Istri, Pillow Talk dan Orgasme

Pillow Talk

‘Istri akan terlihat glowing kalau sering mengalami orgasme’

Komentar saya di atas, sungguh straight forward menanggapi postingan seorang teman di laman Facebook, tentang istri akan tampak cantik terus bila dibahagiakan, dibelikan skincare tanpa diminta misalnya. Komentar itu pula menggugah banyaknya orang lain mengomentari termasuk kaum lelaki.

Saya melanjutkan komen itu dengan mengkritik, percuma saja dibelikan ini itu termasuk skin care bila hubungan seksual suami istri tidak memuaskan kedua belah pihak. Jadi bukan sekadar suami sudah puas dengan mampu berejakulasi dalam waktu yang tidak singkat, istri pun perlu merasakan sensasi kepuasan juga dalam coitus-hubungan seksual.

Hal yang terjadi di atas beberapa hari yang lalu, menggugah saya untuk membuat tulisan ini. Salah satunya juga sekaligus menjawab keresahan saya akan masih tabunya perbincangan yang sebenarnya sangat mendasar dalam hidup manusia, dikarenakan satu dan lain alasan.

Pentingnya Pillow Talk

Menganggap Isteri Sebagai Objek

‘Lho, sudah sepantasnya istri memuaskan suami.’ Pendapat demikian seringkali terdengar.

Belum lagi bertaburan iklan pakaian dalam dengan caption bahwa pakaian itu merupakan baju dinas penggoda suami, atau pakaian itu bila dipakai yakin bisa menggetarkan suami bla bla bla dstnya.

Padahal, hubungan seksual yang dilakukan konsensual; dalam arti kedua belah pihak sepakat menjalankannya dan bukan hanya pemuasan salah satu pihak saja, hal tersebut tentunya memberikan sensasi kenikmatan seksual yang berbeda.

Mengapa? Karena dalam hubungan seksual yang konsensual, sudah terjalin kesepakatan dan memungkinkan terjadinya komunikasi antara suami istri.

‘Ya, harus mau dong kalau kita lagi pengen?’

Atau

‘Halah, buat apa ngeseks dikomunikasiin, yang penting ‘kan bahasa tubuhnya? Nggak usah banyak bacotlah di dalam kamar. Toh sehari-hari kami juga ngobrol’

Lagi-lagi istri tak dilihat sebagai pribadi. Ada relasi kuasa di sini di mana istri seolah tak memiliki hak apa-apa ketika dihadapkan pada aktivitas seksual.

Dalam hubungan seksual yang konsensual, istri berhak menyampaikan keberatannya untuk menolak; karena istri juga manusia. Bukan sekadar sex doll, untuk memuaskan hasrat suaminya secara sepihak.

Menyampaikan hal tersebut baru bisa terjadi, bila fungsi kamar tak hanya terkonsentrasi kepada lokasi adegan ranjang saja, melainkan juga pada obrolan-obrolan intim yang kemudian terjadi di dalam kamar.

Bagaimanapun juga, seiring kesibukan masing-masing, sejalan dengan adanya kehadiran anak yang juga menyita waktu keduanya, suami istri memerlukan sesi pillow talk, omong-omong di tempat tidur tentang berbagai hal.

Setelah melalui dua dekade pernikahan yang tentu saja bertabur pahit manis asam garam, sesi ngobrol berdua dengan suami, justru menjadi momen yang saya tunggu. Kadang ada saja di antara kami yang ketiduran lebih dahulu di pertengahan pillow talk  berlangsung. Namun, tak mengapa.

Tak selalu juga dalam pembicaraan itu terjadi aktivitas seksual semacam peluk cium atau saling membelai seperti pada film-film romantis. Bisa saja malah berakhir dengan debat, atau malah saya yang ngambek. Namun, sekian lama menikah; yang saya rindukan dari suami ketika ia sedang bekerja di luar kota seringkali adalah fase pillow talk itu.

Isi dari obrolan itu pada akhirnya juga mengarah kepada komunikasi seksual. Hal yang dimaksudkan tidak melulu ngobrolin joke-joke dengan unsur pornografi. Namun, lebih kepada pemahaman suami istri tentang tubuh satu sama lain.

Mengapa pemahaman tubuh ini menjadi penting? Karena suami istri jadi bisa memberitahukan di bagian mana tubuhnya yang memberikan sensasi nikmat bila disentuh. Di bagian mana tubuhnya merasa terangsang ketika sedang dicium, dipeluk maupun disentuh atau dipegang. Atau seberapa banyak tekanan yang masih bisa ditolerir oleh pasangan, sehingga tak ada lagi keluhan ketika sedang beraktivitas seksual, “Aku nggak nyaman kalo digituin!” Atau, “Bisa berhenti nggak, aku rasanya nggak enak nih.”

Mengenali dan memahami tubuh pasangan, satu sama lain menjadi istimewa, karena ketika sebuah tindakan sudah mengarah kepada aktivitas seksual, sentuhan, rabaan, ciuman dan tindakan lainnya, sudah terpetakan pada tubuh suami atau istri dengan baik.

Termasuk juga sebagai bentuk apresiasi bahwa suami istri saling menghargai setiap bagian tubuh mereka, termasuk bagaimana memaknainya. Bukan hanya dilihat sebagai organ seksual yang memberi rasa nikmat.

Komunikasi intim dalam pillow talk ini termasuk mengomunikasikan keinginan, tanda-tanda intim personal yang hanya diketahui mereka berdua, bahkan mungkin fantasi seksual yang pernah terlintas. Untuk mencapai hal ini, perlu keterbukaan dan rasa percaya kedua belah pihak untuk mencapai tujuan, bahwa ketika mereka ‘bersatu’ dalam sebuah hubungan seksual, kondisi itu merupakan puncak keintiman yang dinikmati dan menimbulkan bahagia satu sama lain.

Saya mewawancarai Dr. Oka Negara untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut mengenai hal ini.  “Komponen seksual itu terdiri dari desire – arousal – orgasm. Yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia, dorongan seksual – bangkitan seksual (pada perempuan terjadi lubrikasi pada bagian dalam vagina)- orgasme. Bila keseluruhannya tercapai, aktivitas seksual itu akan berimbas pada tubuh yang menjadi lebih rileks, tenang, senang, bahagia dan merasa lebih intim.”

Beliau memberikan penekanan khusus bahasan hal ini pada pihak perempuan. “Istri yang kehidupan seksualnya tidak bagus, diasumsikan lebih tidak bahagia dan tidak rileks yang bisa berujung stress. Ekspresi wajah tidak gembira, kelenturan kulit tidak terjaga, apalagi bila ditambah dengan kurangnya perawatan secara fisik, psikis si istri dalam keseharian, vaskularisasi darah dan hormonal yang tidak seimbang.”

Sebagai penutup saya akan mencoba merangkum sebagian hal yang tertulis pada jurnal The Health Benefits of Sexual Expression, yang dipublikasikan oleh Planned Parenthood-Federation of America. Inc bulan Juli tahun 2007.

  • Panjang umur

Sebuah studi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi orgasme dan kematian.  Pada tahun 1982, ditemukan bahwa frekuensi lelaki orgasme berhubungan erat dengan umur panjang, namun untuk perempuan, bukan terkait dengan frekuensinya. Bila perempuan bisa menikmati hubungan seksualnya, akan berimbas memperpanjang usianya.

  • Kualitas tidur

Orgasme menyebabkan pelepasan hormon oksitosin dan endorphin, yang akan menyebabkan seseorang mudah tertidur. Kualitas tidur yang baik akan membuat wajah seseorang lebih segar karena tidak mengalami gangguan tidur.

  • Awet muda

Pada sebuah studi yang dilakukan akhir tahun 90-an selama sepuluh tahun dengan sampel  lebih dari 3500-an orang Eropa dan Amerika, lelaki maupun perempuan, responden yang memiliki kehidupan seksual yang memuaskan menunjukkan wajah yang tampak lebih muda 7 sampai 12 tahun.

  • Proses penuaan

Being sexually active has not only been shown to prolong one’s life, but has also been shown to prolong one’s sex life and improve one’s overall satisfaction with live (NIPO, 2003)

Seorang perempuan yang aktif secara seksual, bahkan setelah menopause, akan lebih jarang mengalami penipisan dan kekeringan dinding vagina, serta mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi saluran kemih dan atau seringkali berkemih.  

Salah seorang peneliti, Montorsi bahkan mengungkapkan seseorang yang mampu mengelola aktivitas seksual, ia mencontohkan kaum pria yang memiliki ereksi yang teratur, akan lebih  mendapatkan asupan oksigen untuk melancarkan peredaran darah, yang akan membantu menjaga jaringan organ kelamin menjadi lebih sehat dan lentur .

Kualitas hidup

Penelitian tahun 2002 menemukan individu baik lelaki maupun perempuan yang sering melakukan aktivitas seksual yang memuaskan kedua belah pihak, biasanya akan memiliki kehidupan seksual yang juga lebih menyenangkan dan memuaskan di usia-usia mereka selanjutnya.

Penelitian lain terhadap 4000 lebih perempuan Amerika menguji tentang mood, seksualitas dan siklus menstruasi. Hubungan yang kuat antara minat seksual dengan hidup sehat dan bahagia ditemukan dalam penelitian ini. Peneliti menemukan bahwa hasrat seksual meningkat secara dramatis selama seorang perempuan merasa sehat dan bahagia.Pengaruh pada kejiwaan

Aktivitas seksual dan orgasme sudah terbukti dalam mengurasi stress. Hal ini bisa terjadi karena kenaikan hormon oksitosin yang meningkat sejalan dengan terjadinya orgasme dan mendorong munculnya rasa nyaman dan relaksasi. Pengalaman seksual positif yang terjadi pada suami istri akan meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri. Baik suami maupun istri akan mencintai tubuhnya dengan lebih positif serta tak memiliki kecemasan seksual. Peningkatan hormon oksitosin ketika terjadi orgasme, mendorong perasaan diterima, dicintai dan meningkatkan perasaan dekat istri kepada suaminya atau sebaliknya.

Dari jurnal tersebut, kita bisa melihat bahwa hubungan seksual yang memuaskan kedua belah pihak akan sangat bermanfaat bagi kesehatan jasmani dan rohani keduanya, tak hanya di waktu sekarang, tetapi sepanjang hayat.

Jadi … yuk sepakat dengan suami atau istri kita, untuk memiliki keintiman dan komunikasi dengan lebih baik. Nggak menolak juga sih kalau dibelanjakan skincare sebagai bonusnya!

Photo Cover Credit : Toa Heftiba- Unslpash

Avatar photo

About Ivy Sudjana

Blogger, Penulis, Pedagog, mantan Guru BK dan fasilitator Kesehatan dan Reproduksi, Lulusan IKIP Jakarta Program Bimbingan Konseling, Penerima Penghargaan acara Depdikbud Cerdas Berkarakter, tinggal di Yogyakarta