yang kemudian mengalami tindak kekerasan. Nama para atlet dicoret dalam tim nasional, dana bantuan atlet dicopot dan mereka kemudian ditahan.
Sampai sejauh ini akibat kasus Krystina pihak pemerintahan Belarusia belum memberikan tanggapan, juga atas pemberian visa dari Polandia.
Awal mula masalah
Tanggal 30 Juli lalu sebenarnya Krystina telah lolos dalam kwalifikasi untuk lari 100m dan 200m di arena Olimpiade, tetapi ia menolak ketika dipaksa Komite Olimpiade Belarusia untuk ikut turun di nomor estafet beregu 4x 100m karena ia belum pernah melakukan sebelumnya. Ketegangan terjadi.
Krystina lalu membuat rekaman video pendek dan diunggah di medsos dan kegemparan pun terjadi.
Media Belarusia yang pro pemerintah segera ‘menghajar’ rekaman itu, salah satu televisi malah menyebut kalau atlet ini sebagai ‘tidak memiliki semangat tim’
Beberapa ofisial Belarusia segera menyatroni kamar Krystina dan memberi waktu atlet itu berkemas dalam waktu satu jam, setelah itu ia akan dikawal menuju bandara Haneda untuk pulang.
Krystina segera lari dan minta pertolongan pada Komite Olimpiade Internasional.
Sebelum dalam pengawasan polisi, ia sempat mengunggah video pendek ke dalam akun grup Solidaritas Atlet Belarusia di aplikasi Telegram, dengan berseru, “mereka (para ofisial Belarusia) berusaha memaksa saya keluar dari Jepang, tanpa meminta persetujuan saya!”
Anatol Kotau, salah satu anggota Solidaritas, berkata pada BBC, “dia (Krystina) mengkhawatirkan tindakan represif yang bisa saja terjadi pada keluarganya di Belarusia. Ini kerisauannya yang yang paling besar”
Heather McGill, dari Amnesti Internasional untuk area Eropa Timur dan Asia Tengah, mengatakan semua organisasi olah raga di Belarusia dalam ‘kontrol langsung’ presiden Belarusia Lukashenko, “atlet yang disukai negara (presiden) akan disanjung, sementara yang vokal akan menerima pembalasan”
Sangat disayangkan, Krystina sempat menduduki posisi pertama dalam kontes lari 200m antar perguruan tinggi sedunia di Napoli, Italia tahun 2019. (gun)