Kilas Balik Kehidupan

Oleh FANNY J POYK

Setiap orang pasti pernah memiliki kilas balik kehidupan dengan kisah yang spektakuler, sedang-sedang saja atau datar tanpa gejolak. Mengenang kisah tersebut tanpa menghakimi atau menyesalinya akan menjadi sebuah cerita indah yang menggiring pada tanya di diri sendiri, “kok saya bisa ya melaluinya?”

Syukur-syukur kilas balik itu kemudian mengubah perilaku dahulu yang penuh dengan stigma hitam memedihkan lalu menggiring laku ke karakter yang lebih bijak, baik juga rendah hati. Bila ternyata perilaku masih tetap sama bahkan lebih ‘gahar’ dari sebelumnya, ya sudah, selamat berbahagia dengan kesamaan perilakumu yang dahulu juga sekarang (gue gak ikutan )

Dahulu sekitar tahun 85-an kala masih menjadi pegawai serabutan di berbagai perusahaan kontraktor, disain interior juga sempat di sebuah kedutaan asing, kilas balik tentang pekerjaan mencuat di benak ingatan lagi. Berjibaku dengan waktu, berjejalan di dalam kereta, mendengar bos ngomel-ngomel, menghadapi bos bule yang genit, bikin surat, telpon orang-orang penting, pulang kerja nongkrong dulu di Pasar Senen, masih dengan sepatu pantofel ikut lari-larian nonton para preman Senen berantem, pulang ke rumah dengan berdempetan lagi di dalam kereta, lalu dengar ibu-ibu yang berantem dengan bapak-bapak yang tidak mau mengaku kala ia melakukan pelecehan seksual kala kereta melaju. Semuanya terekam jelas di benak ingatan

Kemudian gulir ingatan meluncur pada masa kejayaan saat tenaga masih sekuat Rambo, jadi sopir keluarga, jadi jurnalis,meliuk di jln Thamrin dan Sudirman usai liputan dan menulis berita, menjemput suami di kantornya di Bursa Effec Mega Kuningan Jakarta, lalu makan enak di Blok S, mampir ke emol untuk pijat refleksi, makan steak enak hingga gula darah meningkat aha!

Dan ketika saya berkata pada sahabat penulis saat masa ‘kejayaan dan kesombongan masih ada’, “coba dulu kenal saat aku masih jaya, kamu akan selalu kutraktir.” Dan si sahabat penulis menjawab, “kalok elu masih kaya pasti gak kenal gue, Mbak.” Hehe…bener juga, sebab bila materi berlimpah kesombongan dan merasa high class idem dengan arogansi.

Dan kilas balik merambah pada jelajah waktu hingga melanglang ke negeri Paman Sam alias Amrik. Tinggal di sana sebulan gak betah, pengen pulang kangen bakso Mas Bewok dan naik Metromini. Amerika yang tertib membuat rindu pada carut marut negara yang penduduknya konon ramah-tamah, konon.

Selepas semua itu, dunia sastra bersama seniman jalanan bohemian Taman Ismail Marzuki mulai merasuki jiwa. Nongkrong di pelataran TIM, ikut diskusi sastra, baca puisi dan ngobrol ngalor-ngidul tentang kehidupan seniman di bawah tangga Pusat Dokumentasi Satra HB. Jassin, jadi pola keseharian mencari jati diri kehidupan, di sana ada teman sejati ada pula yang tidak. Itu sudah tak asing lagi.

Sastra koran melalui cerpen-cerpen di media massa mulai menjadi bagian dari keasyikkan yang tak terhingga. Dari sini aktivitas merambah hingga perjalanan ke negara-negara ASEAN, juga Taiwan, dan ke seluruh Indonesia. Mengajar menulis, baca puisi serta seminar sastra.

Semua mendekam kuat dalam lintas kenangan yang kadang menguras air mata, kadang senyum sendiri bagai terpapar halusinasi.

Dan saya saat ini menuliskannya sambil memasak pecel idaman lengkap dengan tempe goreng dan ikan pindang bumbu ‘mbe Bali’ bersama harap C-19 segera enyah dari muka bumi, lalu saya terbang lagi bagai flying women kala masih menjadi konsultan media di mana saya hanya tiga hari di rumah lalu merambah seluruh provinsi yang ada di Indonesia.

Ah, kilas balik kehidupan….

Avatar photo

About Fanny J. Poyk

Nama Lengkap Fanny Jonathan Poyk. Lahir di Bima, lulusan IISP Jakarta jurusan Jurnalis, Jurnalis di Fanasi, Penulis cerita anak-anak, remaja dan dewasa sejak 1977. Cerpennya dimuat di berbagai media massa di ASEAN serta memberi pelatihan menulis