Ada Malaikat di Sini

CERPEN JUMAT:
Oleh: Effi S HIdayat

“Di sini ? Di sini…, mana?”

“Ituuu, Ia duduk anteng menungguiku dekat jendela….”

“Oooh….”

“Kalau saja Ia tak datang, mungkin aku… aku sudah menghabisi nyawaku! “

“Ya, sst… Ia membisikkan asa bahwa masih ada Reihan yang harus kujaga sepenuh hati. Juga…kau, terima kasih, sahabatku, Duma. Kau setia mendampingiku tatkala aku gamang tak berdaya. Kepergian mendadak orangtua, sekaligus suami dan kedua puteri kembar kami, bukan hal yang mudah diterima.“

“Apaaa?”

“Tentu, tentu, Reina. Kecelakaan itu musibah. Siapa yang rela menerimanya? Puji syukur, dokter bilang, kau tegar. Kau kuat. Sebentar lagi, kau sudah boleh pulang ke rumah. Maaf, aku agak siang menjengukmu hari ini.”

“Aku kuat? Tegar? Ah, Duma… aku hampir saja bunuh diri tadi! Kalau saja malaikat pelindungku tak hadir di sini….”


Aku menepuk- nepuk lembut bahu sahabatku, Reina. Matanya terpejam sudah. Ia tertidur. Napasnya terdengar halus. Iba hatiku melihat penderitaannya. Tentu ia lelah sekali. Jiwa dan raga.

Sudah berapa minggu ia dirawat di Klinik Rehabilitasi Jiwa ini? Insomnia, menangis tanpa jeda, mogok makan dan bicara… apalagi? Duh! Aku mengusap bulir-bulir airmata yang tanpa sadar menuruni pipi.

“Ibu…bagaimana kondisi Ibuku hari ini, Tante Duma?” Sebuah suara tiba-tiba menyadarkan diriku. Tergesa, ku usap airmataku. Tak ingin anak lelaki di hadapanku ini tahu.

“Oh, kau baru pulang kuliah, Reihan?” Aku menyunggingkan seulas senyum.

“Ya, ujian semesterku baru usai, Tante. Sebenarnya ,ah, sampai sekarang aku tak habis pikir, Tante. Mengapa pada hari naas itu, Mama tiba-tiba menjengukku di kost, sehingga tak ikut bersama-sama di dalam mobil Papa….”

“Sudahlah, Reihan. Sudahlah… Kita tak pernah tahu suratan nasib yang terjadi.”

“Ya, aku sangat bersyukur sampai detik ini masih memiliki seorang ibu, Tante, ” lirih suara Reihan, tertunduk lemah.

“Oh…,” mataku mengerjap hangat, ada air lagi yang tak bisa kucegah merembes deras keluar. Aku terkejut sekali ketika menyelimuti Reina. Di balik selimut itu, tepatnya di selipan bantal kepalanya aku menemukan sebuah… pisau buah mengilat!

Jadi, jadi benar, ucapan Reina! Ia berusaha bunuh diri menghabisi nyawanya? Kalau saja tidak ada malaikat di sini? Diam-diam aku mengambil pisau itu. Aku baru usai berdoa “Malaikat Tuhan”, tepat pukul 12.00 siang.

Reflek, aku menengok ke jendela di mana Reina menunjukkan jari tirusnya tadi . Dan, seberkas sinar bercahaya kemilau kulihat berputar sejenak di dekat sahabatku itu sebelum akhirnya ia melayang-layang ke luar jendela kamar yang terkuak lebar.

“Ternyata benar! Ada malaikat pelindung di sini….”

“Apaa, Tante?”

“Ada malaikat yang melindungimu dan ibumu, Reihan….”

“Aku tak paham, Tante Duma….”

“Tante juga tak paham, Reihan. Tetapi, percayalah. Ada malaikat di sini….”

Avatar photo

About Effi S Hidayat

Wartawan Femina (1990-2000), Penulis, Editor Lepas, tinggal di BSD Serpong, Tangerang