EFFI SI HIDAYAT
Saya sedang berjalan santai menuju Al*mart dekat rumah, ketika saya merasa ada sepasang mata memerhatikan dari seberang. Lalu, eh, dia main nyelonong menghampiri saya sehingga beberapa kendaraan memerlambat lajunya seketika.
Apa yang ia lakukan? Ndusel–nduselkan kepalanya ke kaki saya sembari mengeong teruuus menatap saya manja dengan mata hijaunya!
Yup, tak pelak lagi ‘dia’ yg saya maksudkan adalah seekor Mpus meong alias kucing putih totol hitam dengan ekor lebat berbulu melingkar.
“Cantiiik!” Itu yang terekam di benak ketika saya spontan jatuh sayang mengelusnya. Dan, saat itu pula seorang perempuan berkendara sepeda mini stop melipir di sisi jalan di mana saya sedang berjongkok mengelus si cantik.
“Mungkin dia kepingin makan?” Sapaannya tanpa saya duga. Lalu ia spontan mengeluarkan sebuah tumbler gede dari tas jinjingnya. Bukan berisi air, melainkan… makanan kucing?
Dan, dengan sigap dia menuangkan bulir-bulir bundar yang bergelindingan di atas trotoar. Spontan, kami berdua tertawa, saling berlomba merapikannya. Ah, senaaang rasanya melihat si cantik dengan lahap menyambutnya!
“Oh, selalu bawa cat food kalau jalan? ” Saya antusiasme bertanya. Di balik maskernya, mata itu seolah berbinar ketika mengangguk mengiyakan. “Banyak kucing kelaparan di jalanan, ” jawabnya singkat.
Dan, sungguh rasanya saya tahu pasti dia juga tersenyum di balik maskernya ketika saya spontan saja mengucapkan, “Terima kasih, ya, Bu…. “
“Sama-sama. Terima kasih juga sudah sayang binatang sampai-sampai dikejerin kucing, ” jawabnya dengan nada suara kocak sebelum pamit berlalu dengan sepedanya.
Aha!
Iyaaa, walaupun saya tidak tahu namanya siapa, dan wajah kami berdua sama-sama ketutupan masker nampaknya kami memiliki getaran frekuensi vibrasi tak berbeda. ‘Sama-sama tertawa bahagia di balik masker cuma karena melihat si Mpus makan dengan bernafsu?’
Ya, ya. Saya senaaang sekali bertemu dia di suatu senja yang tak berhujan. Seseorang yang tak saya kenal, tetapi terasa dekat.
Seperti rasa senang berlipat-ganda yang menyelip, molos di dada saya ketika sepulang dari Al*amart berjalan kaki, eh …. kembali saya lihat si Cantik berada di seberang jalan dengan posisi yang berlawanan arah seperti di awal bertemu.
Dan, lagi-lagiiii dia mengeong-ngeong berlari riang menghampiri, bahkan ngintil mengikuti saya pulang. Duh, rada menyesal juga sih, ketika akhirnya dia mendadak balik body karena takut mendengar gonggongan anjing tetangga saya di depan pagar rumahnya.
Ah, semoga dikau baik-baik saja ya, Cantik. Di manapun berada, saya yakin masih ada ‘malaikat-malaikat bersepeda mini’ yang berbekal hati (dan tentu: makanan gratis) untuk kalian yang di jalan.
Berbagi kasih….
Ya, sapaan kasih di jalanan dari malaikat bersepeda mini dan Si Mpus!
Bahagia itu sederhana.