Oleh Heryus Saputro Samhudi
“Nggak perlu malu, De…! Nggak perlu merasa turun gengsi. Apapun kerja yang bisa menghasilkan, perlu dicoba. Yang penting halal, dan dapur ngebul…,” ucap Si Tengah ke Si Bungsu, adiknya, saat pandemi Covid-19 merebak setahun lalu, dan usahanya di bidang sinematografi dan fotografi istirahat panjang, karena para klien pada ngedekam, nggak ada lagi order kerja. Pegawai yang ada pun terpaksa dirumahkan.
Si Tengah bergerak cepat. Satu dari usaha yang diwujudkannya sambil stay at home adalah jual beli tanaman hias premium dengan sistem on-line, dan kirim langsung ‘barang’ ke rumah pemesan. Dia punya banyak relasi. Itu pangsa pasar potensial, dan dia punya prinsip palugada (aPA eLU mau Gue ADAin). “Mbak dan Mas” atau “Tante dan Oom…perlu tanaman apa buat mempercantik halaman atau ruang kerja? Insyaallah, saya cariin dan siap antar,” begitu kata Si Tengah, selalu.
Dimana tanaman didapat? Nggak perlu repot. Si Tengah ternyata maen tanaman hias sejak lama, dan punya banyak sohib petani dan pemulia tanaman di sekitar Depok dan Bogor. So, dia tinggal telepon koleganya bila ada pesanan. Dikemas rapi agar nggak kebentur-bentur dan pohon rusak di jalan, Si Bungsu ambil bagian sebagai juru antar (ibarat Kang Ojeg), dan ongkir sepenuhnya milik Si Bungsu.
Tak cuma cari pesanan relasi ke kebun atau lapak tanaman hias milik para sohib, Si Tengah juga berkebun sendiri di rumah kami. Ragam tanaman hias premium dalam pot gerabah cantik, memenuhi halaman rumah, sebagai penghias ruang (termasuk ruang saya ngetik), dan bagian belakang rumah yang melompong ke langit. Center point-nya bagian beton datar di atap rumah kami yang dia obah jadi mini garden on roop top.
Istri saya, Ibunya anak-anak, juga tak tinggal diam. Dia hidupkan lagi kemampuannya mengolah kuliner dan kue-kue tradisional khas dan langka. Ditawarkan ke jejaring teman via FB. Hasilnya? Tiap minggu ada saja kenalan yang pesan. Dan saya…nggak perlu merasa turun gengsi untuk jadi Kang Ojeg, antar kue atau masakan khas, atau tanaman Si Tengah, bersepedamotor ke rumah pemesan yang juga kenal saya…
Tak kalah menarik, dilakukan Si Sulung. Di sela kesibukannya sebagai jurnalis sebuah stasiun televisi, yang kini juga banyak menerapkan work at home, dia ternyata punya usaha sampingan yang tak perlu penanganan langsung. Bersama temannya dia beternak lele, juga beternak tikus putih untuk pakan hewan eksklusif klangenan para pehobi. Ular boa salju, ikan arawana dan arapaima, dll.
Si Sulung juga menjual secara on-line buah-buah segar Indonesia, yang didapat langsung dari petani atau pemasok utama untuk pasar Jabodetabek. Kemarin misalnya, ada tawaran buah alpukat kualitas premium asal kebun di Lamung Timur. Ready stock dan siap dipasok ke rumah kami kapan saja.
Si Sulung rembugan dengan Si Tengah dan Si Bungsu, juga Ibunya, untuk memprediksi berapa kg kira-kira kami sanggup menjual, dan segera nge-share foto alpukat dan harga/kg yang kami inginkan. Tentu sedikit lebih tinggi dari harga pemasok, dan lebih rendah dari harga pasaran. Pagi tadi, sesuai permintaan, ke rumah kami datang 100Kg. Eh…, selepas beduk Asyar tadi, persediaan kami tinggal 4 Kg.
“Hebat putra-putra Abang, juga Si Mpok. Bisa pesen lagi tuh, 100 Kg buat besok. Tapi ngomong-ngomong, apa peran Abang buat usaha ‘yang penting dapur ngebul’ eni?” celetuk Mak Wejang, entah dari mana. Saya jadi mengkelap, “Lha, kapan tadi saya udah bilang bahwa saya ikut jadi Kang Ojeg, anter barang. Dan lagi, Mak Wejang kan faham saya juga motret aktivitas mereka. Nge-share di FB. Apa itu bukan peran?” ***
03/07/2021.