Serangan Jantung Koroner

Seide.id Wanita sama besar dengan pria dalam risiko terserang jantung koroner setelah usia menopause.

Kalau seseorang terserang jantung saat itu, prosesnya sudah dimulai sejak puluhan tahun sebelumnya.Mungkin sepuluh, duapuluh, bahkan lebih. Artinya apa? Kita punya cukup waktu untuk membatalkan, menggagalkan serangan jantung dengan menghentikan proses penyumbatan pada pembuluh darah koronernya. Caranya dengan mengendalikan semua faktor risiko pembentukan “karat” lemak atau plaque (atherosclerosis) pada dinding koronernya.

Faktor risiko itu hipertensi, diabetik, kolesterol, trigliserid, asam urat, selain faktor kegemukan, kurang gerak, rokok, dan jangan lupa faktor stres juga. Faktor pengikut dalam pembentukan tumpukan “karat” lemak yakni radikal bebas (free radical) yang sekarang kian membanjiri kehidupan orang di kota besar, yang berasal dari polusi, makanan, minuman, obat-obatan, herbal, selain stressor juga. Pengaruh meradangnya pembuluh darah oleh kuman tertentu, Esptein-Barr, salah satunya, sehingga lebih memudahkan terbentuknya tumpukan “karat” lemak. Hanya bila semua faktor itu dikendalikan, diredam, maka “karat” lemak tidak perlu menyumbat pembuluh koroner, dan serangan jantung bisa dibatalkan.

Kalau semua faktor risiko tersebut dibiarkan hadir, maka lambat laun “karat” lemak itu makin bertambah tebal. Diperkirakan menebal 2 persen setiap tahun.Itu berarti apabila gaya hidup sudah keliru sejak awal kanak-kanak, pada usia remaja proses “karat” itu sudah dimulai, sebagaimana terjadi pada remaja di negara dengan menu kebarat-baratan.

Hanya perlu waktu kurang dari 20 tahun sumbatan “karat” lemak itu sudah menyumbat separuh penampang koroner, dan gejala atau keluhan koroner umumnya sudah muncul. Rasa nyeri di dada seperti tertekan, menjalar ke leher, lengan, dan pundak serta ke punggung, khas merupakan “jeritan” jantung yang pembuluh pemasok makanannya tersumbat. Hanya bila kita tidak mengabaikan suara jeritan jantung, ada kesempatan kita untuk mencegah bakal berlangsungnya sebuah serangan jantung. Dengan pemeriksaan pencitraan jantung MS-CT (multislices-computed tomography) akan kelihatan sumbatan yang sudah terjadi, jika ada. Dengan pemberian obat yang mengendalikan semua faktor risiko, serangan jantung bisa dibatalkan.

Untuk mengetahui persis seberapa sumbatan sudah terjadi, dilakukan kateterisasi. Dimasukkan slang alit ke pembuluh jantung dari pembuluh lengan lengan. Namun ini pemeriksaan invasif, artinya memasukkan alat ke dalam tubuh, sedang pencitraan dengan MS-CT bersifat non-invasif. Pemeriksaan invasif lebih berisiko dibanding non-invasif.

Dari hasil pemeriksaan itu dokter menetapkan apakah sudah perlu dipasang cincin “stent“, atau cukup dibalon, yaitu dengan tindakan memasukkan slang seperti kateterisasi, pada bagian yang tersumbat, lalu ditiup balon pada bagian sumbatan untuk menekan “karat” lemaknya, sehingga penampang pembuluhnya membuka kembali. Namun balonisasi tidak bisa untuk semua cabang pembuluh koroner, atau apabila sumbatannya sudah terlampau tebal. Bahkan bila tak memungkinkan dipasang stent, indikasi untuk operasi bypass jantung, yang ongkosnya jauh lebih tinggi.

Sekarang ada cara pencitraan untuk mengetahui apakah otot jantung yang koroner pemasok darahnya tersumbat sudah berakibat otot jantungnya mengalami kematian jaringan (infarc). Kita tahu adanya sumbatan koroner, berarti mengurangi pasokan darah yang memberi makan otot jantung. Ada lebih 30 cabang koroner yang memberi pasokan darah buat otot jantung. Bila sumbatan sudah di atas separuhnya, berindikasi untuk dipasang stent atau operasi bypass.

Namun kini disadari bahwa ternyata belum tentu setiap sumbatan di atas separuh penampang koroner pasti sudah menimbulkan kematian otot jantung yang dipasoknya. Untuk mengetahui apakah otot jantung sudah mati akibat kekurangan pasokan darah, dilakukan pemeriksaan yang relatif baru MPI (myocardium perfussion imaging) yang memanfaatkan teknologi SPECT (single proton emission computered tomography) dan PET (possitron emission tomography).

(Gambar memperlihatan cabang koroner dengan persentase derajat sumbatannya)

Logika medisnya, hanya apabila sudah terjadi kematian otot jantung barulah berindikasi dipasang cincin atau stent. Selama otot jantung belum infarc, belum perlu. Pada keadaan belum terjadi kematian otot jantungnya, mungkin sudah ada sokongan dari pembuluh darah kolateral (collateral artery) yang bantu memasok kekurangan darah di situ. Sitem pembuluh kolateral baru bekerja bila kita rajin berolahraga. Itu makanya ada kasus yang koronernya seturut indikasi medis sudah harus dipasang cincin, tapi menolak dilakukan, dan masih bugar sampai puluhan tahun kemudian, bisa diterangkan oleh hadirnya kolateral ini.

Jadi sebetulnya setiap serangan jantung masih mungkin kita batalkan kejadiannya, selain tidak semua yang sudah telanjur tersumbat memerlukan pemasangan cincin selama otot jantungnya belum mengalami kematian atau myocard infarction. Di situ perlunya rutin berolahraga, mengubah gaya hidup ke arah yang menyehatkan, serta mengendalikan semua faktor risiko sekiranya ada.

(Uraian ini salah satu powerpoint bagian dari yang biasa saya bawakan dalam seminar “Sehat Itu Murah”)

Salam sehat,
Dr Handrawan Nadesul

Ikuti : Gagal Ginjal Sebetulnya Masih Bisa Dicegah