Seide.id – Ekonomi Sri Lanka berada dalam titik terburuk yang menimbulkan kesengsaraan yang meluas akibat kebangkrutannya. Kondisi ini merupakan yang terburuk sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1948.
Pemerintahannya baru saja mengumumkan gagal bayar utang luar negeri alias default.
Cadangan devisa negara ini habis. Banyak tersedot untuk membayar kewajiban cicilan utang.
Utang luar negeri negara ini mencapai 51 miliar dollar AS atau jika dirupiahkan setara dengan Rp 731 triliun (kurs Rp 14.351). Ini belum termasuk pembayaran utang domestik yang diterbitkan pemerintah.
Para pejabat Sri Lanka menyebutkan, pandemi Covid-19 dan perang Rusia-Ukraina membuat ekonomi negara itu semakin sempoyongan.
Negara Asia Selatan berpenduduk 22 juta jiwa ini telah lama dilanda protes massal karena rakyatnya menderita kekurangan pangan, pengangguran, melonjaknya harga, dan pemadaman listrik.
Sri Lanka kini tengah bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk program pinjaman baru agar negara itu bisa keluar dari krisis.
Penutupan sekolah
Dikutip dari Channel News Asia, Selasa (21/6/2022), Sri Lanka menutup sekolah-sekolah, kantor-kantor negara dan menghentikan layanan yang tidak penting selama dua pekan ke depan mulai Senin (20/6/2022), waktu setempat
Penutupan ini sebagai bagian dari rencana pemerintah menghemat bahan bakar berupa bensin dan solar, yang harganya memang melonjak.
Ratusan ribu pengendara menunggu dalam antrian panjang bermil-mil di seluruh negeri untuk bensin dan solar meskipun kementerian energi mengumumkan stok baru akan tiba tiga hari lagi.
Namun, rumah sakit serta pelabuhan laut dan udara utama di ibu kota masih beroperasi.
Pilihan ini terpaksa diambil pemerintah karena menghadapi rekor inflasi tinggi dan pemadaman listrik yang berkepanjangan.
Pengangguran dan situasi memburuk yang berkepanjangan membuat masyarakat protes berbulan-bulan dan meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa mundur dari jabatannya.
(ricke senduk)
Berita terkait : Sri Lanka Bangkrut, Terjerat Utang