Seide.id – Vaksinasi Covid, utamanya booster, tetap berlangsung meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Mengingat ini adalah masa transisi, hal tersebut tetap dibutuhkan untuk berjaga-jaga. Berikut hal seputar seputar vaksinasi.
Vaksinasi cara membuat tubuh kebal terhadap infeksi. Caranya, dengan meniru kejadian alami tubuh mengalami proses terinfeksi apa saja, termasuk infeksi oleh virus SARS-CoV-2.
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun secara alami sendirinya, akan melawan setiap bibit penyakit yang memasuki tubuh. Kalau tangguh sistem imun tubuh, orang akan gagal terinfeksi. Atau orang akan jatuh sakit infeksi kalau tubuh kalah melawan bibit penyakit yang memasuki tubuhnya. Misal, apabila bibit penyakit yang menyerang terbilang ganas, atau terbilang banyak jumlahnya, kalau bukan sistem imun tubuh terbilang lemah. Pada kasus HIV-AIDS misalnya.
Setelah dimasuki bibit penyakit, tubuh terpicu meresponsnya untuk memproduksi antibodi. Antibodi yang spesifik terhadap bibit penyakit yang menyerangnya. Pernah terserang virus cacar, tubuh akan kebal terhadap cacar bila di kemudian hari diserang virus cacar lagi. Itu kekebalan yang terbentuk alami. Demikian pula halnya kekebalan terhadap virus SARS-CoV-2.
Kalau kekebalan sehabis terinfeksi tergolong kekebalan alami, kekebalan oleh vaksinasi tergolong kekebalan buatan. Meniru respons sistem imun tubuh bila dimasuki bibit penyakit, vaksin yang menggantikan peran bibit penyakit. Oleh karena bukan dimaksudkan untuk menjadikan tubuh jatuh sakit, maka bibit penyakit dalam bahan vaksin haruslah bibit penyakit yang sudah dilemahkan, atau yang tidak sampai membuat tubuh yang divaksin sampai jatuh sakit.
Awal riwayat vaksin dulu, ada yang terbuat dari bibit penyakit yang masih hidup, misal untuk virus polio, ada juga yang sudah setengah dimatikan (attenuated), selain ada juga yang sudah dimatikan (inactivated).
Sekarang dengan kemajuan teknologi, bahan vaksin direkayasa dengan meniru bahan menyerupai bibit penyakitnya, yang sama-sama bisa merangsang sistem imun tubuh untuk melawan, sama merespons seolah betul itu bibit penyakit. Cara tubuh merespons sistem imun supaya tubuh memproduksi antibodi.
Untuk vaksin SARS-CoV-2 sebagaimana tampak pada Gambar, kita mengenal 5 platform vaksin Covid. Selain vaksin terbuat dari virus yang sudah dimatikan inactivated, ada vaksin meniru protein jonjot atau spike virus, ada vaksin yang minta bantuan virus lain untuk membawa material tiruan protein virus, ada yang meniru inti zat baka DNA, ada yang meniru zat baka m-RNA. Jadi hanya ada satu platform vaksin yang memasukkan sosok tubuh virus utuh, yang empat platform vaksin lainnya dibuat dengan teknologi rekayasa.
Vaksin platform yang rekayasa hanya meniru potongan virus SARS-CoV-2, yakni meniru sebagian kecil tubuh virus, hanya satu spike virus. Sedang vaksin platform memakai virus utuh yang memasukkan seluruh tubuh virus termasuk seluruh spike virus. Itu maka kenapa kekebalan yang terbentuk oleh platform virus utuh, logisnya, berbeda dengan kekebalan yang diproduksi hanya dari potongan kecil virus yang direkayasa.
Tengok Gambar di bawah, apapun platform vaksinnya, begitu disuntikkan, segera akan dilawan oleh sistem imun tubuh: Dua jenis sel darah putih kekebalan tubuh, yakni sel macrofag dan T-cell keduanya yang mengaktifkan jenis sel darah putih lainnya yaitu B-cell untuk membentuk sel memory selain memproduksi antibodi. Sedang T-cell sendiri terbagi dalam CD-8 yang tugasnya membuang sel terinfeksi, dan CD-4 yang mengaktivasi B-cell bersama macrofag untuk membentuk sel memori dan antibodi.
Jadi akhir dari proses respons sistem imun tubuh setelah divaksinasi, sebagaimana tampak pada Gambar, yakni terbentuk dua kejadian penting, B-cell memory cell dan antibodi.
Ada perbedaan antibodi yang diproduksi sehabis terinfeksi dengan sehabis divaksinasi. Pembentukan antibodi oleh bahan vaksin Covid-19 barang tentu tidak sebanyak antibodi yang terbentuk sehabis terinfeksi Covid-19 atau convalescence antibody. Mengapa?
Oleh karena antibodi yang diproduksi tubuh oleh vaksin, yang dimasukkan ke sistem imun tubuh ialah virus atau bahan virus yang selain dosisnya sangat kecil, juga sudah dimatikan. Sedangkan bila tubuh terinfeksi SARS-CoV-2, virus yang masuk selain masih hidup, jumlahnya pun pasti lebih banyak, maka respons sistem imun tubuh juga memproduksi antibodi yang jauh lebih banyak.
WHO tidak menganjurkan untuk menghitung berapa kadar antibodi sehabis divaksin, karena bisa bikin rancu publik berpikir. Sejatinya berapapun titer antibodi, belum sepenuhnya mencerminkan tingkat kekebalan. Lebih penting keyakinan bahwa sudah terbentuk sel memory, yang begitu tubuh diserang virus SAS-CoV-2 suatu hari nanti, sel memory yang sudah hadir dan senantiasa hadir sehabis kita divaksinasi, yang karena sudah mengenal SARS-CoV-2, maka akan langsung memproduksi antibodi spesifik untuk menyergapnya, sehingga tubuh tidak harus jatuh sakit Covid-19.
Lalu apa maknanya pembentukan sel memory, B-cell Memory Cell buat kita? Maknanya bahwa sebagaimana tubuh yang pernah ada riwayat terinfeksi, atau pernah divaksinasi, tubuhnya sudah kebal apabila di kemudian hari kapanpun, dimasuki kembali oleh bibit penyakit yang sama. Sel memorynya sudah mengenal bibit penyakitnya, sehingga mampu langsung memproduksi antibodi spesifik terhadapnya.
B-cell Memory cell sekali dikenalkan lewat kejadian pernah terinfeksi, dan atau pernah divaksinasi, seterusnya akan tetap hadir untuk mengingatnya. Sel memory akan tetap mengingat musuh yang pernah memasuki tubuh, bahkan sampai puluhan tahun kemudian masih mengingatnya. Tanpa perlu diingatkan ulang, B-cell memory tubuh yang sudah divaksinasi akan tetap ingat siapa saja musuh tubuhnya.
Demikian, setelah memahami hal-ihwal bahan vaksin, dan apa yang berlangsung dalam tubuh akibat terinfeksi, dan apa pula yang berlangsung setelah divaksinasi, kita dapat mengambil kesimpulan sendiri, bagaimana bijak menyikapi vaksin, dan vaksinasi.
Salam sehat,
Dr Handrawan Nadesul