Di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, khususnya di Gelanggang Remaja Bulungan, nama Anto Baret cukup dikenal. Bukan saja penampilannya yang tinggi besar terkesan sangar dengan baret hitam yang selalu menutup kepalanya, tetapi Anto Baret adalah lelaki dengan banyak hal. Dia dekat dengan kehidupan seniman, olahragawan, dunia hitam dan bahkan bisnis di sekitar Bulungan.
Di balik penampilannya yang sangat, ayah empat anak ini ternyata seorang lelaki yang lembut dalam tutur kata, sabar dan penuh rasa hormat kepada orang lain.
Awal Juni 2021, Harry Tjahjono, Dimas Supriyanto dan Herman Wijaya dari seide.id mewawancarai khusus Anto Baret kahidupannya di Jakarta hingga saat ini yang penuh dengan duka dan suka…
Karena wawancara ini cukup panjang, akan di bagi ke dalam beberapa seri, selain untuk channel youtube seide.id.
Mas Anto, selain menjadi pencipta lagu, dan dekat dengan dunia kesenian, Anda adalah pendiri Kelompok Penyanyi Jalanan (KPJ) yang memiliki ribuan anggota di Indonesia. Bisa dijelaskan sejarah pendirian KPJ?
Jadi gini zaman saya waktu ngamen di Jakarta Nama saya Anto Trisna. Tahun 83 saya bikin album namanya Kian tu terus tahun 83 juga saya membuat album dengan Iwan Fals “Lonteku”. Tahun 84 lagu “Ethiopia” Iwan keluar. lagu “Lonteku” dibawa Iwan di album itu di situ nama aku diganti atau baret karena aku sudah datang ke Iwan kau bilang sama Iwan lu ganti nama nggak ngomong-ngomong Bapak aku ngasih nama pake selamatan terus katanya Iwan lu pake marah-marah ya To’, gue juga yang ngasih nama Fals temen gua anak Bandung. Ya udah akhirnya diganti baret tahun 85.
Waktu itu Komunitas Penyanyi Jalanan (KPJ) sudah terbentuk?
Tahun 82 KPJ sudah terbentuk akhirnya anak-anak ngamen kebetulankan? Zaman itu masih biasa di Pasar Kaget membawakan lagu saya judulnya “Sketsa Sebuah Hari Pada Sebuah Bulan”
Waktu itu ada Teguh Esha. Dia terus nanya, lagu siapa ini? Enak nih!
Anak-anak bilang itu lagu saya. Maka saya dipanggilah. Adik saya datang sama Teguh Esha, katanya lagunya oke Mas. Lalu saya diajak ke rumahnya, kemudian Masuk rekaman.
Ya itu pertama kali saya masuk depan dapur rekaman tahun 1982 ya diajak Mas Teguh. Besoknya saya diajak ke rumah Mas Ir Haryanto, Favourite Grup. Waktu itu Favourite Grup sedang naik daun.
Oh ya KPJ sendiri terbentuk tanggal 2 Mei tahun 82. Kita biasa nongkrong di pasar Kaget. Waktu itu tempat ngamen di Jakarta cuma ada di Pasar Kaget, Pasar Senen dan Pecenongan.
Begitu saya ke Pasar kaget ada gitar dipecah. Saya tanya kenapa dipecah, ternyata harus setor ke preman. Setiap kita ngamen di situ harus setor sama preman namanya Mad,semalam Rp4.000. Udah banyak waktu itu.
Kebetulan Mad ini mencuri mobil di toko mainan anak-anak di Senen.
Ketika dibawa mobil itu terbalik di Pancoran, dia ditahan. Begitu dia ditahan barulah anak-anak kita Buana ke Bulungan ini, dan membentuk kelompok penyanyi jalanan. Ketuanya Pak Yoyi Lembayung dan saya bendaharanya. Anak-anak yang ngamen harus nabung Rp100, kegunaannya kalau ada anak sakit, anak dapat kabar dari kampung keluarganya ada apa-apa…
Setelah berjalan lancar, akhirnya preman yang nabrak itu ke luar dari penjara. Dia nyari saya karena saya bendaharanya, dia minta duit.
Dia bilang kalau ada apa-apa kamu berani bertanggungjawab, ini organisasi apa? Saya biang saya bertanggungjawab. Terus dia pergi, datang lagi begitu, cuma ngemove-ngemove aja, tapi dia bawa senjata.
Akhirnya saya lama-lama risih juga. Begitu malam takbiran tahun 82 saya ngobrol sama Teguh Esha. Aku duduk di motor, Mas Teguh di buk, Masnya datang. Dia tanya mana Anto? Di situ terjadi perkelahian. Alhamdulillah saya menang dia masuk penjara. Setelah itu oke berkegiatan di Bulungan.
Mengapa harus Bulungan?
Bulungan itu Gelanggang Remaja. Di Jakarta ada lima wilayah masih ada gelanggangnya. Fungsi dari gelanggang itu adalah pembinaan
olahraga dan kesenian. Enggak adil kalau yang jelas-jelas identitasnya saja yang dibina, justru anak jalanan yang tidak jelas identidasnya yang perlu dibina. Barulah kita masuk ke gelanggang ini.
Dan baru kita tahu bahwa di dalam KPJ itu ada 4 motivasi:
Pertama ngamen untuk karier, yang kedua ngamen untuk batu loncatan, yang ketiga ngamen karena iseng, dan yang keempat ngamen memang profesinya jadi pengamen.
Pengamen yang datang dari daerah mengamen di Jakarta untuk mengembangkat bakatnya, di sini tidak punya saudara, dia mengamen. Dalam mengamen dia membawakan karya-karyanya sendiri. Dia sudah siap.
Memang idealnya tahun 70, 80, 90, pengembangan musik itu adanya di ibukota. Karena di ibukota ada produser ada recording ada wartawan. Malamnya ngamen, siangnya menawarkankan lagu-lagu ke produser rekaman. Lahirlah Yongky RM, Kuntet Mangkulangit pencipta lagu “Judul-Judulan”, lahirlah Timbul Priyono sama Rangga pencipta lagu “Mari Pacaran”, lahirlah Wanda Chapling atau Papa T Bob, Lahirlah Mbah Surip, Lahirlah Tony Q Rastafara. Itu yang ngamen untuk karier.
Ngamen untuk batu loncatan. Sebetulnya dia datang dari daerah ke Jakarta untuk bekerja. Karena di sini belum ada lowongan, dia bisa bermain gitar akhirnya dia mengamen. Dalam mengamen dia tidak membawakan karya sendiri. Dia membawakan lagu yang sudah popular. Saya pikir sah daripada mencuri.
Ngamen yang ketiga, anak SMA, mahasiswa, tidak tahu apa yang dicari. Ngemen yang ke-4 bapak-bapak main siter. dari tahun 69 sampai sekarang masih ngamen.
Empat motivasi itu ada di dalam KPJ. Tapi yang perlu diketahui adalah tidak ada pemuda Indonesia yang cita-citanya jadi pengamen.
Seiring berjalanannya waktu barulah kita berpikir, di sinilah jalanan sebagai media bisnis, jalanan sebagai media ekspresi. Mulai kita buka agen minuman botol. Pertama kali buka itu 125 krat lebih. Kebetulan operasional teh botol itu teman kita namanya Joko, dia langsung kirim; terus kita buka agen es balok, kemudian kita beli warung buat jual ayam bakar Ganthari.
Jadi dari jalanan sebagai media bisnis bisa menghidupi jalanan sebagai media ekspresi.
Berjalannya waktu kita sadar ini adalah gelangang sebagai tempat pembinaan olahraga dan kesenian, dalam olahraga KPJ mendirikan sasana tinju, sudah 21 tahun usianya, dan sudah melahirkan Juara PABA, Juara WBC; Juara Paba namanya Untung Ortega, Juara Asia Pasific, akhirnya kita dikasih ring internasional dari Dinas Pemuda dan Olahraga.. (Bersambung).