OLEH DIMAS SUPRIYANTO*
BUKAN rahasia lagi – dan sudah menjadi “tradisi” – para pejabat yang menguasai dan mengelola anggaran belanja “mengijon” proyek pada pengusaha dan rekanan. Mereka minta ‘fee’ duluan, dengan menjanjikan proyek untuk 3 bulan atau 6 bulan ke depan, bahkan proyek pengadaan tahun depan. Umumnya pengusaha bersedia memberikan “ijon” sebagai “ikatan” dan kepastian mendapatkan proyek berdasarkan kepercayaan, komitmen tidak resmi. Tahu sama tahu.
Kini – dengan datangnya Instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk menghematan anggaran besar besaran pejabat yang sudah terlanjur menerima “ijon” – fee duluan – kelabakan. Apalagi proyek yang disasar dan program yang menghasilkan komisi berpotensi kena pangkas. Bahkan dihapus – demi efisiensi.
Pada 22 Januari 2025, terbit Instruksi Presiden No. 1/2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD tahun ini, dimana Prabowo meminta jajarannya memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga sebesar Rp256,1 triliun dari alokasi awal Rp1.160,1 triliun untuk 2025.
“Yang dipangkas adalah lemak bukan otot, ” kata Hasan Nasbi, Kepala Komunikasi Kepresidenan . bertamsil. “Pemangkasan lemak tidak mempengarhui otot. Tidak ada pemangkasan untuk layanan dasar, ” tegasnya.
Tak heran bila sejumlah instansi dengan sengaja memotong anggaran lebih banyak – hingga layanan dasar untuk masyarakat, sebagai bentuk perlawanan, pembangkangan dan sabotase.
Padahal yang disasar adalah perjalanan dinas, kajian dan rapat di hotel hotel mewah, belanja ATK, resepsi-resepsi, yang tidak penting, tidak signifikasn – tapi nilai totalnya puluhan triliunan. Bukan pembayaran vendor clening service dan mengurangi AC dan lampu.
Namun segelintir birokrat belagak pilon – dengan sengaja kalangan instansi tertentu memotong hingga 70% agar instansinya lumpuh lalu menuding mereka “korban pengetatan anggaran” dari pemerintah pusat. Demi memenuhi perintah dan intruksi presiden.
Presiden Prabowo menegaskan, dia 50% dana perjalanan dinas para pejabat ke luar negeri, pemerintah bisa menghemat Rp15 triliun. “Rp15 triliun itu (sama dengan) berapa bendungan? Berapa irigasi? Berapa SD bisa kita perbaiki? Berapa anak sekolah bisa kita kasih makan?” kata Prabowo di Kupang, Nusa Tenggara Timur. “Tolonglah ya, para menteri puasa dulu. Puasanya lima tahun,” pintanya di awal Desembar 2024 lalu.
SELAMA puluhan tahun, birokrasi di kementrian, lembaga dan pemda, berfoya foya dengan APBD/APBN. Belanja yang boros, tidak efektif adalah mesin penyedot duit negara – notabene duit rakyat – yang disetor lewat pajak. Semua anggaran untuk keperluan kantor dan kegiatan digelembungkan hingga 100 persen – bahkan lebih. Lihat saja bagaimana proyek pengadaan di kementrian dan instansi pemerintah lainnya, dilakukan. Belum lagi kegiatan fiktif.
Contoh paling viral pengadaan laptop untuk sekolah seharga Rp.23 juta/unit di Kepulauan Seribu. Laptop 23 juta buat anak sekolah untuk apa? Semasa Ahok berkuasa di Balaikota, dia dibuat murka, karena ada pengajuan anggaran sebesar Rp 8,8 triliun yang diajukan DPRD untuk “Sosialisasi SK Gubernur DKI Jakarta’. Tak bisa menahan emosi, Ahok menulis ‘Pemahaman nenek lu!’ dan memberi paraf di bawah tulisan itu. DI DPRI RI ada pembelian pewangi ruangan hingga 2,3 miliar.
Tak heran bila Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan (2014-2019) menyatakan, jika dia diberi kesempatan berkuasa, maka dia akan memangkas kementrian dan pegawainya hingga separuhnya – baik anggarannya maupun pegawainya (ASN/PNS) yang tak produktif untuk dipensiun dini dengan program “golden shake hand”.
Dengan sekilas saja, dia bisa melihat bagaimana pegawai di kementrian menggambur hamburkan uang negara lewat perjalanan dinas, studi banding, rapat rapat di hotel, pembelian barang dan belanja rutin yang digelembungkan, yang jika diakumulasi menghabiskan triliunan rupiah.
Ada anggaran perjalanan dinas senilai Rp.40 triliun dan pembelian ATK (alat tulis kantor) senilai Rp. 44 triliun, yang bila dipotong separuhnya – tidak mempengaruhi layanan birokrasi. Pemangkasan dari transfer daerah bisa mendapatkan Rp50 triliun. Dari hasil pemangkasan itu, ada ribuan sekolah yang diebaiki, gabah petani bisa dibeli, layanan kesehatan di rumah bisa meningkat. Ada program pemeriksaan gratis bagi siapa saja, selain makan bergizi gratis bagi anak sekolah, ibu hamil, dll.
SUDAH menjadi kelaziman, di akhir tahun ASN/PNS membuat kegiatan mengada-ada, berdalih “buat ngabisin anggaran”. Sebab, “kalau nggak dihabisin, tahun depan anggaran dikurangi dan dipotong, ” katanya.
Pontang panting mereka mengadakan kegiatan yang mengada-ada, kegiatan dipaksakan dan digelembungkan – demi menghabiskan anggaran. Padahal penyusunan anggaran itu dilakukan rutin setiap tahun dan sudah bertahun tahun – tapi cenderung tak mencapai target, yang berdampak pada pemborosan .
Penghamburan APBD/APBN itu bukan saja menunjukkan perencanaan yang buruk, melainkan juga berpotensi merugikan negara, karena hasil yang tidak maksimal – bahkan tidak dibutuhkan – pemborosan duit rakyat.
Namun kegiatan yang mengada ada di ujung tahun mendapat pembenaran dan pembelaan. Sebab, swasta dan UMKM menikmatinya. Hotel, penginapan, gedung pertemuan, penyelenggara wisata (tour travel) menampung duit sisa anggaran atau proyek / kegiatan yang dipaksakan itu.
Nyaris tak ada tradisi mengembalikan uang yang diprogrankan dan cair dari APBD/APBN, karena dianggap gagal mengerjakan dan kekhawatiran tidak mendapat anggaran di tahun berikutnya.
Karena sudah rutin dan banyak anggaran sisa, banyak pejabat pengelola anggaran yang meng-“ijon” pada kontraktor. Tapi – dengan penghematan besar besaran, mereka panik dan mencoba membangkang bahkan membuat sabotase. ***