HARI BAHAGIA OMA KIRANA

Sunset Story Belinda Gunawan

Kirana menimang sebuah apel pink di kios buah. Seorang pemuda menyapanya, “Selamat pagi, Oma.”

“Selamat pagi. Kamu anak siapa?”

“Anak papa dan mama saya.”

“Jadi Oma tidak kenal kamu?” Kirana takut ia lupa akan keponakan atau cucu keponakan sendiri. Belakangan ini ia banyak lupa.

“Belum, Oma. Sekarang saja kita berkenalan. Nama saya Michael.”

“Aku Kirana. Dulu dipanggil Dik, Mbak, lalu Tante, dan sekarang Oma.” Kirana tersenyum sendiri dengan gurauannya.

“Jadi saya tidak salah, memanggil Oma?”

“Tentu tidak. Kamu sebaya cucu sulungku.” Yang jauh di sana, di Amerika, Kirana membatin.

“Oma suka apel pink? Sama dong, saya juga suka.”

“Iya. Rasanya renyah, warnanya cantik.”

“Mungkin seperti pipi Oma, dulu? Eh maafkan kalau saya usil.”

“Tidak apa-apa.” Kirana tidak merasa tersinggung, bahkan ada sebersit rasa riang di sudut hatinya. Sudah lama eksistensinya sebagai wanita diabaikan orang. Padahal dulu ia bunga kampus.

“Opa…tidak ikut?”

“Sudah lama berpulang.” Kirana jadi teringat akan almarhum yang selalu baik padanya, sejak masa berkencan sampai bercucu. Ketika anak-anak mereka menikah dan keluar rumah, ia dan Andika kembali berdua alias “pulang modal”. Tapi selama ada si Soul Mate, Kirana tidak merasa kesepian. Sekarang…Kirana sendirian. Anak-anak berpencar ke berbagai penjuru dunia, hampir tidak ada kontak lagi.

“Maaf, saya membuat Oma sedih,” kata Michael, melihat rona wajahnya.

“Ah, kamu. Tidak apa-apa,“ jawab Kirana.

Michael mendadak punya ide. “Oma, kita main tebak-tebakan yuk.”

“Jangan susah-susah, tapi…”

“Mudah kok. Dan ada hadiahnya. Yang menang dapat sekilo apel pink.”

“Oke deh. Apa tebakannya?”

“Saya umur berapa?”

“Mmmmm…dua lima?”

“Hahaha… tepat sekali, Oma.” Padahal usianya 30.

“Sekarang kamu menebak umur Oma.”

“Enam lima?”

“Salah.” Kirana tersenyum senang. Ia mendapat diskon banyak.

“Jadi berapa?” Michael coba memancing.

“Mmmm… pokoknya kamu salah.”

“Dan kalah.”

Pura-pura sedih, Michael lalu memilih lima buah apel yang segar-segar. Penjaga kios menimbang dan memasukkannya ke wadah plastik.

“Ini hadiahnya, Oma yang cantik dan pintar,” katanya sambil membungkuk bak Pangeran di hadapan seorang Putri.

Kirana tertawa. Ia menerima hadiahnya separuh berlutut sambil memegang sisi roknya.

“Saya permisi dulu, ya? Mau ngantor nih, Oma, cari sesuap nasi.”

Kirana menepuk-nepuk lengan Michael. “Hati-hati di jalan ya Cah Bagus.”

Sungguh ini hari bahagia bagi Kirana. Seorang muda, laki-laki dan ganteng pula, mengenali sisa-sisa kecantikannya dan memperlakukannya dengan gallant. Seperti Andika dulu. Perlakuan seperti ini akan dikenang dan memberinya bekal keceriaan selama seminggu, bahkan mungkin sebulan.

Ini juga hari bahagia bagi Michael. Ia sudah mengawali hari dengan satu kebaikan. Ia melangkah pergi sambil membayangkan percik bahagia di balik kacamata Oma Kirana.

Avatar photo

About Belinda Gunawan

Editor & Penulis Dwibahasa. Karya terbaru : buku anak dwibahasa Sahabat Selamanya.