Ada Perbedaan Antara Status Antibodi dalam Tubuh dengan Potensi Jatuh Sakit

Ada Perbedaan Antara Status Antinbodi dalam Tubuh dengan Potensi Jatuh Sakit

Tanpa sadar selalu ada saja kejadian kita berulang kali terpapar virus SARS-CoV2 tanpa kita menjadi sakit, dan tes covid tidak positif. Apakah ini bukan peran sistem kekebalan tubuh kita? Link yang dipetik Wallstreet Journal yang saya unggah di bawah ini mengungkap hal ini. Dan saya sengaja mengunggahnya di sini untuk mengcounter yang mengunggah sebuah laporan di Lancet Journal, ihwal durasi antibodi yang terbentuk sehabis sakit dan setelah vaksinasi (https://doi.org/10.1016/S2666-5247(21)00219-6), dan atas laporan tersebut pengunggah laporan tersebut lalu beropini bahwa booster perlu diberikan berulang.

Walau laporan tersebut dimuat dalam jurnal bergengsi seperti Lancet, namun wibawa laporan studi perlu dikategorikan apakah hanya analisis sepihak, atau memang metaanalysis. Hal lain seberapa besar sampel, dan seberapa kuat korelasi materi dengan SARS-CoV2, karena melibatkan juga virus sekerabat lainnya, dan sama sekali tidak menyentuh varian baru SARS-CoV2 Omicron.

Sampel Terbatas

Yang ingin saya komentari, seberapa kuat argumen laporan Lancet Journal tersebut untuk menjadi alasan booster dibutuhkan, bahkan perlu berulang-ulang hanya dengan menghitung antibodi. Laporan tersebut sama sekali tidak mengungkapkan mekanisme respons unsur immune system tubuh manusia lainnya, kehadiran sel memori (memory cell), misalnya, kecuali hanya fokus mengukur antibodi, dari sampel yang amat terbatas.

Bagaimana laporan di atas bisa menyanggah sejatinya ada peran sel memori yang langsung terbentuk pada satu kali vaksinasi, atau tubuh yang pernah ada riwayat sakit SARS-CoV2, sebagaimana pelajaran dasar Imunologi?

Bahwa sebetulnya peran antibodi menjadi tidak penting untuk menjaga agar orang yang sudah divaksinasi atau pernah sakit SARS-CoV2, selama sel memori sudah hadir. Bahwa benar adanya antibodi terhadap SARS-CoV2 akan berangsur menurun seiring waktu, mungkin hanya bertahan beberapa bulan antibodi beredar dalam darah. Namun ini bukan berarti tubuh orang yang sudah divaksin SARS-CoV2 dan pernah terserang virusnya, pasti akan sakit apabila antibodinya sudah rendah, atau bahkan staytus antibodinya sudah zero sekalipun.

Peran Sel Memori

Masih dari pelajaran Imunologi, ada mekanisme dalam sistem kekebalan yang sudah membentuk sel memori dari vaksinasi dan setelah sembuh dari SARS-CoV2 Begitu ada virus SARS-CoV2 memasuki tubuh, dalam hitungan jam dan hari saja, sekalipun status antibodinya rendah, atau nol, antibodi pemusnah SARS-CoV2 sudah akan segera terbentuk untuk melawan virusnya. Itu mengapa yang sudah divaksin, atau yang pernah sakit, tidak jatuh sakit bila diserang virus yang sama. Atau kalaupun sampai sakit, penyakitnya tergolong ringan. Itu bisa terjadi berkat peran sel memori.

Jadi selama sel memori berhasil terbentuk oleh vaksinasi, dan setelah sembuh SARS-CoV2, tidak ada alasan untuk gentar andaikata SRAS-CoV2 datang menyerang. Hanya apabila sel memori gagal terbentuk saja, sehingga sel memori tidak hadir, kondisi ini yang memunculkan kasus sudah divaksin, sudah pernah sakit, masih jatuh sakit Covid-19, bahkan sampai parah, atau kritis. Mereka ini kelompok immunocompromised, yang terganggu sistem kekebalan tubuhnya, termasuk pengidap HIV, SIV, dan penyakit darah lainnya.

Meragukan Sistem Cold Chain

Vaksinasi juga dinilai gagal menghasilkan kekebalan, bisa terjadi sebab kualitas vaksinnya apakah masih hidup (viable), mengingat ada jenis platform vaksin yang perlu disimpan pada suhu sampai minus 70 derajat Celcius. Apakah ada jaminan di negara tropis seperti di kita, dan sistem pendistribusian vaksin terbilang baik, mampu mempertahankan vaksin masih tetap viable sampai ke end user? Kita boleh meragukan sistem “cold chain” yang bisa menjaga suhu vaksin masih tetap bisa bertahan hidup.

Menganut Ilmu Imunologi, agaknya tetap menjadi alasan kuat pada kebenaran ilmiah, bahwa kita sejatinya mengandalkan kehadiran sel memori, selama belum bisa dibuktikan bahwa virus SARS-CoV2 berbeda dengan tabiat dibanding virus umumnya. Tabiat virus umumnya, yang bila sudah sekali masuk tubuh manusia, sebut saja cacar variolla, cacar air varicella, campak mesales, akan memberikan kekebalan seumur hidup.

Masih Sangat Baru

Pengetahuan dunia terhadap tabiat virus SARS-CoV2 masih serba sedikit, karena masih sangat baru. Ilmuwan dunia, ahli virorology juga masih sama-sama pintar dan sama-sama bodohnya dalam hal virus Covid-19 dengan segala variannya, yang variannya baru muncul hitungan bulan. Maklum apabila temuannya masih sangat terbatas, dan belum tentu sepenuhnya benar di mata ilmiah. Sedangkan tentang virus umumnya seperti virus cacar, cacar air, measles, sudah lama kita kenal, dan memang tetap begitu tabiatnya sampai hari ini.

Salam sehat,

Avatar photo

About Handawan Nadesul

Medical Doctor, Health Motivator, Health Book Writer and a Poet