Hadapi Rasa Takutmu, Jangan Lari

Baru saja kami masuk ke unit (apartemen). Pukul 22.00 lebih.

Anakku langsung mandi, sementara aku membongkar koper dan mengeluarkan baju-baju kotor kami.

Bocah 6 tahun itu langsung tidur kelelahan… Sementara aku mandi, keramas, lalu duduk menikmati hening…

Sambil memejamkan mata, aku meluruhkan lelah dan mengurai gumpalan energi negatif dan menata diriku kembali. Beginilah caraku bermeditasi. Awareness terpusat kepada tubuh dan diri.

Tetiba kurasakan sofa di sebelahku mblesek ke dalam. Seperti ada orang dengan bobot tubuh dewasa, duduk. Kubuka mata, dan menoleh. Tak ada seorang pun. Tapi sofanya melengkung seperti diduduki orang.

Seketika aku melompat berdiri sambil menjerit

“Woy…!!! Pergi..!!!!”

Sofa itu segera rata kembali. Aku terkesima.

Mataku salah lihat..? Indera perasaku salah merasakan gerakan sofa juga…? Atau ini riil..?

Lalu aku ‘merasa’ sosok tak kelihatan itu pergi ke kamar. Lalu jalan ke dapur. Lalu masuk ke kamar mandi. Mondar-mandir santai seperti seseorang sedang memeriksa rumah.

Aku takut setengah mati, tapi nggak bisa berkutik. Anakku tidur. Nggak mungkin aku menggendongnya keluar dan membawanya lari. Lagian, buat apa lari dari hantu yang tak terlihat…? Karena tak terlihat, mana bisa aku menentukan arah mana yang menjauh dari dia kan…?

Aku lantas menelpon salah satu mahasiswaku yang kutahu memiliki kemampuan exorcist.

Dia lantas bertanya,

“Habis dari luar negeri? Itu spirit bekas manusia, bu… Etnis tionghoa, Buddhist.”

“Iya Al, aku habis dari Singapore. Ini baruuuu aja masuk rumah. Baru kelar mandi…”

“Ibu habis membeli patung Buddha? Warna… apa ini? Orange dan hijau? Dia datang dari patung itu.”

“Woalaaaah… Aku memang beli patung Buddha, dari clear quartz. Tapi lalu dapat bonus patung Buddha dari giok campur apa ini, entah… warnanya memang hijau ada semburat oranye. Warnanya jelek. Aku nggak mau nerima patung ini, tapi dipaksa sama pedagangnya… dia main bungkus aja dan menjejalkannya ke tas belanjaan… Haduh..”

“Nggak papa bu. Ibu doa ‘Bapa Kami’ saja sampai dia pergi. Saya bantu dari jauh….”

Aku lantas berdoa ‘Bapa Kami’, sesuai anjuran Alvian. Sampai bermenit-menit. Tetapi ‘entitas’ itu masih seliweran saja di rumahku, seolah nggak mempan didoakan. Aku sempat berpikir : doanya nggak cocok kali ya? Kan kata Alvian, ini entitas beragama (dia menyebut agama)… Tapi aku juga berpikir : mana ada sih, jiwa yang beragama..? Jiwa kan lintas dimensi dan mustinya juga lintas agama… Jiwa kan melampaui aneka batasan-batasan….

Aku berdoa terus, dan tetiba merasakan bahwa ‘dia’ kegirangan. Seperti kaget dan lega.

Lalu aku merasa dia ‘hilang’! Begitu saja.

Aku masih terpejam, meneruskan doa yang belum selesai baitnya ketika Alvian menelpon.

“Sudah pergi kan bu? Aman ya…?”

“Aman Al… gila.. berapa menit ini?”

Kulihat jam dan berpikir ‘Wah cuma 15 menit? Kok rasanya lama banget ya tadi?’

“Thank you Al… Thank you…”

“No problemo bu. Good night.”

“Night Al.”

Aku bangkit dari sofa, menuju kamar anakku. Kupeluk dia, dan kuciumi. Kalau bukan karena dan demi dia, aku nggak mungkin seberani ini…

Dalam hidup ini, aku sudah banyak mengalami peristiwa yang menggentarkan hati dan menciutkan nyali…. tapi insting ala induk ayam melindungi anaknya, selalu bisa membuatku menghadapi rasa takutku.

Entah pengalaman tentang hantu ini riil atau aku sedang berhalusinasi karena kelelahan atau keracunan apalah…. tetapi rasa takutku tadi sungguh nyata…! Lha sofanya bisa celong begitu..! Dan aku bisa merasakan juga berat beneran seperti orang duduk di sebelah..!

Satu lagi pengalaman menggentarkan terlewati, karena aku memutuskan untuk menghadapinya. Tidak lari.

Tidak lari..

(Nana Padmosaputro)

Caraku Menghadapi Anak Tantrum

Avatar photo

About Nana Padmosaputro

Penulis, Professional Life Coach, Konsultan Tarot, Co.Founder L.I.K.E Indonesia, Penyiar Radio RPK, 96,3 FM.