Oleh DAMAI K
Bicara tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selalu menarik. Apalagi bila menyangkut jabatan Komisaris atau Komisaris Independen, orang yang ditunjuk oleh Kementerian BUMN untuk menjadi Komisaris mewakili pemerintah di BUMN.
Dalam sebulan terakhir ini ada tiga kabar viral tentang keberadaan Komisaris Independen di BUMN.
Pertama pengangkatan Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menjadi Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI); kedua, pengangkatan politikus dari PDIP Emir Moeis sebagai Komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) pada 18 Februari 2021; dan terakhir mundurnya Yenny Wahid sebagai Komisaris Independen PT. Garuda Indonesia pada tanggal 13 Agustus 2021 kemarin.
Pengangkatan Rektor UI Ari Kuncoro menjadi Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) memicu polemik. Statuta UI melarang rektor merangkap jabatan. Tindakan pemerintah mengubah Statuta UI demi mempertahankan kedudukan Ari Kuncoro sebagai Wakil Komisaris Utama BRI justru membuat polemik semakin tajam. Akhirnya Ari Kuncoro mengundurkan diri sebagai Wakil Komisaris Utama BRI.
Pengangkatan politikus PDIP Emir Moeis sebagai Komisaris di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) pada 18 Februari 2021 nyaris adem ayem jika tidak ada pihak yang berhasil ngintip website perusahaan yang memasang nama Emir Moeis sebagai Komisaris.
Kabar pengangkatan Emir Moes baru meledak awal Agustus 2021 ini. Media ramai-ramai mengangkat beritanya, mengungkit masa lalu Emir Moeis yang pernah menjadi terpidana koruptor. Ini mengenai kasus suap lelang proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tarahan, Lampung pada 2004. Saat itu Emir Moeis masih menjadi anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP.
Emir Moeis terbukti menerima suap senilai 357 ribu dolar AS dari Konsorsium Alstom Power Inc yang mendaftar jadi salah satu peserta lelang. Akibat perbuatannya, Emir Moeis divonis 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan penjara pada 2014.
Kabar yang masih hangat adalah tentang mundurnya Yenny Wahid dari jabatan Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Ia mundur dengan alasan agar membantu maskapai pelat merah itu melakukan efisiensi di tengah krisis keuangan.
Uniknya, Yenni menyampaikan kabar itu dalam video yang diunggah di akun Twitter pribadinya @yennywahid. Ia mengajukan surat pengunduran diri ke Kementerian BUMN pada Kamis (12/8/2021) kemarin.
“Saya datang ke kementerian BUMN untuk menyerahkan surat pengunduran diri saya dari Garuda Indonesia maskapai kebanggan kita semua,” ujarnya dalam video tersebut dikutip Jumat (13/8/2021).
Jatah pendukung pemerintah
Sebagai pemegang saham (pemilik) BUMN, Pemerintah memiliki wewenang untuk menempatkan orang untuk mengawasi kegiatan usaha perusahaan.
Pengawas itulah yang disebut Komisaris Independen. Komisaris independen memiliki peranan penting dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha (bisnis) perusahaan.
Mengapa peranan komisaris independen sangat diperlukan? Dalam praktik usaha, tak jarang ditemukan transaksi atau kegiatan yang melibatkan berbagai kepentingan, bahkan sering kali terjadi benturan dan konflik kepentingan.
Keberadaan komisaris independen sangat dibutuhkan untuk mengawasi hal semacam itu. Jadi, hak-hak pemegang saham, terutama yang minoritas pun bisa terjamin.
Karena penunjukan Komisaris Independen menjadi wewenang pemerintah, maka pemerintah bebas menentukan siapa orang yang akan ditempatkan di posisi tersebut.
Di era pemerintahan Presiden Jokowi ini, kebanyakan yang ditunjuk untuk menduduki posisi Komisaris Independen adalah orang-orang yang mendukung pemerintah – ada pula relawan yang ikut berkeringat ketika proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
Pada rezim-rezim sebelumnya juga sama (the winner take all)
Kedekatan sosok yang terpilih menjadi Komisaris Independen di BUMN membuat persyaratan untuk menduduki jabatan tersebut, tidak terlalu ketat dan baku. Pendidikan atau keahlian khusus tidak terkesan tidak diperlukan.
Beberapa Komisaris Independen di BUMN adalah orang dekat kekuasaan, seperti Triawan Munaf yang pernah menjadi Komisaris Utama di PT Garuda Indonesia dan Abdee Negara (Komisaris Independen PT Telkom) adalah tokoh relawan Jokowi semasa Pilpres 2014 dan 2019. Emir Moeis adalah politikus PDIP yang sangat dekat dengan Megawati; mantan Komisaris Independen PT Garuda Indonesia yang kini berlabuh di Pelindo I Timbo Siahaan, adalah orang dekat Erick Tohir karena dia pernah menjadi pimpinan di JakTV di mana salah satu pemegang sahamnya adalah Erick Tohir.
Yenni Wahid memang bukan relawan Jokowi. Tetapi ketika dalam Pilpres, dia dan keluarganya menyatakan mendukung Jokowi, itu merupakan dukungan yang sangat besar bagi Jokowi, mengingat Yenni adalah keturunan pendiri NU.
Jabatan menggiurkan
Komisaris Independen merupakan jabatan yang menggiurkan, karena penghasilannya sangat besar. Semakin besar perusahaan dan laba yang diperoleh, semakin besar pula gaji yang diterima oleh pejabat di BUMN, termasuk Komisaris Independen.
Sebagai contoh Gaji komisaris PT Garuda Indonesia per 31 Desember 2020 adalah sebesar US$ 745.030. Angka itu turun dari 31 Desember 2019 sebanyak US$ 944.191.
Dari data laporan keuangan BRI tahun 2020, Ari Kuncoro hanya menerima honorarium, tunjangan transportasi, premi asuransi purna jabatan, dan pakaian corporate. Walhasil, dengan perhitungan tersebut, total remunerasi untuk Ari Kuncoro tercatat sekitar Rp 1,9 miliar sepanjang 2020.
Abdee Slank disebut-sebut menerima Rp.11 milyar / tahun. Gaji dan renumerasi Ahok sebagai Komisaris Independen di Pertamina kabarnya mencapai Rp.3,2 milyar / bulan.
Menjadi Komisaris Independen di BUMN merupakan impian banyak orang. Apalagi di jaman susah begini, mendapatkan penghasilan ratusan juta atau milyaran per bulan bagaikan mimpi di siang bolong.
Namun gaji dan tunjangan yang besar – kabarnya mencapai Rp.200 juta lebih / bulan — tidak mampu menahan Yenni Wahid dari kedudukan yang diimpikan banyak orang itu. Hatinya teriris melihat perusahaan yang membayarnya mahal mengalami kerugian terus-menerus.
Seperti orang sedang makan, ia tak kuasa menelan makanan yang diperoleh dari kondisi menyedihkan. Hal itulah yang membuat tekadnya bulat untuk mengundurkan diri.
Yenny mengatakan, keputusan meninggalkan Garuda Indonesia memang bukan hal yang mudah. Ia mengaku sedih, namun pilihan untuk mundur perlu dilakukan agar membantu menekan biaya sehingga bisa menyehatkan kinerja keuangan perusahaan.
Bagi Yenni Wahid, uang besar bukan segala-galanya untuk memuliakan hidup. Ia memiliki standar moral sendiri dalam memperolehnya.