Taman Nasional Komodo, ‘Bayi yang Tak Ingin Kenal Ibunya’

Anak Komodo - Foto DirJen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Bayi Komodo lahir dan besar tanpa mengenal dan mendapat bimbingan induknya. Begitu menetas dia kabur dan mencari penghidupannya sendiri. Foto : Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

SEBUAS BUASNYA harimau tak akan menerkam anaknya,” demikian ungkap pepatah, yang seperti memberi pemahaman kepada umum bahwa siapapun ibu, atau induk hewan, akan selalu sayang pada bayi atau anak yang dilahirkannya. Demikian pula halnya dengan bayi manapin, yang begitu lahir akan selalu mencari perlindungan dan kehangatan dari sosok ibu yang melahirkannya.

Tapi alam dan kehidupan tak bisa digeneralisir. Di antara yang umum selalu ada bentuk contoh kehidupan yang tidak umum. Demikian pula dengan Komodo (Varanus komodoensis), kadal raksasa purba endemik Taman Nasional Komodo (TNK) yang membentang di Selat Sape, antara Pulau Sumbawa Nusa Tenggara
Barat dan Pulau Flores Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Bertolak belakang dengan bayi-bayi hewan lainnya, bayi-bayi Komodo adalah bayi hewan yang tak pernah mau kenal induk yang pernah menelurkan dan dengan setia mengerami serta menjaga telur-telurnya delapan hingga sembilan bulan, dan sepanjang tugas pengeraman itu pula si Induk lebih banyak berpuasa, tidak makan, tidak minum demi menjaga keselamatan telur-telurnya dari incaran para predator. Tapi ketika bayi-bayi itu menetas dan kulit telur dirobek si bayi dari dalam, maka bayi-bayi seukuran kadal kebun atau tokek rumah itu diam-diam keluar dari cangkang, matanya melirik ke kiri dan kanan untuk mengetahui dimana posisi si induk berada, dan lantas dia menerobos keluar, berlari secepat-cepatnya, menjauh dari tempat si induk, dan secepat-cepatnya memanjat batang pohon terdekat, naik ke pucuknya.

Foto : Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Laku kabur saat menetas di lubang pengeraman induknya ini berlaku bagi tiap bayi komodo, tak cuma yang tinggal in-situ di TNK (khususnya di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Gili Motang dan pesisir barat Pulau Flores), tapi juga yang secara ex- situ ditetaskan di kandang legal (dan tercatat) di sarang-sarang buatan di kebun- kebun binayang atau lembaga-lembaga konservasi lingkungan.

Mengapa bayi-bayi komodo langsung ngacir saat menetas? Ini naluri, semacam bisikan ilahiyah kepada bayi-bayi Komodo, untuk tidak perlu belaian kasih sayang ibu, dan bahkan untuk seterusnya tak perlu bimbingan ibu, karena si ibu adalah mahluk predator yang hanya suka daging. Apalagi saat mengeram si ibu berpuasa, lapar. Maka apapun yang bergerak di dekatnya, jika itu daging, akan dicaplok seketika.

Si bayi hingga masa remaja akan tetap tinggal di pepucuk pohonan, menghindari diri dari ancaman predator lain seperti elang. Memakan serangga, tokek, anak burung, ular hijau. Sesekali bila dia merasa aman, akan turun ke lantai hutan, untuk menangkap kadal, katak, tikus, sebelum kemudian kembali nak ke atap pohon tempatnya hidup, sampai tubuhnya besar dan tak sanggup lagi memanjat pohon ***

22/05/2022 PK 18:35.

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.