Penulis: Nana Padmosaputro
Selama 2 tahun mengajar tarot reading, banyak peserta training yang bertanya ‘bisa nggak sih, tarot dipakai baca past life?’
Wah, rupanya, topik past life sangat diminati orang, sampai-sampai alat untuk melihat masa depan pun ditanyai apakah bisa melihat masa lalu… hehehe
Banyak orang berpikir bahwa mengetahui past life itu bisa membantu dirinya untuk menjalani hidup yang saat ini dengan lebih baik.
Padahal, secara logika saja, untuk bisa menjalani hidup yang saat ini dengan lebih baik, ya mustinya malah pakai tarot dong hehehe
Jawabannya sih, tarot bisa melihat past life. Tapi bukan itu yang mau aku bahas di postingan ini.
Aku pun dulu, pernah ada masanya ingin tahu past lifeku. Beberapa orang secara random mengatakan, ‘Kamu pernah begini Na… Pernah jadi ini, itu…’
Dan kepalaku selalu berkata, ‘Loe ndobos apapun, bohongin gue gimanapun… Gue nggak bisa ngecek kebenarannya apakah loe ngarang atau beneran lihat?’
Intinya aku nggak percaya.
Apalagi, masa lalu kan nggak bisa ditungguin apakah terjadi atau nggak. Beda dengan tarot yang kebenarannya bisa dicek dengan cara : kita tunggu saja, terjadi atau nggaknya.
Tapi suatu hari, aku mendapat nama Natalia Sunaidi. Dia pernah menjadi salah satu mahasiwa di kampus tempatku mengajar. Menurut kabar, dia bisa membantu kita melihat past life.
Aku pergi ke tempat prakteknya, waktu itu masih di bagian belakang sebuah bengkel dan toko ban mobil.
Setelah menjelaskan padanya bahwa aku ini sulit dihipno, dia melatih fokusku dengan memintaku melihat ke api lilin, sambil mataku ‘ngintip’ dari lubang kertas.
Mata kiri… mata kanan… kedua mata… Pokoknya dilatih 2-3 menit sampai bisa melihat dengan fokus.
Lalu aku dipersilakan baring di bed pijat… memejamkan mata… lalu seketika aku ‘melihat di dalam kepalaku’ ini :
Past Life 1
Aku sedang naik kuda belang putih dan cokelat, ngebut. Perasaanku saat itu sangat tegang. Kulihat ke belakang, pasukan kavaleri mengejarku. Semua kuda mereka berwarna cokelat, jumlah pasukan itu banyak sekali sementara aku cuma sendirian.
Tiba-tiba aku mendengar senapan ditembakkan, merasakan rasa pedas panas di punggungku, dan aku jatuh dari kudaku.
Kepalaku langsung terantuk batu besar, dan tahu-tahu aku sudah melayang meninggalkan tubuhku… Ketika itulah, kusadari, aku adalah penduduk asli Amerika. Kudaku tetap berlari menjauh.
Aku merasakan damai yang luar biasa. Rasa tegang dan khawatir yang tadinya kurasakan, karena memikirkan bagaimana perasaan keluarga dan anggota suku ku jika aku tak pulang bersama kudaku…. Sirna.
Aku terbang semakin tinggi, melihat mereka menembaki tubuhku. Tapi aku tak peduli. Aku damai dan bahagia, lalu pemandangan itu hilang dari ‘mataku’. Entah aku mati kemana.
Past Life 2
Aku berdiri di sebuah tebing karang, menandang ke bawah… ke lautan luas yang berkabut tebal. Perasaanku saat itu tenang, hening, namun siaga. Merasa lega, tak ada kapal musuh yang terlihat.
Aku adalah lelaki tinggi besar, bertubuh penuh bulu. Kurasakan pipiku dipenuhi janggut lebat dan rambutku dikepang sepanjang bahu. Aku memakai sepatu dari balutan kulit binatang, yang diikat-ikat sampai ke bawah lutut. Tubuhku hangat karena jaket binatang pula. Saat itu musim gugur. Dingin dan berangin.
Aku adalah seorang prajurit, berusia paruh baya. Tapi ingatanku tak cukup kuat mencapai ke kesadaran diri dan waktu. Sehingga aku tidak tahu aku itu dimana, dan itu tahun berapa. Aku hanya bisa menyaksikan dan merasakan perasaanku saat itu.
Aku itu lajang.
Di kampung, jauh dari pos penjagaan tempatku bertugas, aku tinggal sendirian di rumah satu ruangan yang terbuat dari susunan batu besar-besar. Aku memiliki kuda yang dirawat oleh pemuda bujang bertubuh kurus tinggi, berusia belasan tahun.
Kulihat, orang-orang di desa itu hormat tapi menghindari tatapanku. Ada kelebatan-kelebatan pemandangan ini : aku pergi melintasi hutan dan sungai, sampai ke sebuah markas. Rapat di sana. Atau tidur menghamparkan diri di pondok kayu, di pos penjagaan di tebing.
Aku nyaman dan puas dengan hidupku dan pengabdianku itu.
Lalu aku tersadar bangun.
Past Life 3
Aku sedang berdiri memandangi kebun gandumku yang luas, yang sedang dipanen oleh ratusan orang pekerjaku. Aku seorang tuan tanah yang kaya raya.
Kulihat ke arah tubuhku sendiri, tinggi, ramping namun berisi. Aku memakai baju panjang putih, dan selembar kain tebal yang ditenun halus, dengan motif seperti bunga dan daun berwarna merah kuning. Mewah. Kain ini melilit tubuhku seperti syal dan jubah.
Aku memiliki istri yang cantik, bertubuh ringkih, tetapi pemurung. Dia mati muda, dalam keadaan kami belum punya anak. Aku lantas hidup menduda dan menikmati kelajanganku… sibuk bekerja dan menjadi dermawan bagi rakyatku, serta membangun hubungan baik dengan berbagai bangsawan yang silsilahnya begitu rumit, campuran antara keturunan darah biru dan orang yang dilantik jadi bangsawan karena preferensi raja atau baron di daerah sana.
Dalam kesadaranku saat itu, aku ‘tahu’ aku ini orang Italia utara, entah tahun berapa. Aku tak tahu apakah aku ini buta huruf atau tidak, karena pengetahuan tentang itu tidak tertangkap olehku selama hipno past life tersebut.
Yang kurasakan adalah, aku selalu optimis dan bahagia dengan pekerjaanku, pencapaianku, dan kehidupan sosialku.
Sesekali aku mengunjungi makam istriku, dan selalu merenungi kenyataan bahwa dia mati merana sebab tidak bahagia hidup denganku. Dia tidak mencintai aku sejak awal kami menikah. Aku tahu dia hanya patuh pada permintaan orang tuanya. Sementara aku mencintainya, dan tidak mengerti bagaimana membuatnya bahagia. Dia tidak pernah tersenyum, sebaik apapun aku memperlakukannya.
Saat-saat kematianku, di usia tua, di kamar tidur pribadiku, ditemani oleh keponakan lelakiku, istrinya, dan seorang anak balita mereka… kulihat dengan jelas di akhir past life regression ini. Aku masih melek memandang mereka berdiri di samping ranjangku, lalu pandangan itu menjadi blur.. dan aku hilang.
Hilang begitu saja. Aku tidak terbang ke manapun, apalagi melihat tubuhku di bawah. Tidak. Aku hilang begitu saja.
Lalu aku bangun dari regresi.
Past Life 4
Aku berjalan menuruni bukit berumput hijau, tangan kiriku mengangkat gaunku, tangan kananku menggandeng anak perempuanku berusia lima atau enam tahun.
Aku adalah seorang istri bangsawan Inggris, lelaki rupawan yang kaya raya, dan kami memiliki satu anak perempuan pada saat past life regression itu.
Dalam kunjungan past life regression itu, aku tidak merasakan perasan cinta. Tetapi aku menghormati suamiku, dan kulihat dia memperlakukanku dengan baik.
Sepertinya hidup kami berlangsung sebagaimana mestinya di zaman itu. Dia sedang bersiap untuk bepergian ke kota, kudengar kesibukan orang menyiapkan kereta… ketika aku selesai menulis selembar surat, yang akan kutitipkan ke suamiku untuk diantarkan ke tangan sepupuku.
Setelah itu, aku terbangun dari hipno.
Setelah melihat empat kehidupanku di saat lalu, aku nggak menemukan clue atau benang merah apapun yang bisa kukaitkan dengan kehidupanku saat ini.
Malah, sampai saat ini aku mempertanyakan diriku sendiri : itu semua beneran kulihat? Atau itu cuma kerja otakku yang berkhayal?
Aku nggak tahu.
Tapi, seandainya yang kulihat itu bukan khayalan… maka kupikir ada sebuah ‘rumus’ hidup yang bisa kubuat :
Hidup adalah kesempatan mengalami. Jalani setiap bagiannya itu dengan sebaiknya, sebahagianya, dan penuh kesadaran. Entah apapun cara kita memaknainya sebagai positif atau negatif, hidup itu layak dinikmati.
Sudahlah, nggak usah kebanyakan susah hati, dendam, dengki atau marah.
Suamimu, istrimu, anak-anak dan cucumu itu, cuma tokoh-tokoh pemain dalam kisahmu. Dan kamu cuma salah satu tokoh dalam kisah mereka. Tak ada yang bisa kita miliki.
Mati, lalu semua selesai.
Kemudian, ada pergantian peran lagi, ganti settingan lagi. (NP)