Perempuan mahasiswa Universitas Kabul memprotes kebijakan dress code yang diterapkan Taliban
Seide.id – Sabtu kemarin (18/9), Taliban melarang anak perempuan untuk kembali mendatangi sekolah menengah. Keputusan tersebut menyusul kebijakan Taliban sebelumnya, yakni hanya siswa dan guru laki-laki yang diizinkan datang ke sekolah.
Beberapa siswa perempuan mengatakan kepada BBC News, bahwa mereka merasa terpuruk karena tidak diperbolehkan datang ke sekolah. “Saya sangat mengkhawatirkan masa depan saya,” ucap salah seorang siswa perempuan.
Juru Bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan, pembukaan sekolah bagi siswa perempuan sedang dalam tahap perencanaan. Dan siswa perempuan akan diizinkan kembali datang ke sekolah dalam waktu dekat.
Padahal sebelumnya Taliban mengumumkan bahwa perempuan boleh belajar di universitas. Walau demikian mereka tidak diperbolehkan belajar dalam ruangan yang sama dengan laki-laki. Dan mereka juga harus memakai jenis pakaian baru yang ditentukan oleh Taliban.
Menyikapi aturan jenis pakaian baru oleh Taliban, mahasiswa perempuan di Universitas Kabul memakai pakaian serba hitam sebagai bentuk protes terhadap kebijakan baru tersebut.
Beberapa peraturan baru yang disarankan mengarah pada pembatasan wanita atas haknya dalam memperoleh pendidikan. Dan universitas di Afghanistan sendiri tidak mempunyai sumber daya untuk menyediakan kelas terpisah bagi mereka.
Di sisi lain, kebijakan melarang anak perempuan untuk datang ke sekolah, membuat mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.
Menanggapi kebijakan tersebut, PBB mengatakan ‘sangat khawatir’ dengan masa depan siswa perempuan di Afghanistan.
“Melanjutkan pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi siswa perempuan di Afghanistan. Oleh karena itu kita memerlukan guru perempuan agar mereka bisa dapat kembali sekolah,” kata Badan PBB yang khusus menangani permasalahan anak-anak di seluruh dunia atau United Nation Children Fund (UNICEF).
Seorang aktivis perempuan keturunan Afghanistan Amerika bernama Suraj, yang pada tahun 2003 telah memperkenalkan sekaligus menyuarakan tentang hak asasi perempuan dan pendidikan, mengatakan bahwa saat ini banyak teman-teman aktivisnya yang lari ke luar
negeri.
Walau demikian, Suraj memutuskan untuk tetap menyuarakan tentang hak-hak perempuan. Suraj mengatakan, bahwa sampai saat ini ia masih mencari peluang agar dapat berbicara dengan petinggi Taliban.
“Kita harus berbicara agar dapat menemukan jalan tengah dalam permasalahan ini,” kata Suraj.
Selain itu, Suraj ingin mempertemukan petinggi Taliban dan para aktivis yang masih tinggal di Afghanistan untuk mendiskusikan lebih lanjut tentang permasalahan hak-hak perempuan. Dan bersama-sama mencari jalan tengah atas permasalahan tersebut.
Sayangnya, hingga saat ini Suraj belum dapat bertemu dengan petinggi Taliban.*
*Icad N.G., mahasiswa FIB Universitas Indonesia