TransJakarta yang sering disusupi, bahkan dikuasai mobil pribadi atau motor, baik motor pribadi maupun ojek online. Tak heran, di jalur khusus, bus di Seoul bisa memacu kecepatannya hingga sekitar 80 km/jam.
Sebaliknya di Jakarta, di berbagai ruas jalur khusus bus, sopir biasanya hanya bisa melaju dengan kecepatan 40-60 km/jam.
Masih adalagi aturan yang membuat lalulintas di Seoul jauh lebih tertib. Misalnya, mobil yang parkir sembarangan langsung kena tilang. Tilang juga berlaku untuk kendaraan yang sembarangan berpindah jalur. Hal itu juga tak lepas dari sistemlalulintas yang selalu terpantau lewat CCTV selama 24 jam.
Tarif parkir Korea mahal
Menurut Leo, pemilik mobil pribadi juga harus membayar tarif parkir yang sangat tidak murah. Tarif parkir di jalan protokol seperti di kawasan bisnis di Seoul, bisa mencapai 1.000 Won/10 menit atau hampir Rp80.000/jam. Belum lagi pajak mobil dan harga BBM yang juga tidak semurah di Jakarta.
Ada lagi fakta menarik lainnya. Beda dengan Jakarta, jumlah sepeda motor di Korea sangat sedikit dan umumnya digunakan para kurir pengantar barang. Kendaraan roda dua ini pun seolah jadi warga kelas dua atau tiga.
Tidak hanyaitu, Korea juga sangat memanjakan pejalan kaki dengan trotoar yang luas dan relatif teduh. Warga pun bisa menyebrang dengan aman karena zebra cross berfungsi dengan semestinya. Tak ada pengguna kendaraan yang berani melaju ketika lampu untuk pejalan kaki berwarna hijau.
Selain itu, di banyak jalan protokol di Seoul misalnya, tersedia beragam toko kecil yang menjual beragam kebutuhan. Warga bisa mampir untuk makan-minum atau berbelanja.
Sebaliknya di Jakarta, sepanjang jalan protokol hanya ada mal atau gedung perkantoran yang besar dan terkesan tidak ramah bagi warganya.
Karena itu, Korea berhasil menarik banyak warganya untuk beralih keangkutan umum yang melayani hampir semua tujuan, sekaligus nyaman, baik berupa bus, subway maupun taksi. Tiketnya pun sudah terintegrasi dengan satu kartu sehingga tarifnya jadi murah. (BERSAMBUNG)