Persis gambar di atas, suasana Keong Emas yang menjadi ciri khas Taman Mini, sepi dari pengujung. Tak ada tanda atau informasi apakah Keong Mas ini sedang libur, tidak buka atau sedang puasa tidak menerima tamu. Semua tak ada tanda-tanda yang menjelaskan pada pengunjung cere3wet seperti saya.
Taman Mini Indonesia Indah ( TMII) tak seperti dulu. Ketika dulu itu, anda bisa masuk Taman Mini menjelajahi seluruh kawasan Nusantara dari Banten hingga Bali sampai Papua.. Semua kebudayaan Indonesia bisa dijelajai hanya dalam sehari. Anda tak perlu waktu 60 hari untuk mendatangi kawasan Indonesia dengan segala kekhasannya. Taman Mini menyediakan puluhan anjungan seluruh Indonesia yang terwakili di taman ini.
Tapi, itu dulu. Sekarang tidak. Taman Mini sekarang aalah Taman yang melelahkan. Taman yang membosankan. Taman yang rasanya sulit untuk kita kembali lagi.
Sekarang mobil pribadi tak bisa masuk untuk menjaga konsep Green TMII. Sayangnya, hanya berhenti pada konsep. Kendaraan gratis yang disediakan untuk membawa pengunjung keliling Taman Mini, hanya tersedia di titik-titik stasiun yang sering jauh dari tempat pengunjung berada. Itupun sopir malas membawa pengunjung ke tempat tujuan.
Misal pengunjung mau turun di Keong Mas, sopir hanya berhenti di pertigaan. Pengunjung diminta jalan sendiri ke Keong Mas. Begitu juga kendaraan tidak lewat Sentral Kuliner. Kendaraan tidak masuk dan hanya berhenti di pinggir jalan. Letak pusat kuliner sekitar 500 hingga 700 meter dari jalan raya. Hanya orang yang sangat lapar yang akan menuju ke sana. Itupun dengan catatan, tidak sempoyongan di tengah jalan menuju ke sana.
Mau menjelajahi anjungan ke anjungan ? Selain lelah naik turun mobil, anda harus sabar menunggu kendaraan lewat. Itupun dengan catatan jika sopir mau mempersilakan anda naik kendaraan untuk berkunjung di anjungan berikutnya. Rasanya tidak akan ada orang yang mau naik turun di setiap anjungan tanpa rasa lelah dan mengeluh atau mencerca kendaraan yang tak kunjung mau memberi mereka tumpangan. Anda harus mencari titik stasiun terdekat dengan jalan kaki dulu.
Hampir setiap pengunjung yang naik mobil akan kecewa dan bingung, sebab tidak ada tanda-tanda yang memberi petunjuk ke mana orang harus menuju. Dari depan, tempat tiket, tak ada informasi bahwa mobil tidak boleh masuk taman. Pengunjung tak diberi Peta Taman Mini. Tak ada informasi apapun, sebab sepertinya pengelola memang tidak memiliki pemahaman tentang pariwisata dan tempat wisata.
Jikapun ada info atau tanda, bentuknya kecil, Jika anda sering kencing, anda harus kuat menahan, sebab untuk mencari toiet tidak mudah. Bahkan gedungpun banyak yang tidak menyediakan toilet seperti Gedung Handicraft, misalnya. Terlebih gedung-gedung lain yang diminati pengunjung di saat puasa seperti Komodo, Keong Mas dan banyak lagi pada tutup. Kemungkinan pintu-pintu di sana ikut puasa. f
Bahkan, tempat parkir di luar taman yang seharusnya mudah menemukan toilet, perlu perjuangan tersendiri, sebab satu-satunya toilet ada di tempat ujung dan nyaris tak ada tanda-tandanya.
Saya pernah mencoba anak dan cucu saya berjalan sendiri di Singapore, untuk pertamakalinya, tak akan tersesat. Singapore memiliki tanda-tanda yang jelas, mudah terlihat, sehingga orang mau pergi kemanapun tak akan tersesat. Orang sana bilang, You can’t miss it. Singapore memiliki sistem tana terbaik.
Di Taman Mini, anda mudah tersesat dan sangat melelahkan.
Sebagai orangtua, saya gagal menunjukkan betapa heibat dan indahnya Indonesia melalui kehadiran anjungan demi anjungan yang ada di Taman Mini. Untuk menjelaskan semua itu, orangtua harus berjuang naik turun mobil umum, berjalan cukup jauh dan melelahkan.
Jika Taman Mini tak mau mengubah cara yang lebih mudah untuk pengjung menikmati Taman Mini, maka mungkin ini terakhir kali kami tak lagi ke Taman Mini.
Capek deh.
Pekan Wayang Indonesia 2022 Digelar di Taman Mini
150 Triliun Hilang Karena Penipuan Investasi Kripto
Indonesia Tak Bisa Dipercaya Menjadi Tuan Rumah Kegiatan Olahraga Internasional