Bayangkan, anda lapar, lalu memesan makanan, namun yang datang makanan yang bukan anda pesan. Anehnya, tamu justru gembira. Inilah Restaurant Salah Pesan.
Jepang dikenal memiliki penduduk yang usianya telah menua. Penyakit dimensia atau lupa diperkirakan akan menyerang satu dari lima orang tua pada tahun 2025. Dalam kondisi seperti ini, sebuah eksperimen sosial yang inovatif telah menarik perhatian anak muda Jepang dan dunia.
Anda mungkin berpikir ini gila. Sebuah restaurant yang sama sekali tidak dapat membuat pesanan anda dengan benar, tapi dipadati pengunjung. Lihatlah, tamu resto tak pernah sepi dan setiap hari tertentu, anda harus antri untuk memesan menu dan rela menerima pesanan anda tidak sesuai seperti yang anda inginkan.
Nama restaurant ini Restaurant of Mistaken Order alias Restaurant Salah Pesan. Jika anda pertamakali ada di restaurant ini dalam kondisi lapar, dijamin cepat marah dan stres. Makanan yang datang biasanya tidak sama dengan yang dipesan.
Jika anda pesan pasta, bisa jadi yang datang nasi goreng. Anda pesan kopi panas, tapi pramusaji memberi gelas anda yang panas dengan sebuah sedotan. Saat pramusaji menulis pesanan, mereka sering lupa dan meminta pengunjung mengulangi pesanan dengan suara agak keras dan perlahan agar bisa mencatat dengan baik. .
Ini membuat orang-orang sekitar tertawa melihat kejadian seperti ini. Dari seluruh pesanan restaurant di sini, tercatat memiliki tingkat kesalahan sebanyal 93%. Tak ada pesnan yang benar-benar sesuai. Heibatnya, menurut data, sebanyak 97% pengunjung restaurant justru merasa senang dan bahaagia.
Mereka dapat berinteraksi dengan orang-orang tua yang mengidap dimensia, dan mereka melihat orang-orang ini seperti ayah atau ibu mereka. Bagaimana jika mereka menghadapi ibu atau ayah mereka dalam kondisi seperti ini. Marah, kasihan atau iba. Inilah inti dari restaurant Salah pesan, bagaimana Anda dan orang-orang tua dengan dimesia, mampu berinteraksi dengan normal.
Adakalanya pengunjung berkomunikasi dengan pramusaji atau koki restaurant. Seorang pengunjung terharu saat bertanya berapa usianya dan seorang wanita seperti ibunya bilang berusia 90 tahun dan masih bekerja. “ Seandainya ibu saya melihat ini, pasti dia akan suka bekerja di sini,” ujar seorang pengunjung. “
Pramusaji itu tersenyum dan meminta ibunya untuk datang ke restaurant dan bergabung dengan mereka.
Para orangtua dimensia ini dipilih mereka yang memang ahli masak, bisa bekerja sebagai pramusaji dan mencuci. Orang-orang ini tidak suka tinggal di panti dan dimanjakan oleh pemerintah dengan dana. Mereka lebih senang bekerja, seperti di Restaurant of Mistaken Order ini.
Pelanggannya, ternyata mereka yang tidak hanya sekali datang. Bahkan berkali-kali datang. Mereka datang untuk menikmati makanan lezat dengan surprise, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka dapatkan ketika mereka memesan mie kuah atau salad tapi yang datang justru makanan yang tidan mereka sangka: sepiring gyoza yang lezat atau hamburger super lezat.
Tidak tahu pesanan apa yang akan diterima, menjadi kejutan tersendiri bagi para pengunjung resto ini. Di sana ada sepasang suami isteri usia di atas 88 tahun yang bermain cello dan piano. Sang suami menyapa pengunjung dengan mengatakan bahwa sebagai pemain cello, sejak dulu ia berniat mengawini seorang pemain piano wanita.
Saat wanita itu diperkenalkan dan memainkan piano, semua orang bertepuk tangan. Ketika di tengah permainan, wanita piano ini salah memencet tuts piano dan meminta sang suami untuk main lagi dari awal dengan manjanya. Semua orang tersenyum. Tatkala selesai memainkan nada-nada lembut nan indah, semua orang tak hanya bertepuk tangan. Mereka juga menitikkan air mata.
Inilah restaurant yang peniuh kegembiraan, penuh hasrat dan komunikasi tak ubahnya sebuah ruang makan keluarga. Restaurant ini terletak di Arakawa City, Higasihogu, Tokyo Jepang. Pendirinya anak muda bernama Shiro Oguni.
Dorongan untuk memulai restoran pop-up ini berasal dari pertemuan antara pencipta Shiro Oguni dan kelompok rumah tempat tinggal para penderita demensia. “Seperti orang lain, kesadaran saya akan demensia pada awalnya cenderung mengarah pada gambaran negatif tentang orang-orang yang ‘sangat pelupa’ dan ‘berkeliaran tanpa tujuan.’ Namun sebenarnya, mereka bisa memasak, bersih-bersih, mencuci pakaian, berbelanja, dan melakukan hal-hal ‘normal’ lainnya. sesuatu untuk diri mereka sendiri. Dari dekat, mereka mungkin kadang-kadang keluar jalur, tapi mereka memiliki gairah hidup dalam keterbatasan. Mereka perlu peluang dan tempat,” kata Oguni.
Sebuah restorant luar biasa dengan keberanian sang pemilik yang sangat memperhatikan kemanusiaan yang luar biasa dan toleran.