Tragedi dan Kemenangan Dalam Diri Sutan Sjahrir (2)

Bung Karno dan Sutan Sjahrir, kawan seiring dan seperjuangan, sama sama pendiri republik, yang menjadi sateru

Oleh DIMAS SUPRIYANTO

Dua gagasan besar yang dibawa Sjahrir adalah Revolusi Nasional dan Revolusi Sosial (kemudian disebut Revolusi Kerakyatan). Revolusi nasional melawan penjajah (kolonialime Belanda dan Fasisme Jepang), Revolusi Sosial untuk melawan fedodalisme,  yang menyuburkan penjajahan oleh kedua bangsa asing itu.

Bung Sjarir memilih Sosialisme, karena ideologi kiri itu pada masanya merupakan ideologi progresif  di kalangan terpelajar Indonesia dalam menghadapi kolonialisme dan kapitalisme. Pada masa itu, orang orang yang menolak kolonialisme juga menolak kapitalisme, sebagai induknya.

Sjahrir juga menolak cara kekeraskan yang dilakukan kaum Komunis dan konsep “diktator prolatriat”  yang digagas Lenin dan dipraktikkan Stalin.

Sosialisme Sutan Sjahrir mengusung ide pembentukan manusia ideal, bebas, mandiri, rasional (yang menghargai akal), dewasa namun juga tetap bahu-membahu kepada sesama (kooperatif).

Sutan Sjahrir mengaku tak cocok dengan semboyan “Merdeka atau Mati” yang menurutnya merupakan perangkap kejiwaan, antara kenekatan dan kesia siaan. Nekat di satu pihak, dan keragu raguan di pihak lain. Sjahrir menyatakan, para pemuda dilatih untuk berbaris, berkelahi dan berperang tapi tidak dilatih memimpin.

Bung Sjahrir pernah menjadi Perdana Menteri pertama RI (14 November 1945 hingga 20 Juni 1947). Berunding dengan Belanda. Dan Sutan Sjahrir lah yang pertama kali menegakkan politik luar negeri bebas aktif yang dianut oleh Indonesia.

Enam tahun sebelum penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika, Alumni Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam ini  melawat ke berbagai negara Asia dan Afrika untuk masuk dalam salah satu blok – Timur maupun Barat. Semangat Non Blok RI dijaga hingga kini.

Tidak hanya perannya yang besar dalam proses berdirinya bangsa ini yang membuat Sjahrir layak untuk dikenang. Sjahrir juga mempunyai pemikiran cemerlang yang dulu sulit dimengerti oleh bangsanya karena jauh melampaui zamannya. Warga umumnya lebih terpesona pada agitasi ala Bung Karno ketimbang mendedah pikiran “tinggi” Bung Sjahrir.

Sosialisme Kerakyatan yang diusungnya  tidak berkembang secara signifikan, bahkan dianggap kelewat elitis – hanya dimengerti kalangan terpelajar –  bahkan hingga saat ini. Apa yang dipikirkan Sutan Sjahrir tidak mendapat dukungan luas dari masyarakat luas dan rakyat Indonesia, yang gampang dijanjikan kebutuhan mendesak dan sederhana: cukup sandang, pangan,  dan papan

Sosialisme yang dimaksudkannya adalah sosialisme yang berdasarkan atas kerakyatan, yaitu sosialisme yang menjunjung tinggi derajat kemanusiaan, dengan mengakui dan menjunjung persamaan tiap manusia. Penghargaan pada penghargaan pribadi orang seorang di dalam pikiran, serta di dalam sosialisme.

PSI yang dipimpinnya kalah dalam pemilu 1955. Lebih dari itu, PSI dibubarkan dan Sutan Sjahrir ditangkap pada Januari 1962 karena dianggap bergabung ke dalam gerakan subversif yang hendak menjatuhkan pemerintahan.  Sjahrir bersama sejumlah tokoh lainnya ditangkap dan ditahan di mess Corps Polisi Militer (CPM) di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta.

Bung Karno dan Sutan Sjahrir
Bung Hatta dan Sutan Shahrir, pejuang, pemikir dan pendiri republik Indonesia

Sjahrir kemudian dipindah ke Rumah Tahanan Militer (RTM) Budi Utomo. Di sana lah Sjahrir sakit. Sejumlah tokoh termasuk Bung Hatta sudah mendesak agar pemerintah membebaskan Sjahrir. Namun desakan Bung Hatta dan tokoh lainnya tak digubris. Sjahrir kemudian diizinkan menjalani perawatan di RSPAD Gatot Soebroto. Hingga akhirnya Bung Kecil dirujuk untuk dirawat di Swiss. Sjahriri pun mengembuskan napas terakhirnya di Swiss pada 16 April 1966.

Di hari wafatnya Sjahrir, Presiden Soekarno menerbitkan Keppres No. 76 Tahun 1966 untuk merehabilitasi nama Sjahrir dan menjadikan sebagai Pahlawan Nasional.

Dalam pidatonya di pemakaman Sjahrir, Bung Hatta menggambarkan Sjahrir sebagai sosok yang penuh ironi. Sjahrir yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, merasakan sulitnya zaman perjuangan, dan ikut serta membesarkan Indonesia, meninggal dunia dalam status tahanan dari Republik Indonesia.

“Tragedi dan kebesaran memang bertemu dalam hidup Sutan Sjahrir, “  kata Jendral TB Simatupang.  “Dia telah mempertaruhkan hidupnya dan dia telah memenangkannya, “ kata Ignas Kleden, dalam kata pengantar buku karya sahabat almarhum, H. Rosihan Anwar, “Sutan Sjahrir, Negarawan Humanis, Demokrat Sejati, yang Mendahului Zamannya”. **

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.