Selama ratusan tahun, media massa hidup lantaran tak ada pesaing. Begitu media sosial (medsos) muncul, media massa rontok satu-persatu. Medsos memebri kemudahan untuk mengakses informasi apapun tanpa ribet, meski tanpa bekal literasi dan pemahaman akan informasi itu sendiri, pembaca bisa terjebak dalamn hoax atau berita ngawur. Medsos juga akan mengalami hal sama jika mereka kehilangan kepercayaan dari pembacanya.
Kemarin, rekan Dimas Supriyanto menyampaikan kabar duka dalam grup WA internal. Koran Sindo berhenti terbit sejak 17 April 2023. Koran Sindo merupakan media massa terbitan PT Media Nusantara Indonesia ( MNI). Melihat perusahaan penerbit, siapapun tahu, perusahaan ini memiliki dana cukup besar hanya untuk mendanai sebuah media.
Jikapun mereka memutuskan berhenti, biasanya kehilangan pembaca, kehabisan dana dan tak mimiliki tujuan pasti untuk membuatnya tetap hidup. Koran Seputar Indonesia ( Sindo) menyatakan berhentu dari tampilan media cetak, hingga media online ( e-paper).
Matinya Koran Sindo ( Harian Seputar Indonesia), secara management, telah diupayakan berbagai penyelamatan. Mulai dari mengurangi karyawan, menghapus biro-biro daerah, hingga membatasi jumlah cetak. Berbagai strategi tak mampu menyelamatkan Koran Sindo yang terbit sejak 30 Juni 2005.
Koran Sindo edisi cetak mengikuti jejak media massa lain yang sebelumnya telah gugur dalam perjalanan menjadi pembaca warta dunia. Kita masih ingat beberapa media yang sudah mati sebelumnya; Sinar Harapan, Harian Soccer, Jurnal Nasional, The JakartaGlobe, Tabloid Bola, Majalah HAI, Rolling Stone atau Koran Tempo. Sebagian media ini melanjutkan menjadi media online atau e-paper, namun juga tidak mampu membuat mereka lebih perkasa. Mereka terbit sekedar hidup belaka.
Hadirnya Kompetitor
Selama puluhan hingga ratusan tahun, media massa tak memiliki kompetitor dalam mengendalikan opini publik melalui berbagai informasi yang mereka terbitkan. Hadirnya media baru bernama media sosial ( Facebook, twitter, Telegram, Whatsapps), mampu merenggut dominasi media massa mainstream.
Melalui media sosial ( medsos) yang mudah diakses, masyarakat dapat dengan gampang pula mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan. Termasuk informasi yang tidak mereka butuhkan seperti informasi hoax.
Alasan lain mengapa publik memilih informasi melalui medsos, lantaran media massa mainstream, mulai kurang berpihak pada masyarakat. Media massa dianggap lebih memilih melakukan kompromi dengan mereka yang memiliki dana atau yang membayar mereka.
Bukan rahasia lagi, sebuah berita bisa dimanfaatkan politisi, pebisnis atau donatur dalam membuat opini. Media massa tak mampu loyal terhadap pembaca dan dignitynya sebagai penyebar kebenaran dan keberpihakan pada rakyat. Media massa, betapapun, masih membutuhkan dana untuk hidup dan menghidupi wartawannya. Sayangnya, pilihan memanfaatkan dana donatur ini yang mencederai semangat pembaca kebenaran.
Sekarang, kita menghadapi media online yang kemungkinan juga akan ditinggalkan pembacanya yang mencari informasi yang enak dibaca dan asyik. Kebanyakan media massa online sekarang ini membuat berita sekehendaknya sendiri dan menyajikan informasi secara dangkal. Mereka terjebak dalam aturan-aturan tertentu agar tulisan mereka dibaca melalui pencarian berita. Informasi yang tersaji pada akhirnya kering, dan jauh dari nilai-nilai jurnalistik.
Media online jarang menerapkan pendekatan 5W1H atau penulisnya memang tidak tahu. Para penulis baru di media online saat ini dikejar dengan target, sehari menulis minimal 15 – 30 berita, sehingga tak penting lagi menulis dengan baik dan benar. Bahkan ada ke`cenderungan membuat judul berita hampir sama; menggoda pembaca yang penasaran atau membuat informasi yang tidak benar sekedar ingin meraih sebanyak mungkin pembaca.
Contoh judul-judul yang bermuatan rasa penasaran pembaca berhamburan seirama dan senada seperti : Sri Mulyani Nekat Begadang di Bandara Karena Alasan Ini/ Inilah orang terkaya di Indonesia yang tiba-tiba miskin/ Anies Dipermalukan Gara Gara Ini/ Orang Ini bisa mendadak kaya karena ini.
Kata-kata “ ini, begini, mengapa, seperti ini” adalah cara penulis berita yang putus asa menjerat pembaca untuk masuk dalam isi tulisan mereka. Padahal, ddngan pemilihat kata dan kalimat yang tepat, pembaca akan tetap terpikat untuk menelusuri seluruh isi informasi si penulis.
Selain judul yang membuat penasaran pembaca, media online juga sering menyajikan informasi tidak lengkap, dengan alasan mengejar kecepatan. Sebab dalam hitungan detik bisa direvisi atau diedit lagi. Hemmm.
Hal-hal inilah yang membuat pembaca mulai muak dan mencari media yang tidak populer, namun mampu menyajikan informasi secara jernih, benar, enak dibaca dan bebas dari kepentingan pihak tertentu.
Jika media online tidak menyadari “ kelemahan” dalam penyajian informasi kepada pembacanya, nasib yang sama dengan media massa cetak, akan menimpa mereka.
Kunci sebuah media dibaca penggemarnya, adalah kepercayaan pembacanya.
Selama Taliban Berkuasa Sebagian Besar Media Tutup
Apa itu Trend “Sadfishing”, Yang Tengah Membanjiri Sosial Media ?