Tangan Kecil Tangan Besar

Sambil menyetir mobil pulang, aku bersungut-sungut sendiri. Hariku sibuk di kantor, dan di rumah pekerjaan lain sudah menunggu: cucian yang menumpuk, lantai yang perlu dipel, memasak, mencuci piring, dan tentu saja, Kiki. Suamiku sedang tugas ke luar negeri, dan kalaupun ada, paling-paling ia bisa menemani Kiki.

Yah beginilah hari-hariku menjelang Lebaran. Inah sudah pulang sejak beberapa hari lalu, dan cuti bersama di kantorku belum dimulai. Terpaksa setiap hari aku menitipkan Kiki ke rumah ibuku.

Hari ini sesuai janji, Ibu mengantar Kiki. Ia langsung pulang begitu mobilku masuk car port. “Di rumah banyak kerjaan,” katanya. Ya, aku maklum. PRT-nya juga sudah pulkam.

Putri kecilku menyambutku dengan senyum lebar. “Mama, Mama, lihat, aku sudah pilih buku-buku ini untuk kita baca. Sebelumnya kita main dulu ya. Kita bikin rumah untuk Mina dan Mini. Atau…”

Tuntutan Kiki membuatku semakin lelah. Aku memutuskan untuk bersikap tegas. “Hari ini kita tidak membaca, tidak bermain.”

“Tapi Mama, kata Nenek kalau aku manis di sana, nanti Mama akan ajak aku main.”

“Sudah, sudah, jangan merengek. Mama sangat, sangat capek.”

Lalu aku rebah di sofa, menendang sepatuku dan memejamkan mata.

“Capek sekali ya, Ma?” ia masih menawar.

“Ya, kepalaku capek, tubuhku capek, hatiku capek, kakiku capek.”

“Tangan?”

Aku tidak memedulikannya lagi.

Mungkin aku terlelap sejenak, karena aku kaget ketika merasakan Kiki menyentuh tanganku sambil berkata, “Tangan Besar, apakah kau capek juga? Kalau capek, pegang saja Tangan Kecil. Dia kangen sekali padamu, tahu…”

Mendengar permintaan ini aku hampir tergelak. Tapi aku berusaha diam dan hanya membuka mataku segaris tipis.

Tangan Kecil masih menyentuh Tangan Besar, mengelus-elusnya dengan lembut. Aku memejamkan mata lagi, lalu berkata, “Tidak, Tangan Kecil, Tangan Besar tidak terlalu capek. Masih kuat memegangmu dan bermain denganmu.” Berkata begitu, Tangan Besar menggenggam Tangan Kecil dan Telunjuk Besar menggelitik Telapak Tangan mungil.

Ia terlonjak dan tergelak. “Mama godain aku! Mama hanya pura-pura tidur!”

Kupangku dia, kuajak makan malam, bermain, lalu kuganti bajunya dengan piama, kuajak berbaring di ranjangnya. Cinderella belum sampai ke pesta istana, Kiki sudah terlelap dengan senyum di wajahnya.

Kiki, Kiki, kamu cantik, lucu, pintar. Mama beruntung punya kamu. Seharusnya Mama tidak menyamakan keberadaanmu dengan pekerjaan rumah tangga. Kamu bukan beban, melainkan karunia.

Kucium pipinya, kumatikan lampu, kututup pintu kamarnya tanpa berisik dan masuk ke kamarku. Kerjaan? Kerjaan apa? Pekerjaan apa pun bisa menunggu kalau anakmu membutuhkanmu, kataku pada diri sendiri.

25 Juni 2021

Avatar photo

About Belinda Gunawan

Editor & Penulis Dwibahasa. Karya terbaru : buku anak dwibahasa Sahabat Selamanya.