Pelaut Charles Lightoller Lolos dari Kecelakaan Titanic dan Selamat Melewati Dua Perang Dunia

Ingat-ingat saja, kapal pesiar Titanic tenggelam Senin, 15 April 1912. Perang Dunia Pertama (1914-1918) dan Perang Dunia Kedua (1939-1945) di Eropa.

Sekarang bayangkan, seandainya Anda mengalami langsung tiga peristiwa akbar di atas dan Anda selamat, tidak cacat atau terluka, seperti apa rasanya!

Anda bahkan bisa hidup nyaman bersama keluarga tercinta, sampai hari tua, sehat, dan meninggal dengan tenang dalam usia 78 tahun sebagai perokok berat yang sukses! Good Lord! Wah, hebat bener! Adakah orang itu? Ada!

Namanya Charles Herbert Lightoller, seorang pelaut tulen berkebangsaan Inggris, lahir 30 Maret 1874.

Titanic tenggelam, 15 April 1912

Nasib Charles “terbawa” ikut berlayar dalam kapal Titanic gara-gara ada pergantian posisi perwira kapal, tepat di saat-saat terakhir kapal akan berangkat!

Sebenarnya, tak ada yang aneh, sih, itb biasa terjadi di kapal pesiar kala itu. Kapten kapal bisa mengganti awak kabin beberapa jam sebelum keberangkatan.

Titanic milik perusahaan angkutan laut raksasa kala itu, White Star Line. Terdaftar di Liverpool, Inggris. Perusahaan ini memiliki beberapa kapal besar untuk mengangkut penumpang dan pesiar, maka, posisi perwira kapal bisa ditukar-tukar menurut kebutuhan.

Sebenarnya, Titanic bukan kapal pertama bagi Charles. Sejak pra remaja ia sudah akrab dengan laut. Usia 13 tahun ia sudah mengarungi samudera.

Februari 1888 Charles bertualang dengan kapal Primrose Hill, kapal layar 4 tiang seberat 2.500 ton. Semua mulus saja selama berada di kapal ini.

Pelayaran berikutnya, September 1889, ia bergabung sebagai awak kapten George Sutherland di kapal , Holt Hill,  seberat 2.367 ton yang akan berlayar dari Cardiff, Wales tujuan ke Rio de Janeiro, Brazil, membawa muatan penuh dengan batu bara.

Setelah dari  Brazil rencananya tanggal 4 Oktober 1889 kapal akan bertolak ke Kalkuta, India.

Dalam perjalanan Holt Hill dihantam badai besar saat memasuki peraiaran Brazil. Kapal layar 4 tiang itu limbung berat dan terseret-seret sampai akhirnya berhasil masuk Rio dalam keadaan rusak.

Kapal diperbaiki, sementara situasi dalam negeri di Brazil saat itu mengkhawatirkan, terjadi beberapa pergolakan revolusi bersenjata, ditambah wabah cacar yang mengintai. Sungguh situasi yang tidak menyenangkan.

4 Oktober kapal bertolak menuju India. Bagi kapal layar saat itu, ini perjalanan mendebarkan karena akan memotong samudera Pasifik Selatan, dari perairan Brazil lalu menuju ujung selatan Afrika yang berbahaya.

Tanduk Afrika berhasil dilewati, kapal Holt Hil lalu mengubah haluan ke arah timur laut, menuju Kalkuta

Malang tak dapat ditolak, 11 November 1989, mendadak awan hitam datang bergelayut dari arah selatan. Makin lama semakin tebal.

Angin kencang tiba-tiba datang menerjang. Laut lalu bergolak dengan ganas. Holt Hill nampak mungil di luasnya samudera segera terombang-ambing ombak dengan hebat. Esoknya tak juga reda, angin malah makin kencang. Tiang layar patah, kapal kemudian hilang kendali. Holt Hill terseret tak tentu arah.

Yang dikhawatirkan setiap pelaut pun terjadi, kapal menabrak gugusan karang yang tak terlihat. Suaranya berderak keras, mirip semangka dilempar ke batu karang. Isi kapal terlmpar dengan hebat!

Tanggal 13 November 1889, kapten George Sutherland mencatat: kapal karam dan pecah di gugusan karang di pulau terpencil bernama Santo Paul, sebuah pulau vulkanik tak berpenghuni seluas sekitar 2 km persegi, yang terletak di Samudera Hindia bagian selatan.

Pulau ini sangat terpencil, jauh kemana-mana.

Gunung di tengah pulau masih aktif, dan sangat berbahaya!

Ke-32 awaknya selamat, namun tak bisa membawa apapun dari kapal. Pakaian hanya tersisa yang melekat di badan. Mereka lalu mendirikan kamp darurat dan makan apa saya yang bisa ditemui kelinci, kerang, ikan dan lobster.

Tanpa terasa Charles Lightoller terdapampar di pulau terpencil itu selama 8 hari, sebelum akhirnya sebuah kapal layar bernama Coorong yang dikapteni oleh pria keturunan Belanda bernama Hayward datang melintas. 32 awak berikut kapten Sutherland ditolong. Coorong segera berlayar untuk tujuan Adelaide, Australia Selatan.

Coorong adalah kapal layar yang lebih kecil ukurannya, kapal ini tak banyak membawa ransum makanan. Ketambahan orang awak Coorong harus berbagi makanan dengan ketat untuk bisa sampai ke tujuan tanpa kelaparan.

Dari Adelaide Charles lalu menumpang kapal tujuan Liverpool untuk pulang. Setelah melalui petualangan berbahaya, dua kali badai besar, terdampar di pulau tak berpenghuni Charles Lightoller pulang ke Inggris dengan tangan kosong.

Kapokkah ia? Ternyata tidak. Laut kembali membanggilnya. Charles masih kerja di setidaknya dua kapal lagi. Kapal pertama, kebakaran hebat dan yang kedua berlabuh di pelabuhan di Afrika Barat di saat wabah malaria mengganas! Ia sakit dan hampir kehilangan nyawa.

1889 ia pernah berusaha meninggalkan laut dan pergi ke pegunungan Yukon, di utara Kanada dekat perbatasan dengan Alaska. Niatnya ikut-ikutan Demam Emas. Namun setahun bergulat dengan tanah kotor, ia tak memperoleh hasil apa-apa. Nihil. Sekali lagi ia mudik dengan kantong kosong!

Apa boleh buat, Januari 1900 ia kembali ke laut. Bergabung dalam perusahaan White Star Line yang memiliki beberapa kapal penumpang besar dan modern. Kapal yang sepenuhnya digerakkan oleh mesin-mesin raksasa.

Pertama di kapal Majestic seberat 12.000 ton, sebagai petugas medis. Lalu pindah lagi ke Oceanic, yang lebih besar.  Beratnya, 17.000 ton. Lightoller naik kelas, sebagai Perwira Kapal Kelas 3, sebelum akhirnya mendarat ke kapal raksasa terbesar dunia untuk ukuran saat itu, Titanic! Beberat 46. 328 ton! Ukurannya hampir 3 kali kapal Oceanic!

Bersama Titanic, Charles terpilih menggantikan posisi kelasi David Blair sebagai Perwira Kedua kapal. Dan tepat tengah hari, Rabu 10 April 1912, Titanic pun segera  angkat sauh dari Southampton, Inggris selatan, menjalani pelayaran perdana dengan tujuan akhir kota New York, AS.

Titanic meninggalkan pelabuhan Southampton

David Blair melihat kapal bertolak. Ia sangat kecewa karena tak terpilih bertugas di Titanic, David menulis kartu pos pada adiknya, “kapal itu luar biasa besar, sayang sekali saya tidak bisa turut serta”

Titanic rencananya mampir ke kota pelabuhan Cherbourg di Perancis dan kota Queenstown (sekarang bernama kota Cobh) di Irlandia, setelah itu langsung bertolak ke barat menuju New York.

Setelah kapal berlayar, diam-diam, di anjungan kapal tempat Charles bertugas, terjadi kisruh kecil tetapi sangat vital. Kunci lemari yang menyimpan teropong-teropong bagi petugas jaga kapal ternyata terbawa turun -secara tidak sengaja- oleh David Blair!

Lemari mau dijebol manajemen Titanic keberatan, kapal masih baru! Akhirnya Charles menjanjikan akan membuatkan kunci pengganti nanti kalau kapal telah sampai di New York.

Kapal laut jaman dahulu -sebesar apapun ukurannya- berlayar hanya mengandalkan pandangan mata telanjang para penjaga untuk mengawasi keadaan sekitar. Belum ada radar kapal yang dapat membantu nahkoda melihat keadaan sekeliling.

Bisa dibayangkan, Titanic yang memiliki panjang 269 meter, itu tiga kali panjang lapangan bola (90m), pengawasan keadaan sekeliling kapal hanya mengandalkan mata telanjang!

Itu sebabnya, untuk membantu ‘mata’ nahkoda dibangunlah menara tinggi di atas kapal. Di ujung menara dibuat pos jaga. Disebut ‘sarang gagak’ karena letaknya yang tinggi. 2 orang awak bertugas bergantian selama 24 jam penuh, masing-masing mengawasi sisi kiri dan kanan kapal.

Nah, dengan teropong-teropong yang tetap tersimpan di dalam lemari, penjaga pos ‘sarang gagak’ ini tak kebagian jatah. Maka, dimalam gelap bulan dan lautan yang tenang bak permukaan kaca, kehadiran gunungan es yang hanyut dari Kutub Utara tak terlihat oleh menara jaga!

Pos ‘Sarang Gagak’ di tiang depan.

Saat itu, Minggu, 14 April 1912, menjelang tengah malam, Charles baru saja serah terima pos jaga anjungan pada Perwira Pertama William McMaster Murdoch dan berniat hendak tidur di kabin kru, ketika secara mendadak ia merasakan dinding kapal bergetar hebat!

Masih memakai piyama, Charles naik ke atas, ke geladak, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Sekitar lima menit ia berada di geladak dan tak melihat hal mencurigakan, maka, ia memutuskan turun kembali dan tidur di kamar.

Belum sampai terlelap rasanya, ketika Perwira Keempat Joseph Boxhall menarik-naik kakinya, sambil berteriak panik, “Cepat segera ke anjungan! Kapten Smith (Edward John Smith) memanggil. Darurat!”

Charles segera memakai seragam dan lari ke anjungan.

Ada apa? Bersambung:

Avatar photo

About Gunawan Wibisono

Dahulu di majalah Remaja Hai. Salah satu pendiri tab. Monitor, maj. Senang, maj. Angkasa, tab. Bintang Indonesia, tab. Fantasi. Penulis rutin PD2 di Facebook. Tinggal di Bogor.