Saat berusia 10 tahun, Heldy merengek pada kakaknya agar diajak ke Samarida menonton Bung Karno berpidato. Siapa sangka 8 tahun kemudian bisa bertemu di istana dan menyuntingnya.
Oleh DIMAS SUPRIYANTO M
WISMA NAGARA menjadi tempat bagi Bung Karno memadu kasih dengan Heldy Djafar, isterinya yang berasal dari Tenggarong – Kutai Kartanegara, Kalimantan. Saling sayang dan bermesra dilakukan saat keduanya menantikan tamu negara yang datang di sayap barat di antara Istana Merdeka – yang menghadap lapangan Monas dan Istana Negara – yang menghadap ke kali Ciliwung dan jl. Veteran.
Kepada Bung Karno, Heldy pernah mengeluh karena ribet memakai kebaya dan harus bersanggul. Tapi Bung Karno setengah memaksa dan menyemangatinya. Kebaya menjadi identitas nasional wanita Indonesia yang ingin ditunjukkannya kepada dunia.
Heldy masih berusia 18 tahun, anggota Barisan Bhineka Tunggal Ika di istana, ketika ditaksir Bung Karno, yang saat itu sudah 64 tahun. Guru dan teman sekolah yang sebelumnya menaksir pun mundur satu per satu.
Selain gemulai menari, di rumah Heldy Djafar dikenal pandai membuat sambal. Tapi sejak rumahnya di Jl. Ciawi III /4 – Kebayoran Baru, sering diapeli Bung Karno, yang setiap datang membawa bermacam macam hadiah – tak ada satu pun seisi rumah yang berani memerintahya lagi. Apalagi ketika Bung Karno mengirim pengawal untuk mengawasinya. Bahkan ketika Heldy ke sekolah.
Seperti diungkap dalam buku Heldy, Cinta Terakhir Bung Karno karya Ully Hermono dan Peter Kasenda, saat masih 10 tahun di tahun 1957, di kampung halamannya, Heldy menangis dan merengek ingin diajak kakaknya Yus, untuk menyaksikan kedatangan Bung Karno dan mendengar langsung pidatonya di kota Samarinda.
Siapa sangka beberapa tahun kemudian mereka jumpa di Istana Negara dan bahkan mengunjungi rumahnya di Kebayoran, setelah melanjutkan sekolah di ibukota.
WISMA NEGARA sebenarnya tidak dibangun sebagai puri untuk Heldy Djafar dan tempat memadu kasih keduanya. Wisma Negara khusus dibangun untuk menyambut kedatangan presiden negeri adidaya, yaitu John F. Kennedy.
Kisah lengkapnya, sebagaimana juga diungkap Peter Kasenda, setelah selesai KTT Nonblok tahun 1961 di Beograd, Yugoslavia – diputuskan KTT mengutus dua orang untuk menghubungi kedua negara adikuasa. Pandit Jawarhal Nehru, Perdana Menteri India ke Rusia menemui Nikita Kruschev dan Bung Karno ke Amerika Serikat menemui John F. Kennedy.
Di White House, Bung Karno diterima dengan rasa hormat dan hangat oleh Presiden John F. Kennedy.
Dua orang hebat kaliber dunia yang baru pertama bertemu itu segera menjadi akrab dan saling menghargai.
Kepada JF Kennedy, di samping membicarakan tentang KTT Nonblok, Bung Karno menjelaskan masalah Irian Barat. Dengan penuh keyakinan dan kebutuhannya ia menjelaskan bahwa Irian Barat harus kembali ke pangkuan Republik Indonesia.
Singkat kata, pada prinsipnya Presiden John F. Kennedy setuju pendapat dan penjelasan Bung Karno itu dan berjanji akan berusaha ke arah tercapainya hal tersebut.
Kelihatan benar Bung Karno sangat gembira akan hasil yang dicapainya. Serta merta dia mengundang Presiden John F. Kennedy agar datang ke Indonesia menjadi tamu pemerintah dan rakyat Indonesia. Hal itu disetujui John F. Kennedy, namun waktunya akan ditentukan kemudian.
Begitu kembali ke Jakarta, Bung Karno segera memerintahkan rencana pembangunan Wisma Negara di dalam kompleks Istana Jakarta. Arsitek Darsono merupakan tangan kanan Bung Karno dalam semua perencanaan dan pembangunan Wisma Negara itu.
Bung Karno ingin sekali agar Presiden John F. Kennedy menjadi tamu pertama yang akan menginap di Wisma Negara tersebut.
Diperkirakan Presiden John F. Kennedy dapat mengadakan perlawatan pada bulan April atau Mei 1964. Bung Karno minta pelaksana proyek agar ngebut
Tetapi, tampaknya Tuhan berkehendak lain. Belum sempat ke Indonesia, Presiden Amerika Serikat itu ditembak di Dallas, di negara bagian Texas Amerika Serikat, pada tanggal 22 November tahun 1963.
Sementara itu, Wisma Negara terus dibangun dan berdiri tegak di kompleks Istana Jakarta. Tamu pertama yang menginap di Wisma Negara adalah Pangeran Norodom Sihanouk, kepala negara Kamboja.
Di Wisma Negara itu lima hari menjelang ultah yang ke 65, Bung Karno menikahi Heldy Djafar disaksikan Ketua DPA KH Idham Chalid dan Menteri Agama KH Saefuddin Zuhri. Dan Wisma Negara itu kemudian menjadi tempat memadu kasih dengan isterinya, yang muda belia, Heldy Djafar. ***