Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden baru akan berlangsung tiga tahun lagi (2024). Akan tetapi kasak-kusuk siap bakal calon (balon) Wapres dan Cawapres sudah mulai terdengar. Maklum masyarakat di Indonesia memang kepo (mau tahu aja) hal-hal yang bahkan di luar urusannya.
Diam-diam, partai politik juga sudah mulai ancang-ancang untuk memasuki perlombaan tahun 2024. Yang paling nggragas adalah PDIP. Partai berlambang banteng yang kini menjadi penguasa di negeri ini sudah mulai memberi sinyal siapa yang akan diusung pada pemilu mendatang. Untuk itu, siapapun yang merasa pantas, harap tahu diri. Keinginan partai bisa berbeda dengan harapan publik saat ini.
Yang masih hangat dalam perbincangan politik sampai saat ini adalah serangan PDIP terhadap kadernya sendiri, Ganjar Pranowo, yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Ganjar yang tengah mekar di media sosial (medsos) justru membuat PDIP meradang. Berbagai langkah dan statemen partai dilakukan untuk mengeliminir “Ganjar si Bunga Mekar”.
Momentumnya adalah dengan tidak diundangnya Ganjar Pranowo, saat Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani memberi pengarahan kepada seluruh kader di Jawa Tengah, di kantor DPD PDIP Jateng Jalan Brigjen Sudiarto Semarang, Sabtu (22/5/2021). Pengarahan dilakukan untuk penguatan soliditas partai menuju Pemilu 2024,
Belakangan muncul pernyataan dari Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemenangan Pemilu sekaligus Ketua DPD PDIP Jateng Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul melalui siaran pers, Minggu (23/5), yang mengatakan,
“Tidak diundang! (Ganjar Pranowo,) ‘wis kemajon’ (kelewatan), ‘yen kowe pinter, ojo keminter’ (bila kamu pintar, jangan sok pintar-red),” kata Bambang.
Dalam rilis DPD PDIP Jateng terang-terangan tertulis, Ganjar Pranowo, terlalu berambisi maju pada Pilpres 2024 sehingga meninggalkan norma kepartaian.
Kabarnya di luar itu, Ganjar kurang peduli dengan kepentingan partai. Dia memposisikan sebagai Gubernur Jateng, bukan petugas partai sebagaimana keinginan Megawati!
Popularitas Ganjar
Penggunaan medsos oleh Ganjar Pranowo, baik twitter maupun instagram yang cukup masif, memang bertuah buat gubernur berambut putih tersebut. Ganjar dengan cepat dikenal, dan mampu berinteraksi dengan warganya secara cepat. Setiap ada pertanyaan atau laporan tentang masalah di wilayahnya, Ganjar segera merespon.
Popularitas Ganjar juga langsung meroket di masa covid ini, di mana gerakannya membagi-bagi makanan untuk mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang kuliah di Semarang, mendapat sambutan positif dari masyarakat, termasuk dari kalangan masyarakat daerah yang dibantu Ganjar.
Karuan kemudian ada suara-suara yang menginginkan agar Ganjar menjadi presiden berikut setelah Jokowi. Gerakan-gerakan yang dilakukan Ganjar sebagai Gubernur, mengingatkan orang akan praktek yang dilakukan Jokowi ketika menjadi Walikota Solo. Dekat dengan rakyat.
Menara Gading
Meskipun secara popularitas melambung, Ganjar bukanlah kandidat yang disiapkan oleh PDIP untuk maju sebagai Capres tahun 2024. Siapapun tahu bahwa PDIP telah jauh-jauh hari ingin menjadikan Ketua DPP PDI Puan Maharani sebagai calon presiden dari PDIP, kelak. Langkah-langkah ke arah itu disiapkan. Dimulai dari memberi jabatan sebagai Menteri Koordinator (Menko) Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) di periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi.
Sejak September 2021 Puan mundur sebagai Menko PMK, dan memilih menjadi Anggota DPR. Karena kekuatan suara mayoritas PDIP di parlemen, Puan akhirnya terpilih sebagai Ketua DPR. Jalan Puan untuk menuju kursi RI-1 makin mulus. Dengan kekuatan 20 % suara PDIP di Parlemen, partai berlambang banteng moncong putih ini bisa mengusung sendiri calonnya
tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain.
Yang menjadi persoalan kemudian adalah soal elektabilitas calon.
Survei LSI pada Januari 2021, elektabilitas Puan Maharani hanya 0,1 persen. Survei SMRC pada Februari-Maret 2021, elektabilitas Puan sebesar 5,7 persen. Survei Indikator pada Maret 2021, elektabilitas Puan hanya 1,1 persen. Sedangkan di Survei Charta Politika Indonesia pada April 2021, elektabilitas Puan Maharani hanya 1,2 persen.
Elektabilitas Puan saat ini masih jauh ketimbang kader PDIP yakni Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Jika PDIP masih ngotot mengusung Puan menjadi capres, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Sebab, menaikan elektabilitas seseorang tidaklah gampang. Walaupun masih ada waktu sampai 2024. Puan masih terkesan pemimpin yang sangat elitis, bahkan nyaris tidak terdengar suaranya dalam menyikapi persoalan-persoalan bangsa. Ia berada di Menara Gading.
Hati masyarakat calon pemilih, tidak begitu mudah digoda. Bila sudah jatuh cinta dengan tokoh yang disukai, maka rasa itu akan terus dibawa sampai ke hari pemilihan. Kita ingat bagaimana popularitas Soesilo Bambang Yudhoyono pada Pemilu tahun 2004. SBY yang terkesan sebagai sosok yang terzolimi berhasil menang atas petahana Megawati Soekarnoputri. Posisi Ganjar saat ini hampir sama dengan SBY ketika itu. Jadi tidak tertutup kemungkinan jika Ganjar akan mengikuti SBY melawan bosnya. Jika dulu SBY anggota Kabinet Pemerintahan Megawati, kini Ganjar anggota partai Pimpinan Megawati.
Ganjar Anteng
Meskipun secara terang-terangan partai tidak menyukainya, Ganjar anteng saja. Memang ada upaya melunakan hati Megawati dengan cara mendatanganginya ke kediaman Megawati di Jl. Teuku Umar Jakarta saat dirinya tidak diundang saat Puan Maharani memberi pengarahan kepada kader PDIP di Jateng, tetapi upaya itu tidak sukses karena Ganjar kabarnya salah bawa “oleh-oleh” buat Mega. Sehingga Mega tidak tertarik. Sejak itu Ganjar memilih cooling down.
Namun mengingat elektabilitasnya yang tinggi, Ganjar tenang-tenang saja. Makin dizolimi, elektabilitasnya bisa jadi akan terus meningkat. Dia terkesan tidak terpengaruh sedikit pun upaya partai untuk “membunuh” peluangnya.
Jika melihat tren itu terus bertahan sampai menjelang pencapresan, PDIP harus memikirkan strategi jitu. Tetap mengusung Puan dengan membuang Ganjar, atau menyodorkan Ganjar sebagai Capres PDIP mendatang. Jika PDIP keukeh mengusung Puan, dan mencampakan Ganjar, bukan tidak mungkin Ganjar akan dicomot oleh partai lain untuk disandingkan dengan Capres atau Cawapres yang disiapkan. Jika pasangan Ganjar sesuai dengan keinginan simpatitsan PDIP, bukan tidak mungkin pendukung PDIP akan ramai-ramai hijrah meninggalkan PDIP untuk memilih Ganjar yang diusung oleh koalisi partai lain. Akibatnya nasib Puan akan seperti ibunya di tahun 2004.