Radio

Lagu “Video killed the radio stars” diciptakan oleh band The Buggles pada akhir tahun ’79 atau awal tahun ’80. Dari judulnya saja kita dapat menduga bahwa lagu ini bercerita tentang bintang radio yang ‘dibunuh’ oleh ‘bintang video’.


Berbicara tentang komunikasi (yang pada awalnya hanya satu arah), kita tak bisa tidak harus bicara tentang suara yang diperdengarkan berdasar gelombang. Bicara gelombang atau disalurkan tanpa kabel, kita tentu berbicara tentang radio. Lalu, jika bicara tentang radio, sekarang mau tak mau kita harus berterima kasih paling sedikit kepada 3 orang jenius ini. Yaitu: Guillermo Marconi, Nikola Tesla dan Reginald Fessenden.

Marconi lahir pada 25 Juli 1874 meninggal pada 20 Juli 1937. Ia adalah seorang insinyur peraih Nobel. Penemuan ‘suara yang dapat didengar tanpa kabel’ satu arah ini, juga adalah cikal bakal telepon.

Nikola Tesla, fisikawan Amerika kelahiran Croatia 10Juli 1856, meninggal pada 7 Januari 1943. Tesla adalah penemu ‘sistem arus listrik bolak-balik’.

Reginald Fessenden, fisikawan kelahiran 6 Oktober 1866, meninggal pada 22 Juli 1932.

Tapi, aku bukan ingin blanyongan tentang ke-3 orang itu. Tentang 3 jenius itu secara teknis, detail dan terperinci, silakan dunsanak, searching di google saja. Jika ‘ditodong’ pertanyaan tanpa mengintip mbah google, paling-paling yang aku ketahui, radio AM dan FM. Itu pun, mungkin saja salah…

Dulu aku menduga bahwa AM singkatan dari amatir.. Ternyata perbedaannya adalah FM kualitas suaranya jauh lebih jernih dari pada AM. Ada lagi istilah yang aku tak tahu, yaitu: SW, MW, 1 band, 2, 3 dan 4 band.

Aku ingin blanyongan tentang: betapa radio, meski teknologi sekarang sudah canggih, tapi yang namanya radio, masih eksis, masih didengarkan orang sampai hari ini. Dan anak milenial, masih ada yang mengaku (mungkin bahkan masih dengan bangga) berprofesi sebagai penyiar radio. Seorang presenter televisi di tempat kerja anakku, yang sudah lama tak lagi aku lihat kemunculannya sebagai presenter tv, menurut anakku malah sekarang menjadi penyiar radio.

Di mobil-mobil pribadi, dari yang tua, biasa-biasa saja, atau mobil mewah, orang masih mendengarkan berita terbaru dan mendengarkan lagu-lagu dari radio. Beberapa stasiun radio masih eksis. Iklan pun, masih ada yang dibuat dengan format radio.

Memang sih, beberapa tahun lalu, 15-20 tahun lalu sempat ada trend di mana mobil dipasangi televisi kecil di wagon penumpang, bahkan di depan, dekat supir.

Aku pernah naik angkot, di depan, sebelah kiri supir diasangi tv kecil. Tentu, trend itu cuma untuk gaya-gayaan saja.

Orang Jawa bilang ‘ben diarani’. Arti harafiahnya: supaya disebut’, entah disebut apa. Biasanya dalam konotasi negatif. Karena sebaik-baiknya fokus pandangan dan konsentrasi sang sopir ke jalan raya di depannya, suatu kali matanya tentu akan melirik atau bahkan wajahnya menoleh pada tv kecil itu, jika tayangannya menarik. Nah, di saat seperti itulah,…bahaya mengintai. Tapi secara alamiah (atau karena ada yang pernah celaka), trend itu hilang dengan sendirinya.

Orang kembali mendengarkan radio di mobilnya. Aku -ketika masih ‘boleh’ nyopir dulu- malah pernah ‘tertangkap basah’, oleh tetangga, ketika sedang menyanyi (tentu melihat gerak bibir dan mungkin ditambah anggukan kepala dan mengetuk-ngetukkan jemari ke gagang stir), mengikuti lagu yang sedang diputar di radio.

Perusahaan tempatku bekerja dulu, mengawali usaha dengan bisnis media cetak. Lalu, toko buku, radio, perhotelan dan televisi.

Sekarang tempat kerja anakku pun, bergerak di bisnis yang sama. Televisi, penerbitan dan radio. Entah mana lebih dulu.
Tapi yang jelas anakku, dua-duanya, pernah bekecimpung di radio.

Si Bungsu, ketika kuliah, pernah menjadi produser acara dan penyiar radio di kampusnya. Si Sulung, sebelum menjadi reporter dan sekarang presenter, menjalani latihan ‘kerja cepat di bawah tekanan’ yaitu menulis di koran milik perusahaannya. Kadang sesekali diminta menjadi penyiar radio. “Menjadi penyiar radio itu,…asyik juga, karena kita akrab, seperti dekat ketika berinteraksi dengan pendengar”.

“Video killed the radio stars”, kata The Buggels. Tapi mereka agak meleset. Sekarang, 43 tahun kemudian, ketika era video, di mana musisi menjadi bintang video atau mempromosikan lagu lewat video-klip sdh ‘gak jaman’ kata anak milenial,…kita dan banyak orang masih saja mendengarkan radio.

Menurut sebuah survey, lagu Led Zeppelin berjudul Stairway to Heaven, lagu Queen berjudul Bohemian Rhapsody (bukan Radio Gaga), lagu “Yesterday once more” ciptaan Karen Carpenters adalah lagu-lagu yang paling sering didengar. Survey itu tentu menandakan orang di seluruh dunia, terutama di mobil-mobil, masih mendengarkan radio, sampai sekarang…

...when I was young I listen to the radio/ waiting for my favourite songs/ when they played I sing along/ it made me smile...(Yesterday once more - Carpenters).

Ilustrasi: Atas, si Bungsu, ketika menjadi produser dan sesekali jadi penyiar di radio kampusnya dulu. Bawah si Sulung ketika sesekali diminta menjadi penyiar radio di stasiun tv tempatnya bekerja…

Aries Tanjung

Bob, Seniman Tiga Zaman