(Foto: WK)
Ada udang di balik batu. Berbuat baik kok ada mau.
Maaf, jangan berpikir tendensius. Hal itu tidak nyambung. Kebaikan itu dari hati, tapi niat dan motivasi itu tergantung pikiran sendiri.
Peduli dan berbagi kepada sesama itu datang dari kedalaman hati agar tangan kiri kita tidak mengetahui yang diberikan oleh tangan kanan.
Sekiranya orang berbuat baik itu mempunyai tujuan jelek, atau menjual penderitaan sesama untuk keuntungan pribadi, itu urusan mereka. Kita tidak berhak untuk mengomentari, menilai, dan menghakimi.
Kita juga tidak boleh merasa tertipu atau dikibuli, karena mereka yang menipu diri sendiri. Ketika kita menyesal karena salah sasaran berarti kita menyakiti diri sendiri, dan itu beban jiwa. Lebih bijak kita mendoakan mereka agar sadar diri dan memperoleh hikmah.
Begitu pula, jika kita ragu-ragu atau kurang percaya, bantuan bakal tidak sampai kepada orang yang dituju, ya, kita awasi sumbangan itu atau kita berikan secara langsung.
Sejatinya, peduli dan berbagi kepada sesama itu anugerah Allah. Allah menyapa kita agar menjadi pribadi yang murah hati.
Berbagi itu datang dari kesadaran hati, karena kita dikasihi Allah agar kita juga mempunyai sifat kasih-Nya.
Kita berbagi kepada sesama itu tidak didasari dari penampilan orang yang hendak diberi, tapi dari keikhlasan hati.
Resep ikhlas itu sederhana, agar kita selalu berprangka baik dan berpikir positif kepada siapa saja. Hadirkan wajah Allah di saat kita berbagi kepada sesama.
Ikhlas itu berkualitas dan tuntas.