Proses demikian perlu dilatih dan diulang, sebagai bagian dari pembelajaran anak menuju kedewasaan. Karena pengulangan proses akan menjadikan tindakan inilah yang diambil anak sebagai kebiasaannya.
Sebagai catatan tambahan, ingat juga bahwa meskipun anak telah terbiasa melakukan proses regulasi emosi ketika menunjukkan emosi yang negatif, anak tetap melihat teladan dari orang tua juga.
Apakah kita dalam hal ini juga telah mampu dan konsisten mengendalikan emosi? Kalau pun kita sendiri masih kesulitan, tak ada salahnya untuk mengakui dan menjadikan hal tersebut sebagai bahan untuk didiskusikan bersama.
Bahwa emosi atau perasaan kita bisa berkembang, bisa menjadi lebih baik atau memburuk, tergantung bagaimana kondisi keluarga, interaksi dengan orang lain, kehidupan sehari-hari, pekerjaan, pernikahan maupun kondisi lingkungan, masyarakat atau negara. Yakinkan kepadanya bahwa bila terjadi, itu tidak mengapa karena tanda kita masih manusia.
Obrolkan juga bahwa tak selalu kita punya hari-hari yang baik, ada juga yang buruk. Ada hal-hal yang membuat kita cemas, kesepian, merasa tak berguna, atau terkejut mengapa berpikiran buruk terus. Namun, semua itu adalah kewajaran. Menjadi aneh bila yang diinginkan kita hanyalah gembira terus setiap hari, tak punya masalah, apapun yang diinginkan musti tercapai, kalau bisa saat itu juga.
Diskusi dengan anak-anak yang masih muda mungkin hanya sampai di sini saja.
Namun, semakin anak bertumbuh, memulai peralihan ke fase remaja, dan telah paham tentang isu sekitar, hal serupa ini bisa dijadikan bahan diskusi selanjutnya.
Adakalanya kita justru tak perlu menjelaskan diri kepada orang-orang, setelah hal apapun yang dilakukan, bagaimana emosi yang dirasakan, dianggap tak valid juga oleh mereka.
Mencintai, menghargai dan menciptakan kebahagiaan sendiri lebih penting daripada keharusan memikiran perasaan dan atau urgensi keperluan pengakuan orang lain. Faktanya, tak semua orang sungguh peduli dengan apa yang telah kita lalui.
Dengan mencintai diri, kita bisa merefleksikan apa kebutuhan emosi, hal-hal apa yang sering mengganggu dan apa yang diinginkan dalam hidup.
Sesegera kita memahami kebahagiaan diciptakan oleh diri sendiri, tanpa disadari kita juga makin bahagia dengan orang di sekitar kita.
Nah, ternyata semua penjelasan tentang validasi emosi, ekspresi maupun regulasinya, semuanya saling terpaut dari kecil menuju kedewasaan, ya.
Jangan sampai fisik kita terus bertumbuh dan menua, emosi kita hanya stagnan di masa anak-anak. Sehingga banyak kemudian yang muncul adalah orang dewasa yang kekanak-kanakan, atau anak kecil yang terperangkap dalam tubuh orang dewasa.
Mari terus belajar bersama-sama, sebuah proses pendewasaan emosi yang perlu waktu, kesabaran dan tentu saja kasih sayang!
Semangat!
Aplikasi Kecantikan di Medsos Bikin Penggunanya Mengalami Gangguan Psikologis
Parenting 101: Rasa Cinta, Kagum, Suka, dan Sayang, Tak (Seharusnya) Menyakitkan