Patachitra adalah seni mendongeng tradisional dari sebuah kampung seni (tercatat dalam list UNESCO sejak 2017) di Benggala Barat, yang mempertunjukkan aksi monolog (persisnya bernyanyi) seorang seniman, ihwal serangkaian gambar full color (mirip komik-strip) di atas gulungan selembar kain ataupun kanvas, yang dilukisnya sendiri menggunakan serbuk saripati pewarna alami.
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
Seide.Id 18/06/2023 – Tradisi seni Wayang Beber tak cuma di Indonesia. Pada hajat Performing Arts of ASEAN 2007 di Jakarta, saya (bareng Yahya Andi Saputra – Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi) sempat menonton habis pertunjukan Wayang Burma yang dalam dua jam repertoarnya juga menyertakan segmen keberadaan ‘Wayang Beber’ di negeri yang kini bernama Myanmar itu.
Kejutan juga terjadi tanggal 12 Juni 2023, pada Seminar International & Nusantara Oral Traditional Festivals XII, yang merupakan hajat 2 tahunan ATL atau Asosiasi Tradisi Lisan. Bertempat di Teater Wahyu Sihombing TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta, peserta faorum dari India antara lain mempertunjukkan Patachitra, yang pola sajinya mirip Wayang Beber Indonesia
Patachitra adalah seni mendongeng tradisional dari sebuah kampung seni (tercatat dalam list UNESCO sejak 2017) di Benggala Barat, yang mempertunjukkan aksi monolog (persisnya bernyanyi) seorang seniman, ihwal serangkaian gambar full color (mirip komik-strip) di atas gulungan selembar kain ataupun kanvas, yang dilukisnya sendiri menggunakan serbuk saripati pewarna alami.
Sayera Chitrakar, sang aktres, bernyanyi dalam irama sedih sekitaran 5 menit, mengisahkan gambar karyanya yang dibentangkan ke penonton, tentang ikan-ikan yang hidup di perairan tercemar limbah beracun, yang terpaksa ditangkap masyarakat nelayan untuk dijual ke pasar atau dikonsumsi sendiri oleh keluarganya. Sebentuk ironi lingkungan yang banyak terjadi di berbagai belahan dunia saat ini.
’Patachitra’ berasal dari bahasa Sansekerta, yakni ‘pata’ yang berarti kain atau kanvas, dan ‘chitra’ yang berarti gambar atau lukisan. Kanvas bergambar dengan tema lingkungan hidup, sebagaimana didongengkan di atas, hanya sebuah dari sekian banyak gambar bercerita karya lukis Sayera Chitrakar yang diboyong ke forum ATL, dan semua karya Patachitra itu biasa didongengkannya.
Pada forum ATL yang berlangsung 3 hari itu misalnya, Sayera Chitrakar tak hanya tampil menperlihatkan kebolehnnya mendongeng di hadapan sekian banyak penonton resmi yang memenuhi Teater Wahyu Sihombing. Di sesi pameran di forum yang sama,d imana tim India membuka lapak yang menjual bebas produk Patachitra, Sayera juga mendongeng pada calon pembeli karya-karyanya.
Kata ‘Chitrakar’ yang tersandang di belakang nama Sayera ternyata juga hanya julukan, gelar, atau status kesenimanannya dalam menekuni seni Patachitra, dan Sayera bukan satu-safunya penyandang gelar Chitrakar. Lebih dari 60 orang penyangdang gelar Chitrakar di Patua, Nankarchawk, Chandipur, Purba Madinipur yang disebut UNESCO sebagai.Rural Craf and Cultural Hubs of West Bengal
Kapan seni Patachitra mulai tumbuh? Sayera Chitrakar Cuma bilang, “A long time ago…!” Menggunakan kuas tipis dan serbuk pewarna yang dicairkan, para seniman menggambar berbagai tema: mitos, dongeng, epik Ramayana dan Mahabharata, serta kisah human interes lainnya. Para Chitrakar mendongengkannya di pasar ataupun di pangung pertunjukan, seperti pelukis dan dalang Wayang Beber. ***
18/06/2023 PK 09:29 WIB