Pernah melihat anak kecil menangis gegara mimpi?
Ya, barangkali ia tengah bermimpi buruk, mainannya hilang, atau mimpi indahnya terganggu karena dibangunkan oleh orangtuanya, sebab harus pergi ke sekolah.
Bisa jadi anak itu cerminan kita sendiri. Kenapa bisa? Karena semua orang punya mimpi. Impian, masa depan yang harus ditindak-lanjuti untuk diwujudkan. Bukan mimpi yang sekadar di angan-angan kosong.
Ketika punya impian, kita diajak untuk mimikirkan rencana, cara, & strategi untuk mewujudkannya.
Setiap orang punya jalannya sendiri.
Impian itu “owner”nya kita sendiri. Sebagai pemilik, kita tahu dan merasakan kuat-lemahnya dorongan impian itu untuk diwujudkan.
Ketika impian ini ala kadarnya, atau sekadar cita-cita, kita pun malas-malasan, santai, kurang semangat, bahkan bekerja pun cenderung asal-asalan. Istilahnya, alon-alon asal klakon. Walau perlahan & lelet, yang penting sampai ke tujuan.
Berbeda jika impian itu menjadi motivasi untuk segera diwujud-nyatakan. Semangat hidup kita semakin menggelora. Impian adalah serangkaian target demi target. Kita dituntut untuk semakin cerdik memanfaatkan waktu, mengatur rencana, strategi, dan meraih goal demi goal jangka pendek. Kerja kita semakin fokus, efektif, terarah, & bahkan kita mampu meminimalisasi kesalahan atau kerugian yang mungkin terjadi.
Sebagai pemilik impian, bekerja adalah tanggung jawab dari “ruh” kepercayaan hidup kita sendiri. Kita bekerja tidak asal kerja, karena mental kita adalah mental pemilik usaha; bukan mental karyawan!
Pemilik sejati itu miliki jiwa pantang menyerah dan semangatnya tidak mudah patah ketika menghadapi tantangan atau badai persoalan yang menghadang di jalan. Jiwanya tetap tegak & kokoh untuk memberikan yang terbaik bagi hidupnya.
Ketika kita mampu mewujudkan harapan sebagai pemilik impian atau cita-cita, jangan kaget, jika hasil capaian kita menjadi luar biasa. (MR)